Saturday 10 December 2016

Pembesaran kepiting bakau di tambak

Pembesaran kepiting bakau di tambak
1.     Persyaratan Lahan Budidaya
Telah kita ketahui bahwa kepiting bakau adalah sejenis kepiting yang dapat hidup di air payau. Dengan demikian, kepiting ini dapat  dibudidayakan di tambak. Itupun, tambak harus dekat pesisir pantai. Hal ini karena tambak membutuhkan air laut yang bercampur air tawar.
Indonesia sebagai negara kepulauan tidak akan kesulitan untuk menyediakan lahan yang cocok untuk tambak kepiting bakau. Ada lebih kurang 250.000 ha tambak (1987) yang telah diusahakan untuk memelihara kepiting bakau.
Menurut perhitungan survai kerjasama antara Dirjen dengan pusat penelitian perikanan (1985) luas lahan dataran pantai yang potensial untuk dibuat tambak, khususnya yang terdiri dari hutan bakau ada lebih kurang 4,3 juta ha. Namun, tidak semua hutan bakau itu boleh dibuka untuk lahan tambak. Hal ini guna menjaga keseimbangan ekosistem. Untuk itu, perlu dicadangkan sekitar 10-20 %.
Selain itu, hutan bakau perlu dijaga karena di sekitar itu adalah tempat untuk kehidupan lebih berbagai jenis udang, kepiting, ikan, kerang-kerangan, dll. Bayangkan bila hutan bakau musnah, tentulah kehidupan flora dan fauna yang dibutuhkan manusia akan musnah pula.
Potensi lahan untuk pertahanan udang windu tersebar di seluruh Indonesia. Beberapa wilayah di antaranya yang telah diteliti Direktorat Jenderal Perikanan, disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel penyebaran potensi lahan pertambakan Indonesia
        Luas Hutan        Potensi Lahan (Ha)    Tambak
    Propinsi    Bakau (Ha)            yang ada
            10%    20%    (ha)

    Jumlah    4.290.292    420.000    840.000    212.695

    Sumatera    689.616    67.000    134.000    27.125
        DI. Aceh    54.335    5.000    10.000    26.012
        Sumatera Utara    60.000    6.000    12.000    885
        Sumatera Barat    12.125    1.000    2.000    3
        Riau    276.000    27.000    54.000    60
        Jambi    68.000    6.000    12.000    -
        Sumatera Selatan    198.000    19.000    38.000    -
        Bengkulu    10.156x)    1.000    2.000    -
        Lampung    17.000    2.000    4.000    165


    Jawa    49.935    4.800    9.600    114.503
        DKI. Jakarta    95    -    -    1.163
        Jawa Barat    28.513    2.800    5.600    40.257
        Jawa Tengah    13.577    1.300    2.600    23.166
        DI. Yogyakarta    BD    -    -    -
        Jawa Timur    7.775    700    1.400    49.917
   
    Bali-NT-Timor    7.458    500    1.000    3.160
        Bali    1.950    100    200    304
        NTB    3.678    300    600    2.558
        NTT    1.830    100    200    298
        Timor Timur    BD    -    -    -

    Kalimantan    383.450    37.000    74.000    1.598
        Kalimantan Barat    40.000    4.000    8.000    -
        Kalimantan Tengah    10.000    1.000    2.000    -
        Kalimantan Selatan    66.650    6.000    12.000    414
        Kalimantan Timus    266.800    26.000    52.00    1.184

    Sulawesi    116.833    10.700    21.400    66.298
        Sulawesi Utara    4.883    500    1.000    193
        Sulawesi Tengah    17.000X)    1.700    3.400    486
        Sulawesi Selatan    66.000    6.000    12.000    63.787
        Sulawesi Tenggara    29.000    2.500    5.000    1.832

    Maluku-Irian Jaya    3.043.000    300.000    600.000    11
        Maluku    100.000    10.000    20.000    -
        Irian Jaya    1.943.000    290.000    580.000    11

    Keterangan :     BD    =     Belum ada data
            X)     =         Data dari Dinas Perikanan Propinsi   
           
Lahan tambak untuk budidaya kepiting yang umumnya dilakukan oleh petani dan memberikan hasil yang baik  adalah tambak yang memiliki kedalaman antara 0,8 – 1 m.  Lahan tersebut terletak pada daerah sekitar muara sungai dengan kisaran salinitas antara 15 – 30 ppt. Kandungan tanah tambak berlumpur dengan tekstur liat berpasir (sandy clay) atau lempung berliat (silty loam) dengan perbedaan pasang surut antara 1,5 – 2  dinilai cukup baik.
Demikian pula tambak yang biasanya digunakan untuk budidaya udang dan bandeng. Tambak tersebut juga dapat digunakan untuk pemeliharaan kepiting bakau khususnya tambak tradisional.
Untuk pembesaran pada skala kecil misalnya 0,25 – 0,5 hektar, kita dapat memanfaatkan lahan marginal yang belum layak untuk budidaya udang  atau bandeng, tetapi bisa dimanfaatkan untuk budidaya kepiting. Akan tetapi, keliling tambak harus dipasang pagar anyaman bambu. Dengan demikian, kepiting tidak akan kabur. Kita tahu bahwa kepiting memiliki capit-capit yang kuat untuk membuat lubang.



















Gambar 3.1. Tambak yang diberi anyaman bambu pada kelilingnya

Dalam pemilihan lokasi yang layak faktor utama yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
(a)     adanya sumber air yang memunuhi syarat mutu dan jumlah terhindar dari sumber pencemaran,
(b)     merupakan fishing ground kepiting bakau, tersedia pakan secara cukup dan kontinu
(c)     terdapat sarana dan prasarana produksi dan pemasaran yang memadai
(d)     ketersediaan tenaga tekhis yang terampil dan memiliki dedikasi kerja yang baik
(e)     dan lain lain pertimbangan yang menunjang keberhasilan dan kelancaran produksi.

2.     Tata Letak, Desain, dan Konstruksi Tambak
Tata letak (lay out), desain, dan konstruksi tambak harus dirancang sedemikiian rupa. Dengan cara demikian akan memungkinkan perolehan air yang cukup untuk kebutuhan kehidupan kepiting bakau secara optimal, memudahkan dalam pengelolaannya, dan pembangunannya dapat dilaksanakan dengan konstruksi yang memenuhi syarat dan hemat biaya. Penentuan tata letak, desain, dan konstruksi tambak tidak ada ketentuan yang standar, melainkan disesuaikan dengan keadaan lahan dan sumber pengairan.

a.     Tata letak
Tata letak pertambakan dalam suatu hamparan, hendaknya disesuaikan dengan posisi hamparan lahan terhadap sumber pengairannya, yaitu laut dan  atau sungai. Perhatikan gambar tata letak unit tambak yang disesuaikan dengan sumber pengairan.






















Gambar. 3.2. Tata letak unit tambak 

Gambar di atas merupakan tata letak suatu unit tambak yang dianjurkan oleh Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1975-1978, pada proyek intensifikasi tambak. Komponennya lengkap, yaitu petak pendederan 2 buah, petak penggelondongan 2 buah, petak pembesaran 2 buah. Pada waktu itu penggunaanya untuk polikultur bandeng dan udang. Kini, kita dapat mencampurnya dengan kepiting bakau.

Dalam menentukan tataletak tambak, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.     Petak-petak pertambakan minimum harus 50 m dari garis pantai. Dalam jarak lebar 50 m itu hendaknya dipelihara/dilestarikan jalur hijau yang bisa berupa tumbuhan pohon api-api atau bakau. Jalur hijau ini gunanya untuk melindungi pantai dari kerusakan oleh pukulan ombak yang keras dari laut.
2.     Unit tambak harus minimum berjarak 15 m dari tepi sungai dan terpelihara sebagai jalur hijau juga untuk mencegah longsor.
3.     Saluran pemasok air hendaknya terpisah dengan saluran pembuangan.
4.     Saluran hendaknya tidak memotong tegak lurus terhadap kontur lahan. Ini untuk mencegah penggerusan dasar dan supaya gerakan air tidak terhambat.
5.     Pembuatan saluran-saluran harus mengingat kepentingan atau tidak mengganggu kepentingan perolehan air bagi pertambakan (milik orang lain) di sekitarnya.

Ketentuan mengenai jarak tambak dari garis pantai harus dipatuhi. Itu merupakan peraturan pemerintah pusat dan daerah mengenai hutan bakau. Hutan bakau menjadi wewenang Departemen Kehutanan untuk mengatur pengunaannya. Wilayah hutan lindung, tidak boleh sama sekali dijadikan pertambakan. Penggunaan hutan bakau harus memperoleh izin dari pemerintah daerah yang berupa Hak Guna Usaha.

b.     Desain dan Konstruksi Tambak
Tambak merupakan modal dasar dalam usaha beternak Kepiting bakau. Tambak yang baik dan memenuhi persyaratan teknis akan mampu mendukung peningkatan produksi dan kelestarian usaha. Hal ini mengingat tambak merupakan tumpuan kehidupan petani tambak hari ni sampai yang akan datang.
Mengingat tambak merupakan tumpuan bagi peternak kepiting bakau, proses perencanaan, pembuatan dan pemeliharaan konstruksi tambak memerlukan ketelitian dan kecermatan yang sesuai dengan teknik yang dianjurkan. Untuk membuat konstruksi tambak yang baik memang memerlukan modal yang tidak sedikit, yang dalam hal ini hanya mampu dilaksanakan oleh patani yang bermodal besar, sedangkan untuk petani kecil tidak mungkin karena terbatasnya modal.
Meskipun demikian, petani kecil (usaha pertambakan rumah tangga) tidak perlu berkecil hati karena pembuatan tambak dapat dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan dana dan prasana yang tersedia.
Bentuk tambak dapat disesuaikan bergantung pada keadaan areal dan keinginan kita. Namun, pada umumnya bentuk tambak persegi panjang atau bujur sangkar. Sisi panjangnya sebaiknya maksimum160 m supaya pemasukan air dari suatu sisi ke sisi lainnya, bisa menimbulkan arus yang masih cukup kuat. Lebar petakan (sisi pendek) sebaiknya seragam agar memudahkan dalam pemanenan. Harus menjadi pertimbangan pula arah angin yang bertiup secara mencolok (dominan di lokasi tersebut. Sisi panjang petakan hendaknya tegak lurus terhadap arah angin. Hal ini bertujuan agar angin yang bertiup tidak menimbulkan gelombang pada air terlalu kuat. Bila sisi panjang petakan sejajar arah angin, gelombang air dalam petakan menjadi cukup kuat, sehingga merusakkan tanggul (erosi).









Gambar 3.3 Bentuk petak tambak dan arah angin.
Luas tiap petakan untuk tambak semi intensif 1 ha sampai 3 ha. Untuk tambak intensif 0,2 ha sampai 0,5 ha perpetak. Makin kecil petakan main mudah dalam mengelola airnya.
Tambak yang tanggul dan dasarnya dari tanah umumnya luasnya tidak lebih sempit dari 0,5 ha. Bila tanggul dari beton/semen luasnya dapat dibuat 0,1 ha perpetakan. Apakah dasar tanggul cukup dari tanah ataukah harus dari beton? Hal itu bergantung pada sifat tanah. Tanah yang tidak mudah merembeskan air, yaitu tanah liat sampai liat sedikit berpasir, tidak perlu dibeton, sebab pembuatan beton sangat mahal.
















Gambar 3.4 Tambak tanpa beton yang dikelola secara intensif

Pada kondisi mutu air  rendah, ketersediaan makanan tidak mencukupi dan kondisi biologis kepiting mencapai matang telur untuk migrasi ke arah laut diduga merupakan salah satu faktor kepiting berusaha meloloskan diri dari tempat pemeliharaan. Keberhasilan kepiting meloloskan diri dari pemeliharaan karena kepiting menggali lubang lewat pinggir pematang atau pintu air.Untuk menghindari hal tersebut,  konstruksi  pematang  dan pintu air perlu mendapat perhatian. Untuk mengurangi kemungkinan hilangnya  kepiting karena keluar dari tambak, dilakukan pemagaran baik dengan kere bambu maupun waring.
Berdasarkan hasil pengamatan kepiting bisa lolos dengan memanjat pada waring. Hal ini disebabkan waring memiliki lubang-lubang yang mudah sebagai pegangan bagi kaki renang kepiting. Konstruksi pagar yang terbuat dari bambu, dengan cara pemasangan bagian yang halus menghadap petak tambak sulit bagi  kepiting untuk lolos dengan cara memanjat.















Gambar 3.5. Tambak dengan kontstruksi pagar yang terbuat dari bambu.

Pada tambak pembesaran tradisional dengan kepadatan rendah (0,5 – 1 /m2) pada umumnya petani tidak menggunakan pagar keliling. Mereka  berpendapat selama kondisi air baik dan makanan cukup kepiting tidak akan keluar. Pemagaran keliling untuk  pola tradisioanal jarang dilakukan karena disamping kepadatan rendah,  juga luas petakan berkisar antara 2-8  hektar sehingga dinilai tidak ekonomis.
Oleh karena itu, untuk usaha budidaya pembesaran dengan sistem penebaran 1 –2 ekor/m2 mereka menggunakan waring untuk pagar keliling. Walaupun petani mengetahui bahwa kepiting dapat memanjat waring, dengan pemberian pakan yang cukup mereka percaya bahwa kepiting tidak akan meloloskan diri. Keuntungan pagar keliling dengan waring, antara lain mudah dan cepat pemasangannya, serta memiliki daya tahan atau umur ekonomis yang cukup baik.
Bagi pematang  yang cukup kokoh dengan lebar antara               2–4 m, pemasangan pagar dilakukan di atas pematang bagian pinggir dengan ketinggian cukup 60 cm. Akan tetapi, bila tanpa pematang atau pematang tidak cukup kuat/tebal pemasangan dilakukan pada kaki dasar pematang dengan tinggi minimal 1 meter, dimana sekitar 30 cm ditanam ke dasar untuk menghindari kepiting lolos. Tinggi pagar bambu akan bergantung pula pada keadaan kondisi tanah, kedalaman lumpur, dan tinggi air.

3.     Persiapan dan Penyimpanan Benih
a.     Sumber benih
Hingga saat ini, kita belum dapat mengembangbiakkan kepiting bakau. Hal ini  karena perkembangbiakan yang diuji coba masih sering mengalami kegagalan. Oleh karena itu, benih kepiting untuk dibudidayakan masih diperoleh dari alam. Dengan demikian, kita harus menjaga keseimbangan alam agar senantiasa  kita memperoleh benih-benih untuk dibudidayakan.
Bayangkan bagaimana jika hutan mangrove yang kita miliki di seluruh pantai Indonesia terganggu oleh manusia karena pembukaan lahan untuk tambak? Tentunya, berbagai makhluk memanfaatkan hutan itu untuk berkembangbiak kehilangan tempatnya. Beberapa di antaranya berbagai jenis udang, ikan, dan kepiting. Yang rugi adalah kita sendiri. Kita akan mengalami kesulitan untuk memperoleh benih.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kepiting bakau memijah sepanjang tahun, sehingga benih dapat diperoleh setiap waktu. Namun, bayangkan bila kita telah sulit untuk memperoleh benih dari alam. Tentunya, kepiting bakau akan sulit didapat. Akibatnya, harga kepiting bakau akan melonjak naik.
 Biasanya, benih kepiting diperoleh dari muara sungai. Untuk mendapatkan benih tersebut, para petani biasanya menggunakan alat tangkap. Alat-alat tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk usaha budidaya dari hasil tangkapan langsung dilakukan seleksi ukuran yang ditebar dalam petak pembesaran, petak penggemukan, petak produksi kepiting bertelur dan atau dijual langsung bagi yang telah memenuhi persyaratan pasar lokal maupun ekspor.

1)    Seser
Seser adalah salah satu alat penangkapan benih kepiting, ikan atau udang di perairan dangkal. Alat ini mirip serok, tetapi pada umumnya dilengkapi dengan tangkai untuk alat pegangannya. Seser berupa saringan yang terbuat dari bahan kain atau nilon dengan rangka dari kayu, bambu, besi, atau bahan lain. Bentuknya bermacam-macam, antara lain: bulat, lonjong, persegi, dll. Ukurannya biasanya kecil karena alat ini dipakai secara normal.

2)    Serok
Serok adalah alat penangkap kepiting, ikan, dan udang di perairan dangkal. Serok terbuat dari bambu yang di anyam dan diberi rangka. Alat ini dipakai secara manual. Bentuknya dapat bulat dan lonjong. Ukuran serok dan mata jaringnya disesuaikan dengan ukuran dan jenis ikan yang ditangkap.

b.     Penanganan dan pengangkutan benih
Benih yang diperoleh dari alam tentunya memiliki ukuran yang berbeda. Oleh karena itu, kita perlu melakukan pengelompokan.
Adapun ukuran-ukuran benih yang mungkin diperoleh adalah antara 5 hingga 50 gram. Adapun cara penanganan dan pengangkutannya masing-masing dikelompokkan sebagai berikut.

1)    Benih berukuran 5 – 25 g
Benih kepiting berukuran berat 5-25 g  biasanya belum  diikat. Oleh karena itu,  penanganannya agak sulit. Bibit akan mudah mengalami kerusakan. Faktor-faktor penyebabnya adalah karena perkelahian dan mungkin perlakukan yang tidak hati-hati. Kita ketahui bahwa kaki-kaki benih di usia seperti itu sangat lemah dan  mudah patah/lepas.
Benih seperti ini dapat ditampung atau diangkut dengan menggunakan keranjang  bambu yang berlubang kecil.  Atau, kita dapat menggunakan wadah plastik yang dilengkapi dengan penutup. Lalu, ke dalam keranjang tersebut dimasukan daun dan ranting bakau yang berfungsi sebagai pemisah. Sebuah keranjang berukuran 40 x 30 x 35 cm dapat diisi 300-500 ekor benih. Apabila penampungan/pengangkutan dilakukan lebih dari satu hari, maka kepiting perlu dibasahi atau dicelup ke dalam air payau selama kurang lebih lima menit, sekali setiap hari.

2)     Benih berukuran 26 – 50 g
Benih berukuran berat 26 – 50 g dapat diperoleh dari penangkap atau pengumpul yang biasanya tersedia dalam keadaan terikat, sehingga penanganannya cukup mudah. Seleksi benih dapat dilakukan dengan mudah baik kesehatan maupun jenisnya. Penampungan/pengangkutan dapat dilakukan dengan menggunakan keranjang bambu atau wadah plastik berukuran 45 x 35 x 35  cm dengan kepadatan 300-400 ekor/keranjang. Kepiting disusun rapi (tidak terbalik) di dalam keranjang dan dilakukan perendaman selama kurang lebih setiap 5 menit sekali, terutama apabila penampungan/pengangkutan dilakukan lebih dari satu hari.
Apabila didapatkan kepiting yang mati pada saat pencelupan, harus segera dibuang untuk menghindari pembusukan yang mempengaruhi kesehatan kepiting yang lain.
Benih kepiting yang diperlakukan seperti di atas dapat bertahan hingga satu minggu tanpa pemberian pakan. Namun, alangkah baiknya, jika penebaran ke dalam petak pembesaran dilakukan segera setelah penangkapan. Dengan demikian, tingkat kematian benih dapat diturunkan.
Di sinilah lokasi tambak berperan. Lokasi tambak akan sangat baik jika letaknya tidak jauh dari sumber pencarian benih.
Lokasi tambak yang letaknya tidak jauh dari sumber hidup benih juga sangat bermanfaat untuk mendatangkan benih secara alami. Kita tahu bahwa pada umumnya kepiting mencari makan pada saat air pasang. Tentunya, mereka akan sampai ke tambak pembesaran. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh kita untuk menangkap benih tersebut yaitu dengan menggunakan alat baited traps. 

4.     Penebaran
Menurut penelitian para ahli dengan mengamati petani menunjukkan bahwa  pada budidaya secara polikultur yaitu kepiting dengan bandeng, benih kepiting dengan berat antara 20-50 ditebar dengan perbandingan 1000. hingga 2000 ekor/hektar tambak dan ikan bandeng dengan berat 2-5 g ditebar dengan kepadatan 2000-3000 ekor /ha.
Lain halnya dengan pembudidayaan monokultur yaitu kepiting saja. Lahan tambak seluas satu hektar dapat diisi 5000 hingga 15000 ekor. Kita tinggal saja memilih mana yang akan digunakan budidaya monokultur atau polikultur.

5.     Pemeliharaan
Pada umumnya sependapat bahwa pakan ikan segar lebih baik  ditinjau dari fisik maupun kimiawinya. Pakan segar ini mudah tenggelam dan peluang dimakan lebih besar karena kepiting senang berada di dasar. Berlainan ikan kering tawar dan usus ayam pada waktu diberikan terapung, sehingga kepiting agak lama untuk mengetahuinya adanya pakan. Di samping itu sering karena adanya gerakan air oleh angin dan sebagainya makanan yang terapung tersebut pindah dan mengumpul di satu tempat.

No comments:

Post a Comment