Saturday 10 December 2016

PELUANG USAHA BUDIDAYA KEPITING BAKAU DAN PERMASALAHANNYA

PELUANG USAHA BUDIDAYA KEPITING BAKAU
DAN PERMASALAHANNYA

A.     PELUANG USAHA
Pembudidayaan kepiting bakau relatif lebih mudah jika dibandingkan dengan teknik budidaya udang atau bandeng. Bahkan, teknik budidayanyapun sederhana, sehingga dapat dilaksanakan dengan skala tradisional maupun profesional.
Kemudian, untuk membudidayakan kepiting bakau tidak memerlukan lahan yang luas. Tinggal saja kita memilih teknik pembudidayaan yang sesuai dengan kemampuan kita. Jika kita tidak  mempunyai lahan tambak, kita dapat membudidayakan kepiting bakau dengan keramba apung.
Begitu mudahnya membudidayakan kepiting bakau,  lahan yang diperlukannya pun memanfaatkan alam yang relatif tidak memerlukan biaya sewa atau membeli. Misalnya: saluran tambak, sungai, atau lahan penyangga dekat tambak sepanjang sungai yang terkena pengaruh pasang surut. Dengan demikian, budidaya kepiting bakau ini diharapkan dapat diterapkan oleh kelompok tani yang kekurangan modal.
Berdasarkan data statistik tahun 1988, produksi kepiting bakau baik dari hasil tangkapan di alam maupun hasil budidaya berjumlah 1.157 ton dan diperkirakan dua kali jumlah produksi tahun 1981. Volume ekspor menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu mencapai 1.494 ton pada tahun 1988 dan bila dibandingkan ekspor tahun 1981 hanya sekitar 1.994 ton.
Diperkirakan, perkembangan usaha perdagangan kepiting bakau di masa yang akan datang diharapkan terus meningkat. Hal ini sesuai  dengan berbagai alasan sebagai berikut. 
1.     Adanya peluang pasar ekspor yang terbuka luas; sedikitnya ada 11 negara konsumen yang menerima ekspor kepiting dari Indonesia  (Statistik Indonesia, 1988).
2.     Adanya  potensi lahan yang merupakan habitat atau tempat hidupnya kepiting yang cukup layak serta potensi lahan budidaya yang identik dengan  luasan lahan tambak tradisional dan ketersediaan lahan mangrove sebagai habitat hidupnya  kepiting bakau.
3.     Pengetahuan kita yang semakin bertambah di bidang budidaya kepiting bakau baik dari pengalaman lapang maupun hasil penelitian yang telah dan  sedang dilakukan
4.     Keberhasilan  pembenihan kepiting walaupun tingkat mortalitas masih tinggi tetapi teknologi sudah mulai dikuasai.

Oleh karena itu, perencanaan dan pengembangan budidaya kepiting bakau   sebagai subsektor  perikanan, perlu diperhitungkan  secara rinci. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan kelayakan lingkungan budidaya  serta daya dukungnya, sehingga diharapkan pembangunan perikanan komoditas kepiting bisa berlanjut tanpa merusak lingkungan.



B.     PERMASALAHAN YANG SERING DIHADAPI
Akar permasalahan dari budidaya kepiting bakau ini adalah penanganan yang masih tradisional, sehingga hal ini berdampak pada semua aspek, baik transportasi, pemasaran, pembudidayaan, pengadaan benih, kelestarian sumberdaya kepiting, dan tenaga kerja, serta teknologi.

1.     Transportasi
Karena budidaya kepiting bakau, masih belum menjadi tujuan utama, biasanya pelaksananya adalah orang per orang. Dengan demikian, lahan apapun dimanfaatkan. Akhirnya, mereka kurang memperhatikan sarana transportasi. Hal ini berdampak pada aspek pemasaran dan lainnya.

2.      Pemasaran
Sebenarnya, permasalah pemasaran ini bukan karena tidak adanya peminat kepiting bakau. Permasalahannya hanyalah karena para petani kurang mendapatkan informasi pasar. Kepiting bakau yang sebenarnya memiliki harga jual yang tinggi karena tidak memperoleh informasi pasar, akhirnya dijual dengan harga rendah. Ini mengakibatkan kurangnya semangat para petani untuk membudidayakan kepiting bakau.

3.     Pembudidayaan
Pembudidayaan kepiting bakau belumlah semarak budidaya udang atau bandeng. Oleh karenanya, budidaya kepiting bakau masih ditangani secara tradisional dan belum banyak tersentuh oleh para investor.
Sebenarnya, penangkap kepiting bakau telah ada sejak lama. Namun, pembudidayaan kepiting bakau baru ada beberapa tahun belakangan ini. Itu karena adanya permintaan pasar ekspor. Dengan demikian, penanganannya masih belum dilaksanakan secara profesional. Perhatikan tabel berikut!

Tabel jumlah penangkap, petani budidaya,                               dan pengumpul kepiting 1991.

    Lokasi       Penangkap        Budidaya    Pengumpul

1.    Segara anakan    403    2    19
    (Cilacap)
2.    Bone    298    100    25
3.    Langkat    14    5    ND
4.    Lampung    127    1    10
5.    Tanggerang    ND    2    ND
6.    Kamal    -    -    1

ND = tidak ada data.   

4.     Pengadaan Benih
Walaupun Indonesia kaya akan hutan mangrove yang merupakan habitat kepiting bakau, pengadaan benih untuk budidaya masih menghadapi kendala. Hal ini sangat disadari bahwa memang kita masih belum dapat mengembangbiakan kepiting bakau tersebut, sehingga kita masih mengandalkan perolehan benih dari alam.
Kendalanya adalah untuk membudidayakan kepiting bakau diperlukan benih yang cukup banyak dan mengharapkan ukuran tertentu. Sementara, hasil yang didapat dari para penangkap adalah benih kepiting bakau denganukuran yang bervariasi, sehingga perlu adanya seleksi. Selain itu, penebaran benih yang dilakukan pembudidaya haruslah secara serentak, tetapi benih yang didapat tidak memenuhi.

5.     Kelestarian Sumberdaya Kepiting
Kelestarian sumbedaya kepiting bakau terancam karena banyaknya alat sero yang beroperasi diperairan pantai. Baik disadari atau tidak, ini akan menyebabkan banyaknya kepiting bertelur yang bermigrasi ke laut untuk menetaskan telurnya karena takut tertangkap oleh alat tersebut. Penurunan populasi kepiting di alam, di samping oleh tingkat penangkapan yan gintensip juga di beberapa daerah diduga akibat penggunaan pestisida atau bahan cemaran lainnya.

6.     Tenaga Kerja
Budidaya kepiting bakau yang yang belum dilaksanakan secara profesional menyebabkan tenaga kerja yang ada masih belum memiliki keahlian. Mereka hanya mengandalkan pengalaman yang selama ini mereka lakukan. Peningkatan kemampuan tenaga kerja baru mulai setelah adanya pasar ekspor kepiting bakau. Hal ini karena kepiting bakau hasil budidaya haruslah memenuhi standar mutu.

7.     Teknologi
Kendala utama untuk pengembangan budidaya kepting adalah belum ditemukannya paket teknologi pembenihan yang secara komersial bisa menyediakan benih secara tepat waktu, mutu, jumlah, dan ukuran.

Pengelolan Kepiting Hidup

Pengelolan Kepiting Hidup
Beruntunglah bahwa kepiting bakau mampu bertahan hidup dalam jangka waktu yang cukup lama pada kondisi tanpa air. Hal ini akan memudahkan kita dalam menangani kepiting tersebut setelah dipanen. Dengan demikian, kita dapat mempertahankan kesegaran kepiting tersebut. Tidak seperti hasil laut lainnya seperti ikan dan udang.
Sungguhpun demikian, kita harus melakukan suatu penanganan secara baik agar kondisi kesehatannya dapat dipertahankan, sehingga kepiting bakau sampai kepada konsumen dalam keadaan segar.
Perlu diketahui bahwa sampai saat ini ekspor kepiting masih dilakukan dalam bentuk kepiting segar atau hidup. Untuk itu,  penanganan kepiting selama proses tataniaga perlu mendapat perhatian.
Kepiting bakau memiliki sepasang capit, tiga pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Semua itu merupakan suatu alat gerak  yang cukup kuat sehingga kepiting dapat berenang dengan cepat di dalam air dan dapat berjalan dengan cepat di daratan. Hal ini merupakan kendala dalam penaganan kepiting setelah ditangkap.
Jika kepiting bakau disimpan dalam jumlah yang banyak pada suatu wadah tanpa perlakuan khusus, hal ini dapat menyebabkan terjadinya banyak pergerakan.  Bahkan, mereka akan saling mencapit antara satu dengan yang lainnya.
Akibatnya, perkelahian terjadi. Kepiting yang kuat akan bertahan hidup, sementara yang lemah akan mengalami kematian. Ini merupakan suatu kerugian bagi kita karena kepiting tersebut akan sukar untuk dipasarkan.
Untuk mengatasi peristiwa tersebut, kepiting harus diberikan perlakuan khusus. Setelah penangkapan, kaki dan capit kepiting seharusnya diikat.
Ada beberapa cara pengikatan kepiting yang berhasil dilakukan tanpa merusak kondisinya, yaitu:
(1)     pengikatan keseluruhan kaki jalan dan capit,
(2)    pengikatan capit dengan satu tali, dan 
(3)    pengikatan masing-msing capit dengan tali yang terpisah.

Bahan yang digunakan untuk mengikat kepiting dapat digunakan tali rafiah. Jika terlalu tebal, tali tersebut dapat dibelah menjadi dua atau tiga bagian. Di alam, para petani juga sering mengikat kepiting dengan serat tumbuhan. Bahan itupun cukup berhasil untuk membuat kepiting tidak bergerak.
Pada pengikatan cara pertama sangat baik dilakukan. Hal ini karena kepiting tidak akan mampu sama sekali menggerakkan anggota tubuhnya. Dengan demikian, penanganan selanjutnya sangat mudah dilakukan.
Namun, pengikatan dengan cara kedua dan ketiga masih memungkinkan bagi  kepiting untuk berjalan. Pengikatan itu hanya mampu menghentikan aktivitas kepiting untuk mencapit.
Penanganan selanjutnya adalah berhubungan dengan suhu. Suhu udara yang tinggi dapat menimbulkan kekeringan pada kepiting sehingga menurunkan berat badannya. Sementara, dalam penjualan kepiting, harga ditentukan oleh berat badannya. Kekeringanpun akan menimbulkan kematian pada kepiting. Dengan demikian, kita akan mengalami kerugian.
Untuk memperanjang masa penyimpanan dan transportasi kepiting hidup, faktor suhu dan kelembapan perlu diperhatikan. Para petani tradisional, untuk menjaga kelembapan dan suhu, tidak lain adalah dengan pencelupan dan pemberian selimut yang basah pada tubuh kepiting tersebut. Mereka dapat menggunakan karung goni yang dibasahi.Pencelupan kepiting ke dalam air dilakukan setidaknya satu kali dalam sehari. Selain untuk menjaga kelembapan, pencelupan bermanfaat untuk membersihkan kepiting dari kotoran. Setelah itu, kepiting dapat ditumpuk kembali kedalam wadah yang berisi kain lembab. Dengan demikian, kepiting akan mampu bertahan hidup selama beberapa hari. Dengan cara ini pula, angka kematian  dapat diturunkan hingga 20%.
Namun, jika kita memiliki fasilitas pendingin, penyimpanan kepiting dapat dilakukan pada suhu 200C dengan kelembaban 95%. Pada kodisi ini kepiting dapat bertahan hidup sampai 6 hari.













Kepiting yang telah diikat dan ditata rapi siap dipasarkan.

Budidaya kepiting bakau bertelur dengan Keramba Apung

Budidaya kepiting bakau bertelur dengan Keramba Apung
Budidaya Kepiting Bakau Bertelur dilakukan untuk meningkatkan mutu kepiting betina tidak bertelur atau bertelur belum penuh menjadi bertelur penuh melalui pemeliharaan secara intensif.
Tentu saja, perbaikan mutu kepiting bakau bertelur tersebut bertujuan memberikan nilai tambah kepiting tersebut. Dengan demikian,  diharapkan pendapatan para nelayan atau petani jadi meningkat.
Perlu diketahui bahwa harga kepiting betina bertelur penuh bisa 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kepiting yang tidak bertelur atau bertelur belum penuh untuk ukuran yang sama.
Adapun langkah-langkah pembudidayaan kepiting bakau bertelur dengan  menggunakan keramba apung adalah sebagai berikut.

1.     Persyaratan Lahan Budidaya
Untuk membudidayakan kepiting bakau bertelur dalam keramba apung ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan. Lahan yang cocok digunakan adalah saluran pembagi air, tambak, dan lokasi di pingiran sungai. Namun, lahan tersebut harus mampu menyediakan air yang cukup dan memiliki mutu yang baik, sesuai dengan syarat hidup kepiting bakau dan tidak tercemar. Selain itu lokasi lahan harus terlindung dari terik matahari, tidak ramai oleh kegiatan manusia, dan terlindung dari arus air yang deras.

2.     Cara Membuat Keramba Apung
Keramba apung dibuat dari bahan bambu yang dibelah selebar 2 cm. Kemudian, bilah-bilah bambu tersebut dianyam seperti membuat kere. Lalu, setelah dianyam segi empat, dibuatlah kotak. Ukuran kotak  tersebut kira-kira 1x 2 m. Pada bagian dalamnya dibagi menjadi beberapa ruangan. Pembagian ruangan dapat dilakukan dengan menggunakan sikat dari bambu. Kemudian, keramba apung dilengkapi  dengan pelampung dengan gelondongan bambu pada bagian kiri dan kanan keramba tersebut.  Pada kedua sisi  panjang yang berlawanan. Perhatikan gambar berikut!


















Gambar 3.6. Keramba Apung.

Oleh karena itu keramba apung berukuran kecil untuk skala rumah tangga misalnya 2x1 m, 3x2 m dst. Penempatan keramba apung ini dapat dilakukan di tiap genangan air yang mempunyai  pergantian air secara cukup seperti di saluran, tepi sungai dekat rumah tinggal dan semacamnya. Walaupun usaha ini skala kecil namun tingkat kelulusan hidupnya bisa mencapai 100% karena kepiting ditempatkan secara terpisah satu sama lain.
Proses produksi kepiting bertelur paling lama berlangsung sekitar 5 –14 hari tergantung ukuran awal yang ditebar. Kepiting betina BS  yang dijual di pasaran biasanya sebahagian besar telah menagndung telur sedikit, sehingga proses pematangannya akan lebih singkat yakni antara 5-14 hari.

3.     Persiapan dan Penyimpanan Benih
Tentunya, budidaya kepiting bakau bertelur menggunakan bibit dengan jenis kelamin betina. Lalu, bagaimana cara membedakan antara kepiting bakau jantan dan kepiting bakau betina?
Untuk membedakan mana yang merupakan kepiting bakau  jantan dan mana yang merupakan kepiting bakau betina tidaklah sukar. Perhatikan perbedaan antara kepiting bakau jantan dan kepiting bakau betina pada gambar berikut ini!
















Gambar 3.7. Seleksi jenis kelamin, kiri (betina) kana (jantan)

Dari gambar di atas tampak bahwa perbedaan yang mendasar antara kepiting jantan dan kepiting betina adalah pada bagian perutnya. Perut pada kepiting betina tampak lebih lebar jika dibandingkan dengan kepiting jantan. Hal ini karena perut kepiting betina akan membesar jika telah matang telur.
Ukuran kepiting yang akan dibudidayakan untuk produksi kepiting bertelur disarankan berukuran > 150 gram. Kepiting tersebut tidak bertelur atau belum bertelur penuh.
Bibit kepiting tersebut bisa berasal dari hasil pembesaran, dari hasil tangkapan, atau membeli dari penjual bibit.

4.     Penebaran
Penebaran benih yang akan dibudidayakan ke dalam keramba apung haruslah dilaksanakan secara serentak. Seekor kepiting menempati sebuah ruangan yang telah di sekat-sekat dalam keramba. Hal ini bertujuan untuk menghindari perkelahian di antara kepiting, sesuai dengan sifat-sifat kepiting bakau tersebut.

5.     Pemeliharaan
Dengan ukuran benih tadi, pemeliharaan akan memakan waktu selama lebih kurang tiga minggu. Hal ini bergantung pada tingkat kematangan telur. Proses pematangan telur dapat pula dilakukan secara buatan, yaitu dengan cara memotong salah satu tangkai mata kepiting bakau.
Berbagai alternatif pakan yang diberikan oleh petani, antara lain: ikan rucah segar, ikan kering tawar, usus ayam, kulit sapi/kulit kambing, bekicot, keong sawah, dan lain-lain. Adapun banyaknya makanan yang diberikan adalah 5 hingga 10% dari berat badan kepiting tersebut.
Diduga pada kepiting muda kemauan makan lebih baik karena pada periode ini kepiting masih tumbuh cepat dan sering mengalami ganti kulit dibanding kepiting dewasa. Semakin padat/besar kandungan telur dalam tubuhnya, semakin malas kepiting makan. Puncaknya setelah telur keluar sepertinya kepiting itu berpuasa. Hal ini juga didukung oleh  kenyataan bahwa kepiting yang bertelur penuh dan siap memijah hampir tidak pernah tertangkap olah alat tangkap dengan menggunakan umpan baik alat wadong maupun rakkang.

6.     Pemanenan
Pemanenan siap dilakukan jika kepiting bakau telah matang telur dan memenuhi persyaratan ekspor (kondisi bertelur penuh). Bagaiman ciri-ciri kepiting bakau yang telah bertelur penuh. Perhatikan gambar berikut!

Pembesaran kepiting bakau di tambak

Pembesaran kepiting bakau di tambak
1.     Persyaratan Lahan Budidaya
Telah kita ketahui bahwa kepiting bakau adalah sejenis kepiting yang dapat hidup di air payau. Dengan demikian, kepiting ini dapat  dibudidayakan di tambak. Itupun, tambak harus dekat pesisir pantai. Hal ini karena tambak membutuhkan air laut yang bercampur air tawar.
Indonesia sebagai negara kepulauan tidak akan kesulitan untuk menyediakan lahan yang cocok untuk tambak kepiting bakau. Ada lebih kurang 250.000 ha tambak (1987) yang telah diusahakan untuk memelihara kepiting bakau.
Menurut perhitungan survai kerjasama antara Dirjen dengan pusat penelitian perikanan (1985) luas lahan dataran pantai yang potensial untuk dibuat tambak, khususnya yang terdiri dari hutan bakau ada lebih kurang 4,3 juta ha. Namun, tidak semua hutan bakau itu boleh dibuka untuk lahan tambak. Hal ini guna menjaga keseimbangan ekosistem. Untuk itu, perlu dicadangkan sekitar 10-20 %.
Selain itu, hutan bakau perlu dijaga karena di sekitar itu adalah tempat untuk kehidupan lebih berbagai jenis udang, kepiting, ikan, kerang-kerangan, dll. Bayangkan bila hutan bakau musnah, tentulah kehidupan flora dan fauna yang dibutuhkan manusia akan musnah pula.
Potensi lahan untuk pertahanan udang windu tersebar di seluruh Indonesia. Beberapa wilayah di antaranya yang telah diteliti Direktorat Jenderal Perikanan, disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel penyebaran potensi lahan pertambakan Indonesia
        Luas Hutan        Potensi Lahan (Ha)    Tambak
    Propinsi    Bakau (Ha)            yang ada
            10%    20%    (ha)

    Jumlah    4.290.292    420.000    840.000    212.695

    Sumatera    689.616    67.000    134.000    27.125
        DI. Aceh    54.335    5.000    10.000    26.012
        Sumatera Utara    60.000    6.000    12.000    885
        Sumatera Barat    12.125    1.000    2.000    3
        Riau    276.000    27.000    54.000    60
        Jambi    68.000    6.000    12.000    -
        Sumatera Selatan    198.000    19.000    38.000    -
        Bengkulu    10.156x)    1.000    2.000    -
        Lampung    17.000    2.000    4.000    165


    Jawa    49.935    4.800    9.600    114.503
        DKI. Jakarta    95    -    -    1.163
        Jawa Barat    28.513    2.800    5.600    40.257
        Jawa Tengah    13.577    1.300    2.600    23.166
        DI. Yogyakarta    BD    -    -    -
        Jawa Timur    7.775    700    1.400    49.917
   
    Bali-NT-Timor    7.458    500    1.000    3.160
        Bali    1.950    100    200    304
        NTB    3.678    300    600    2.558
        NTT    1.830    100    200    298
        Timor Timur    BD    -    -    -

    Kalimantan    383.450    37.000    74.000    1.598
        Kalimantan Barat    40.000    4.000    8.000    -
        Kalimantan Tengah    10.000    1.000    2.000    -
        Kalimantan Selatan    66.650    6.000    12.000    414
        Kalimantan Timus    266.800    26.000    52.00    1.184

    Sulawesi    116.833    10.700    21.400    66.298
        Sulawesi Utara    4.883    500    1.000    193
        Sulawesi Tengah    17.000X)    1.700    3.400    486
        Sulawesi Selatan    66.000    6.000    12.000    63.787
        Sulawesi Tenggara    29.000    2.500    5.000    1.832

    Maluku-Irian Jaya    3.043.000    300.000    600.000    11
        Maluku    100.000    10.000    20.000    -
        Irian Jaya    1.943.000    290.000    580.000    11

    Keterangan :     BD    =     Belum ada data
            X)     =         Data dari Dinas Perikanan Propinsi   
           
Lahan tambak untuk budidaya kepiting yang umumnya dilakukan oleh petani dan memberikan hasil yang baik  adalah tambak yang memiliki kedalaman antara 0,8 – 1 m.  Lahan tersebut terletak pada daerah sekitar muara sungai dengan kisaran salinitas antara 15 – 30 ppt. Kandungan tanah tambak berlumpur dengan tekstur liat berpasir (sandy clay) atau lempung berliat (silty loam) dengan perbedaan pasang surut antara 1,5 – 2  dinilai cukup baik.
Demikian pula tambak yang biasanya digunakan untuk budidaya udang dan bandeng. Tambak tersebut juga dapat digunakan untuk pemeliharaan kepiting bakau khususnya tambak tradisional.
Untuk pembesaran pada skala kecil misalnya 0,25 – 0,5 hektar, kita dapat memanfaatkan lahan marginal yang belum layak untuk budidaya udang  atau bandeng, tetapi bisa dimanfaatkan untuk budidaya kepiting. Akan tetapi, keliling tambak harus dipasang pagar anyaman bambu. Dengan demikian, kepiting tidak akan kabur. Kita tahu bahwa kepiting memiliki capit-capit yang kuat untuk membuat lubang.



















Gambar 3.1. Tambak yang diberi anyaman bambu pada kelilingnya

Dalam pemilihan lokasi yang layak faktor utama yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
(a)     adanya sumber air yang memunuhi syarat mutu dan jumlah terhindar dari sumber pencemaran,
(b)     merupakan fishing ground kepiting bakau, tersedia pakan secara cukup dan kontinu
(c)     terdapat sarana dan prasarana produksi dan pemasaran yang memadai
(d)     ketersediaan tenaga tekhis yang terampil dan memiliki dedikasi kerja yang baik
(e)     dan lain lain pertimbangan yang menunjang keberhasilan dan kelancaran produksi.

2.     Tata Letak, Desain, dan Konstruksi Tambak
Tata letak (lay out), desain, dan konstruksi tambak harus dirancang sedemikiian rupa. Dengan cara demikian akan memungkinkan perolehan air yang cukup untuk kebutuhan kehidupan kepiting bakau secara optimal, memudahkan dalam pengelolaannya, dan pembangunannya dapat dilaksanakan dengan konstruksi yang memenuhi syarat dan hemat biaya. Penentuan tata letak, desain, dan konstruksi tambak tidak ada ketentuan yang standar, melainkan disesuaikan dengan keadaan lahan dan sumber pengairan.

a.     Tata letak
Tata letak pertambakan dalam suatu hamparan, hendaknya disesuaikan dengan posisi hamparan lahan terhadap sumber pengairannya, yaitu laut dan  atau sungai. Perhatikan gambar tata letak unit tambak yang disesuaikan dengan sumber pengairan.






















Gambar. 3.2. Tata letak unit tambak 

Gambar di atas merupakan tata letak suatu unit tambak yang dianjurkan oleh Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1975-1978, pada proyek intensifikasi tambak. Komponennya lengkap, yaitu petak pendederan 2 buah, petak penggelondongan 2 buah, petak pembesaran 2 buah. Pada waktu itu penggunaanya untuk polikultur bandeng dan udang. Kini, kita dapat mencampurnya dengan kepiting bakau.

Dalam menentukan tataletak tambak, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.     Petak-petak pertambakan minimum harus 50 m dari garis pantai. Dalam jarak lebar 50 m itu hendaknya dipelihara/dilestarikan jalur hijau yang bisa berupa tumbuhan pohon api-api atau bakau. Jalur hijau ini gunanya untuk melindungi pantai dari kerusakan oleh pukulan ombak yang keras dari laut.
2.     Unit tambak harus minimum berjarak 15 m dari tepi sungai dan terpelihara sebagai jalur hijau juga untuk mencegah longsor.
3.     Saluran pemasok air hendaknya terpisah dengan saluran pembuangan.
4.     Saluran hendaknya tidak memotong tegak lurus terhadap kontur lahan. Ini untuk mencegah penggerusan dasar dan supaya gerakan air tidak terhambat.
5.     Pembuatan saluran-saluran harus mengingat kepentingan atau tidak mengganggu kepentingan perolehan air bagi pertambakan (milik orang lain) di sekitarnya.

Ketentuan mengenai jarak tambak dari garis pantai harus dipatuhi. Itu merupakan peraturan pemerintah pusat dan daerah mengenai hutan bakau. Hutan bakau menjadi wewenang Departemen Kehutanan untuk mengatur pengunaannya. Wilayah hutan lindung, tidak boleh sama sekali dijadikan pertambakan. Penggunaan hutan bakau harus memperoleh izin dari pemerintah daerah yang berupa Hak Guna Usaha.

b.     Desain dan Konstruksi Tambak
Tambak merupakan modal dasar dalam usaha beternak Kepiting bakau. Tambak yang baik dan memenuhi persyaratan teknis akan mampu mendukung peningkatan produksi dan kelestarian usaha. Hal ini mengingat tambak merupakan tumpuan kehidupan petani tambak hari ni sampai yang akan datang.
Mengingat tambak merupakan tumpuan bagi peternak kepiting bakau, proses perencanaan, pembuatan dan pemeliharaan konstruksi tambak memerlukan ketelitian dan kecermatan yang sesuai dengan teknik yang dianjurkan. Untuk membuat konstruksi tambak yang baik memang memerlukan modal yang tidak sedikit, yang dalam hal ini hanya mampu dilaksanakan oleh patani yang bermodal besar, sedangkan untuk petani kecil tidak mungkin karena terbatasnya modal.
Meskipun demikian, petani kecil (usaha pertambakan rumah tangga) tidak perlu berkecil hati karena pembuatan tambak dapat dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan dana dan prasana yang tersedia.
Bentuk tambak dapat disesuaikan bergantung pada keadaan areal dan keinginan kita. Namun, pada umumnya bentuk tambak persegi panjang atau bujur sangkar. Sisi panjangnya sebaiknya maksimum160 m supaya pemasukan air dari suatu sisi ke sisi lainnya, bisa menimbulkan arus yang masih cukup kuat. Lebar petakan (sisi pendek) sebaiknya seragam agar memudahkan dalam pemanenan. Harus menjadi pertimbangan pula arah angin yang bertiup secara mencolok (dominan di lokasi tersebut. Sisi panjang petakan hendaknya tegak lurus terhadap arah angin. Hal ini bertujuan agar angin yang bertiup tidak menimbulkan gelombang pada air terlalu kuat. Bila sisi panjang petakan sejajar arah angin, gelombang air dalam petakan menjadi cukup kuat, sehingga merusakkan tanggul (erosi).









Gambar 3.3 Bentuk petak tambak dan arah angin.
Luas tiap petakan untuk tambak semi intensif 1 ha sampai 3 ha. Untuk tambak intensif 0,2 ha sampai 0,5 ha perpetak. Makin kecil petakan main mudah dalam mengelola airnya.
Tambak yang tanggul dan dasarnya dari tanah umumnya luasnya tidak lebih sempit dari 0,5 ha. Bila tanggul dari beton/semen luasnya dapat dibuat 0,1 ha perpetakan. Apakah dasar tanggul cukup dari tanah ataukah harus dari beton? Hal itu bergantung pada sifat tanah. Tanah yang tidak mudah merembeskan air, yaitu tanah liat sampai liat sedikit berpasir, tidak perlu dibeton, sebab pembuatan beton sangat mahal.
















Gambar 3.4 Tambak tanpa beton yang dikelola secara intensif

Pada kondisi mutu air  rendah, ketersediaan makanan tidak mencukupi dan kondisi biologis kepiting mencapai matang telur untuk migrasi ke arah laut diduga merupakan salah satu faktor kepiting berusaha meloloskan diri dari tempat pemeliharaan. Keberhasilan kepiting meloloskan diri dari pemeliharaan karena kepiting menggali lubang lewat pinggir pematang atau pintu air.Untuk menghindari hal tersebut,  konstruksi  pematang  dan pintu air perlu mendapat perhatian. Untuk mengurangi kemungkinan hilangnya  kepiting karena keluar dari tambak, dilakukan pemagaran baik dengan kere bambu maupun waring.
Berdasarkan hasil pengamatan kepiting bisa lolos dengan memanjat pada waring. Hal ini disebabkan waring memiliki lubang-lubang yang mudah sebagai pegangan bagi kaki renang kepiting. Konstruksi pagar yang terbuat dari bambu, dengan cara pemasangan bagian yang halus menghadap petak tambak sulit bagi  kepiting untuk lolos dengan cara memanjat.















Gambar 3.5. Tambak dengan kontstruksi pagar yang terbuat dari bambu.

Pada tambak pembesaran tradisional dengan kepadatan rendah (0,5 – 1 /m2) pada umumnya petani tidak menggunakan pagar keliling. Mereka  berpendapat selama kondisi air baik dan makanan cukup kepiting tidak akan keluar. Pemagaran keliling untuk  pola tradisioanal jarang dilakukan karena disamping kepadatan rendah,  juga luas petakan berkisar antara 2-8  hektar sehingga dinilai tidak ekonomis.
Oleh karena itu, untuk usaha budidaya pembesaran dengan sistem penebaran 1 –2 ekor/m2 mereka menggunakan waring untuk pagar keliling. Walaupun petani mengetahui bahwa kepiting dapat memanjat waring, dengan pemberian pakan yang cukup mereka percaya bahwa kepiting tidak akan meloloskan diri. Keuntungan pagar keliling dengan waring, antara lain mudah dan cepat pemasangannya, serta memiliki daya tahan atau umur ekonomis yang cukup baik.
Bagi pematang  yang cukup kokoh dengan lebar antara               2–4 m, pemasangan pagar dilakukan di atas pematang bagian pinggir dengan ketinggian cukup 60 cm. Akan tetapi, bila tanpa pematang atau pematang tidak cukup kuat/tebal pemasangan dilakukan pada kaki dasar pematang dengan tinggi minimal 1 meter, dimana sekitar 30 cm ditanam ke dasar untuk menghindari kepiting lolos. Tinggi pagar bambu akan bergantung pula pada keadaan kondisi tanah, kedalaman lumpur, dan tinggi air.

3.     Persiapan dan Penyimpanan Benih
a.     Sumber benih
Hingga saat ini, kita belum dapat mengembangbiakkan kepiting bakau. Hal ini  karena perkembangbiakan yang diuji coba masih sering mengalami kegagalan. Oleh karena itu, benih kepiting untuk dibudidayakan masih diperoleh dari alam. Dengan demikian, kita harus menjaga keseimbangan alam agar senantiasa  kita memperoleh benih-benih untuk dibudidayakan.
Bayangkan bagaimana jika hutan mangrove yang kita miliki di seluruh pantai Indonesia terganggu oleh manusia karena pembukaan lahan untuk tambak? Tentunya, berbagai makhluk memanfaatkan hutan itu untuk berkembangbiak kehilangan tempatnya. Beberapa di antaranya berbagai jenis udang, ikan, dan kepiting. Yang rugi adalah kita sendiri. Kita akan mengalami kesulitan untuk memperoleh benih.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kepiting bakau memijah sepanjang tahun, sehingga benih dapat diperoleh setiap waktu. Namun, bayangkan bila kita telah sulit untuk memperoleh benih dari alam. Tentunya, kepiting bakau akan sulit didapat. Akibatnya, harga kepiting bakau akan melonjak naik.
 Biasanya, benih kepiting diperoleh dari muara sungai. Untuk mendapatkan benih tersebut, para petani biasanya menggunakan alat tangkap. Alat-alat tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk usaha budidaya dari hasil tangkapan langsung dilakukan seleksi ukuran yang ditebar dalam petak pembesaran, petak penggemukan, petak produksi kepiting bertelur dan atau dijual langsung bagi yang telah memenuhi persyaratan pasar lokal maupun ekspor.

1)    Seser
Seser adalah salah satu alat penangkapan benih kepiting, ikan atau udang di perairan dangkal. Alat ini mirip serok, tetapi pada umumnya dilengkapi dengan tangkai untuk alat pegangannya. Seser berupa saringan yang terbuat dari bahan kain atau nilon dengan rangka dari kayu, bambu, besi, atau bahan lain. Bentuknya bermacam-macam, antara lain: bulat, lonjong, persegi, dll. Ukurannya biasanya kecil karena alat ini dipakai secara normal.

2)    Serok
Serok adalah alat penangkap kepiting, ikan, dan udang di perairan dangkal. Serok terbuat dari bambu yang di anyam dan diberi rangka. Alat ini dipakai secara manual. Bentuknya dapat bulat dan lonjong. Ukuran serok dan mata jaringnya disesuaikan dengan ukuran dan jenis ikan yang ditangkap.

b.     Penanganan dan pengangkutan benih
Benih yang diperoleh dari alam tentunya memiliki ukuran yang berbeda. Oleh karena itu, kita perlu melakukan pengelompokan.
Adapun ukuran-ukuran benih yang mungkin diperoleh adalah antara 5 hingga 50 gram. Adapun cara penanganan dan pengangkutannya masing-masing dikelompokkan sebagai berikut.

1)    Benih berukuran 5 – 25 g
Benih kepiting berukuran berat 5-25 g  biasanya belum  diikat. Oleh karena itu,  penanganannya agak sulit. Bibit akan mudah mengalami kerusakan. Faktor-faktor penyebabnya adalah karena perkelahian dan mungkin perlakukan yang tidak hati-hati. Kita ketahui bahwa kaki-kaki benih di usia seperti itu sangat lemah dan  mudah patah/lepas.
Benih seperti ini dapat ditampung atau diangkut dengan menggunakan keranjang  bambu yang berlubang kecil.  Atau, kita dapat menggunakan wadah plastik yang dilengkapi dengan penutup. Lalu, ke dalam keranjang tersebut dimasukan daun dan ranting bakau yang berfungsi sebagai pemisah. Sebuah keranjang berukuran 40 x 30 x 35 cm dapat diisi 300-500 ekor benih. Apabila penampungan/pengangkutan dilakukan lebih dari satu hari, maka kepiting perlu dibasahi atau dicelup ke dalam air payau selama kurang lebih lima menit, sekali setiap hari.

2)     Benih berukuran 26 – 50 g
Benih berukuran berat 26 – 50 g dapat diperoleh dari penangkap atau pengumpul yang biasanya tersedia dalam keadaan terikat, sehingga penanganannya cukup mudah. Seleksi benih dapat dilakukan dengan mudah baik kesehatan maupun jenisnya. Penampungan/pengangkutan dapat dilakukan dengan menggunakan keranjang bambu atau wadah plastik berukuran 45 x 35 x 35  cm dengan kepadatan 300-400 ekor/keranjang. Kepiting disusun rapi (tidak terbalik) di dalam keranjang dan dilakukan perendaman selama kurang lebih setiap 5 menit sekali, terutama apabila penampungan/pengangkutan dilakukan lebih dari satu hari.
Apabila didapatkan kepiting yang mati pada saat pencelupan, harus segera dibuang untuk menghindari pembusukan yang mempengaruhi kesehatan kepiting yang lain.
Benih kepiting yang diperlakukan seperti di atas dapat bertahan hingga satu minggu tanpa pemberian pakan. Namun, alangkah baiknya, jika penebaran ke dalam petak pembesaran dilakukan segera setelah penangkapan. Dengan demikian, tingkat kematian benih dapat diturunkan.
Di sinilah lokasi tambak berperan. Lokasi tambak akan sangat baik jika letaknya tidak jauh dari sumber pencarian benih.
Lokasi tambak yang letaknya tidak jauh dari sumber hidup benih juga sangat bermanfaat untuk mendatangkan benih secara alami. Kita tahu bahwa pada umumnya kepiting mencari makan pada saat air pasang. Tentunya, mereka akan sampai ke tambak pembesaran. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh kita untuk menangkap benih tersebut yaitu dengan menggunakan alat baited traps. 

4.     Penebaran
Menurut penelitian para ahli dengan mengamati petani menunjukkan bahwa  pada budidaya secara polikultur yaitu kepiting dengan bandeng, benih kepiting dengan berat antara 20-50 ditebar dengan perbandingan 1000. hingga 2000 ekor/hektar tambak dan ikan bandeng dengan berat 2-5 g ditebar dengan kepadatan 2000-3000 ekor /ha.
Lain halnya dengan pembudidayaan monokultur yaitu kepiting saja. Lahan tambak seluas satu hektar dapat diisi 5000 hingga 15000 ekor. Kita tinggal saja memilih mana yang akan digunakan budidaya monokultur atau polikultur.

5.     Pemeliharaan
Pada umumnya sependapat bahwa pakan ikan segar lebih baik  ditinjau dari fisik maupun kimiawinya. Pakan segar ini mudah tenggelam dan peluang dimakan lebih besar karena kepiting senang berada di dasar. Berlainan ikan kering tawar dan usus ayam pada waktu diberikan terapung, sehingga kepiting agak lama untuk mengetahuinya adanya pakan. Di samping itu sering karena adanya gerakan air oleh angin dan sebagainya makanan yang terapung tersebut pindah dan mengumpul di satu tempat.

Sifat dan tingkah laku Kepiting Bakau

Sifat dan tingkah laku Kepiting Bakau
Agar dicapai suatu keberhasilan dalam suatu kegiatan budidaya, kita perlu mengetahui sifat-sifat dan tingkah laku kepiting. Hal itu dilakukan untuk memberikan kenyamanan pada kepiting bakau di tempat yang kita sediakan. Dengan demikian, tingkat kematiannya dapat diturunkan. Kemudian,  perkembangannya akan berjalan secara pesat.
 Adapun sifat dan tingkah laku kepiting bakau tersebut adalah sebagai berikut.

1.     Gemar Berendam di dalam Lumpur, Membuat Lubang, dan Memanjat.
Hal ini sangatlah wajar karena kepiting memiliki capit-capit yang kuat untuk membuat lubang, dan kaki-kaki yang kuat dan tajam untuk memanjat. Kebiasaan ini perlu kita waspadai. Jika tidak, kepiting akan kabur dari media yang kita gunakan. Oleh karena itu, desain dan konstruksi wadah pemeliharaan perlu diperhitungkan agar kepiting tidak dapat melarikan diri.

2.     Kanibalisme dan Saling Menyerang
Sifat kepiting yang mencolok, yaitu sifat kanibalisme dan saling menyerang.  Sifat ini sangat merugikan pengusaha budidaya kepiting karena akan terjadi tingkat kematian yang tinggi. Lalu, tindakan apakah yang perlu kita lakukan untuk menghadapi kondisi tersebut.
3.     Ekdisis Atau Ganti Kulit
Seperti halnya crustacea yang lain, proses pertumbuhan kepiting berkaitan erat dengan proses ekdisis. Rangka luar yang telah menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan, karena bersifat tidak elastis.
Oleh karena itu, untuk tumbuh, kepiting harus menanggalkan kulit tuanya  dan membuat kulit baru yang lebih besar.
Berdasarkan hasil pengamatan, kepiting mengalami ganti kulit selama 18 kali dari stadia instar hingga dewasa. Hasil pengamatan kepiting yang mengalami ganti kulit bisa mati karena tidak berhasil melepaskan diri secara sempurna dari kulit yang tua (bagian karapas, atau kaki capit). Karena proses  ganti kulit ini memerlukan energi dan gerakan yang cukup kuat, maka bagi kepiting dewasa yang mengalami pergantian kulit perlu tempat yang cukup.
Pengamatan di keramba terapung yang terdiri dari kotak-kotak ukuran 20 x 20 cm sering dijumpai kepiting yang mengalami kegagalan ganti kulit dan mati. Hal ini diperkirakan karena gerakan waktu ganti kulit tergangggu oleh sempitnya ruang yang tersedia.
Frekuensi ganti kulit bervariasi dipengaruhi oleh ukuran dan stadia kepiting. Secara umum, frekuensi ganti kulit lebih sering terjadi pada saat stadia awal dibanding dengan stadia dewasa. Dengan demikian, kecepatan tumbuh kepiting terjadi pada saat kepiting muda.

4.     Sensitif Terhadap Bahan Cemaran
Saat membudidayakan kepiting bakau di keramba apung, mungkin saja kematian masal terjadi. Hal ini terjadi mungkin karena penurunan mutu lingkungan/air. Kepiting tidak dapat menghidari diri karena terkurung di dalam  ruangan keramba itu.
Penurunan mutu air  mungkin terjadi karena kelebihan sisa  pakan yang akhirnya membusuk. Namun, mungkin pula karena bahan cemaran lainnya. Saat itu, kondisi kepiting akan menjadi lemah dan tidak berdaya. Ia akan diam saja jika disentuh. Bahkan, ia pun tidak mau makan. Jika hal ini dibiarkan begitu saja kepiting akan mati.
Namun, kita masih bisa menyelamatkan kondisi itu. Langkah-langkah yang  perlu kita lakukan adalah segera memindahkan kepiting ke dalam tempat yang berisi air bersih. Kemudian, bersihkan keramba tersebut. Jika keramba telah bersih kembali dapat ditempatkan kembali ke perairan dan kepiting dapat dimasukkan kembali ke dalam keramba. Lambat laun, kepiting akan segar kembali.
Pemeliharaan kepiting dalam keramba apung yang ditempatkan di bak pemeliharaan ikan kakap. Suatu saat terjadi kematian masal baik ikan kakapnya maupun kepitingnya. Hal ini disebabkan  pemberian pakan ikan kakap yang berupa ikan rucah terlalu banyak dan berlebih yang akhirnya terjadi pembusukan selama satu malam secara hebat sehingga keduanya mati. Setelah dilakukan pembersihan dengan segera untuk pemeriksaan mutu air ternyata bau busuk terasa sekali pada kolam air bagian dasar  bau amoniak sangat mencolok diduga sebagai penyebab kematian.

Jenis Kepiting Bakau

jenis Kepiting Bakau
Sedikitnya, ada tiga jenis kepiting bakau (Genus: Scylla) bernilai ekonomis, yaitu: (1) Scylla serrata, (2) Scylla oceanica, (3) Scylla transquebarica. Secara morfologi, ketiga jenis kepiting bakau tersebut dapat dibedakan dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Scyla serrata adalah jenis kepiting bakau yang berwarna keabu-abuan sampai hijau kemerah-merahan. Scylla oceanica adalah kepiting bakau yang berwarna kehijauan. Pada hampir seluruh bagian tubuhnya, kecuali bagian perut, terdapat garis-garis berwarna coklat. Scyla transquebarica adalah jenis kepiting bakau yang berwarna kehijauan hingga kehitam-hitaman. Pada kaki renangnya terdapat garis-garis berwarna coklat.
Perbedaan yang tampak secara umum, Scylla oceanica dan Scylla Transquebarica memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan S. Serrata pada umur yang sama.
Di pasar-pasar lokal, ketiga jenis kepiting  bakau tersebut sering dijumpai. Ke tiga jenis kepiting tersebut dijual kepada konsumen dengan harga yang tidak berbeda antara jenis yang satu dengan yang lainnya.
Namun, menurut beberapa pedagang perantara, pemasaran antarpulau dan ekspor, Scyla Serrata dihargai lebih tinggi. Bahkan, permintaan kepiting bakar jenis ini lebih besar dibanding permintaan kepiting  jenis lainnya

Ciri-Ciri Kerang Hijau

ciri-ciri kerang hijau
Kerang hijau termasuk dalam golongan binatang lunak yang hidup di laut dan mempunyai cangkang berwarna hijau. Jenis kerang ini banyak terdapat di perairan-perairan dekat muara, biasanya hidup menempel di batu-batu karang, tiang-tiang bagan atau tiang-tiang dermaga di pelabuhan.
Di Indonesia, kerang hijau memijah sepanjang tahun. Tetapi untuk mendapatkan spat, paling banyak dalam bulan-bulan Maret sampai dengan Juli.
Seekor kerang hijau yang telah dewasa menghasilkan telur sebanyak 12 juta telur dan dilepaskan di perairan. Setelah dibuahi , telur-telur tersebut akan menetas menjadi burayak dan hidup melayang-layang di perairan. Setelah kurang lebih dua minggu, burayak tersebut akan mencari substrat untuk menempel dan tumbuh menjadi kerang dewasa. Kecepatan tumbuh kerang hijau antara 0,7 – 1,0 cm per bulan. Setelah berumur 6 – 7 bulan, kerang hijau sudah dapat dipanen.
Di beberapa negara Asia, kerang hijau sudah dibudidayakan oleh masyarakat luas sejak puluhan tahun yang silam. Bahkan, di beberapa negara Eropa sudah diusahakan sejak berabad-abad yang lalu.
Dengan banyaknya negara-negara yang telah mengembangkan usaha budidaya kerang hijau, sudah selayaknyalah usaha ini juga dikembangkan di Indonesia. Di samping untuk meningkatkan produksi perikanan dan penyediaan protein hewani bagi masyarakat luas, juga usaha ini dapat membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan. Khusus bagi nelayan tradisional, budidaya kerang hijau ini merupakan penganekaragaman usaha yang bisa mengisi kekosongan kegiatan dan memberikan pendapatan yang menjamin sepanjang tahun. Hal ini sangat penting, terutama sekali mengingat para nelayan  tradisional pada umumnya tidak dapat menangkap ikan  sepanjang tahun karena adanya hambatan musim dan cuaca.














a.     cangkang  
b.     daging segar      
c.     daging yang telah direbus

Gambar 1. Kerang Hijau

Kerang Hijau mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kadar garam garam dan tumbuh dengan baik pada kadar garam 27 – 35%, suhu perairan 27 – 32 C, pH 6 – 8, kecerahan air 3,5 – 4,0 meter, arus tidak begitu kuat dan biasanya hidup pada kedalaman 1 – 7 meter. Mereka mengambil plankton nabati sebagai makanannya.