Tuesday 23 August 2016

Memilih Ikan Segar dan Cara Pengolahannya

Aneka jenis ikan laut atau tawar banyak tersedia di pasar tradisional atau swalayan. Begitu pula dengan panganan olahan siap saji, harganya pun relatif murah jika diabndingkan dengan harga daging sapi, kambing, atau ayam. Ikan dapat diolah dalam berbagai masakan dengan citarasa dan memiliki ciri khas setiap daerah di Indonesia. Tentu saja jenis ikan dan kesegaran ikan akan mempengaruhi kelezatan mesakan. Misalnya untuk membuat asam manis kakap, pilihlah ikan kakap segar atau kita bisa membeli daging ikan kakap (filet) yang setiap saat dapat diperoleh di pasar swalayan.
Ikan merupakan jenis pangan yang cepat mengalami kemunduran mutu. Penyebab kemunduran mutu produk ikan antara lain: adanya proses enzimatis, biokimia, mikrobiologi, dan fisik. Tentu saja hal itu dapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada ikan, seperti bau busuk, warna pucat, dan tekstur daging lembek atau berair, serta rasa yang tidak gurih dan tidak enak lagi.
Ikan yang sangat peka akan perubahan mutu seperti ikan tongkol, kembung dan hewan laut lainnya karena ikan tersebut memiliki kandungan histamin yang secara alami dapat menyebabkan keracunan. Tetapi kandungan racun dalam ikan tersebut dapat kita temui pada kondisi ikan yang kurang segar mutunya atau busuk. Jika kondisi kerusakan ikan cukup tinggi, berarti makin banyak histamin yang terbentuk pada ikan.
Beberapa tips cara memilih, menyimpan, dan mengawetkan ikan, adalah sebagai berikut.

1.    Memilih Ikan
Untuk mengetahui apakah ikan itu segar atau tidaknya, pertama-tama lihat matanya. Ikan yang segar matanya cembung, putih, jernih, tidak berdarah, tidak rusak atau masih buklat. Sisiknya masih melekat kuat di badan ikan dan warnanya masih mengkilat. Tekstur dagingnya pejal dan lentur dengan warna putih bening. Perut utuh dan lubang anus tertutup, jika ditekan dagingnya tidak lembek. Terakhir, insangnya masih berwarna merah cerah dan sedikit berlendir atau tidak berlendir, serta baunya masih segar dan tidak bau busuk. Biasanya ada ikan yang bau lumpur, tetapi bau lumpur itu bisa dicuci bersih untuk menghilangkan bau lumpur yang melekat pada insang.
   













Gambar 2.1. Memilih ikan segar

















Gambar 2.2. Daging ikan segar

2.    Menyimpan Ikan
Ikan dan hewan laut lainnya mudah rusak dibandingkan ikan air tawar. Bila ingin menyimpan ikan agar tetap segar atau dalam keadaan segar lebih lama. Sebaiknya sebelum disimpan ikan yang sudah dibuang isi perutnya dilap permukaannya dengan kain basah. Kemudian bungkus dengan kertas pembungkus yang permukaannya mengandung lapisan lilin atau plastik untuk makanan. Bungkus rapat dan simpan ikan dibagian paling dingin dalam lemari es dengan suhu sekitar 5 derajat C, ikan bisa bertahan 2-3 hari. Bila ingin menyimpan lebih lama, simpnalah di lemari beku dengan suhu 18 derajat C. ikan berukuran kecil bisa bertahan 2-3 bulan, sedangkan ikan berukuran besar dapat bertahan 1-2 bulan.


















Gambar 2.3. Menyimpan ikan agar tetap segar


3.    Mengawetkan Ikan
Memilih ikan atau hewan laut lainnya yang segar merupakan langkah pertama agar dapat mengkonsumsi ikan dengan aman, nikmat, dan bergizi. Untuk menjaga agar ikan tetap segar, kita harus menyimpannya di lemari pendingin atau lemari es atau freezer. Jangan lupa bersihkan dahulu isi perutnya. Jika disimpan dalam keadaan isi perutnya utuh akan mudah berkembangbiaknya bakteri karena bakteri sangat berperan dalam proses kemudnuran ikan atau hewan laut lainnya. Oleh sebab itu, kita harus mencegah perkembangbiakan atau memusnahkan bakteri tersebut dengan membersihkan tempat berkembangnya.
Beberapa carayang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya perkembangbiakan bakteri pada ikan dan hewan laut lainnya, yakni:
a.    mengurangi kandungan air yang dapat menunjang tumbuhnya bakteri, misalnya dengan cara penggaraman atau pengeringan.
b.    menurunkan suhu, mislanya ikan dibekukan atau didinginkan.
c.    memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, dengan menerapkan disiplin kebersihan, baik di lingkungan rumah sendiri atau lingkungan pekerjaan, misalnya pebrik atau pasar.

Banyak cara untuk mengawetkan ikan atau hewan laut lainnya, antara lain pengasinan atau pembuatan ikan asin, pengasapan atau pembuatan ikan asap, pembuatan abon, pembuatan kerupuk, pembuatan peyek, dan pembuatan abon rebon.

1.    Pembuatan ikan asin
Carapaling mudah untuk mengawetkan ikan secara tradisional, adalah pengasinan atau pembuatan ikan asin. Mayoritas masyarakat pesisir pantai melakukan proses pengasinan dengan ikan hasil tangkapannya. Proses pengasinan tidak banyak membutuhkan bahan-bahan dan pengerjaannya pun tidak sulit. Adapaun carapembuatan ikan asin adalah sebagai berikut.
a)    Isi perut ikan dibuang dan cuci bersih.
b)    Ikan yang sudah bersih, direndam dalam larutan gram berkadar 20-25 persen selama 24 jam.
c)    Ikan yang sudah direndam kemudian dikeringkan atua dijemur hingga kering.
d)    Supaya ikan asin tidak mudha berjamur, simpan di tempat kering dan sering dijemur












Gambar 2.4. Jenis ikan asin


2.     Pembuatan ikan pindang
Pemindangan atau pembuatan ikan pindang adalah proses pengawetan ikan segar. Jenis ikan yang biasa digunakan adalah ikan tongkol, tuna dan sejenisnya, bandeng, kembung, deles, mas dan mujair. Proses pemuatan tidak sulit. Ikan dari berbagai ukuran sebagai bahan utama dan gram ditambah kunit dan asem jawa agar ikan pindang lebih awet, harum, dan sebagai citarasa. Adapun carapengolahannya, adalah sebagai berikut.
a)    Isi perut ikan dibuang dan dicuci bersih.
b)    Ikan yang sudah bersih direndam dalam larutan gram sekitar 5 persen dari berat ikan yang dipindang. Masukkan potongan es dan diamkan sekitar 15 menit. Kemudian ikan diangkat dan cuci lalu tiriskan agar airnya menetes.
c)    Ikan yang sudah ditiriskan disusun dalam besek atau wadah terbuat dari anyaman bambu yang diisi jerami. Lapisan ikan paling atas dibubuhi gram sekitar 25 persen berat ikan dalam besek.
d)    Besek berisi ikan direbus dalam air gram yang diberi bumbu kunyit dan asem jawa. Diamkan sekitar 20-30 menit. Besek berisi ikan harus terendam penuh, jika perlu di atas besek beri pemberat. Angkat dan tiriskan lalu sompan ditempat yang kering. Ikan pindang dapat bertahan lama jika disimpan di lemari es dengan dibungkus rapat.

3.     Pembuatan Ikan Asap
Mengawetkan ikan hasil tangkapan lainnya yang dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai adalah pembuatan ikan asap atau pengasapan. Pengasapan  atau proses penarikan air dengan penyerapan oleh berbagai senyawa kimia pengawetan yang berasal dari asap. Penarikan air ini dilakukan dengan cara penggaraman memakai proses pengasapan. Proses pengasapan ini berdasarkan suhu dan lamanya pengasapan, terdiri dari dua macam pengasapan. Pertama, pengasapan panas adalah pengasapan dengan panas suhu antara 60 sampai 80 C dengan lama pengasapan 3 hingga 4 jam. Sedangkan pengasapan dingin, adalah proses pengasapan dengan suhu sekitar 30-40 C, dengan lama pengasapan 1 hingga 2 minggu.
Sebagai bahan bakar atau sumber asap untuk proses pengasapan sebaiknya memakai kayu atau tempurung kelapa. Sedangkan ikan yang dapat diasap semua jenis ikan dan ukuran besar atau kecil. Adapun cara pengolahan atau pembuatan ikan asap, adalah sebagai berikut.
a.    Bersihkan ikan dengan mengeluarkan isi perutnya dan dicuci bersih.
b.    Ikan yang sudah bersih, rendam dalam larutan garam berkadar 5 persen selama 20 menit. Angkat dan tiriskan.
c.     Ikan yang sudah ditiriskan dan agak kering disusun atau diatur dalam anyaman kawat.
d.    Anyaman kawat yang sudah diisi ikan gantungkan di langit-langit tepat di atas perapian dengan jarak sedang, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat.
e.    Perapian diisi kayu atau tempurung kelapa dan mulai dinyalakan. Usahakan agar nyala api tidak terjadi besar atau sama sekali tidak ada nyala api.
f.    Selama proses pengasapan berlangsung, sesering mungkin ikan-ikan dibalik-balikkan dan dipindah-pindahkan tempatnya agar pengasapan merata.
g.    Proses pengasapan berlangsung antara 3 hingga 4 jam sampai ikan berwarna coklat keemasa, kemudian angkat. Pengasapan dingin berlangsung 1 hingga 2 minggu.
   
4.     Pembuatan Abon Ikan
 Panganan olahan ikan lainnya yang  dapat disimpan dalam waktu cukup lama, adalah abon ikan. Abon ikan memang belum begitu memasyarakat jika dibandingkan dengan produk olahan ikan lainnya. Padahal abon ikan yang berwarna putih pucat ini memiliki citarasa yang cukup tinggi dan tentu saja mengandung nilai gizi ikan cukup tinggi. Pembuatan abon pun tidaklah sulit dan tidak banyak memerlukan bahan baku. Semua jenis ikan dapat dipakai, namun untuk mendapatkan hasil yang maksimal ikan tongkol yang memiliki serat daging tebal dan agak keras lebih cocok untuk dijadikan bahan baku pembuatan abon. Adapun cara pengolahan abon adalah sebagai berikut.
a)    Siapkan daging ikan tanpa kulit dan tulang yang sudah dicuci bersih.
b)     Masukkan bumbu garam, gula putih, dan bawang putih yang sudah dihaluskan. Aduk hingga rata.
c)    Tambahkan santan secukupnya dan masak hingga matang dan kering. Sebaiknya daging ikan biarkan sampai menjadi bubur dan selama proses harus diaduk terus menerus agar tidak gosong.
d)    Masak berulang-ulang hingga benar-benar kering.

5.     Pembuatan Kerupuk
Ikan yang kaya akan sumber protein sangat lezat untuk dibuat kerupuk, seperti kerupuk ikan kakap yang telah memasyarakat. Siapapun pasti menyukai kerupuk dan kita dapat membuat kerupuk sendiri dengan bahan dasarnya ikan atau udang yang ditambah tepung sagu. Bila tertarik ingin mencoba membuat kerupuk ikan, silahkan mengikuti langkah-langkah di bawah ini.
a)    Siapkan daging ikan tanpa tulang dan kulit, cuci bersih dan tiriskan.
b)     Daging ikan yang sudah bersih diblender atau digiling. Untuk mendapatkan bubuh ikan yang benar-benar halus sebaiknya daging ikan yang sudah diblender di tumbuk.
c)    Tambahkan bumbu garam, gula putih, dan soda kue aduk sampai tercampur rata.
d)    Masukkan telur yang sudah dikocok, aduk atau diremas-remas hingga tercampur rata.
e)    Tambahkan tepung sagu sedikit-sedikit hingga menyatu dengan daging ikan atau udang.
f)    Jika adonan sudah lumat, bentuk gulungan panjang lalu bungkus dengan plastik kemudian dikukus hingga matang. Setelah matang, adonan diangkat dan tiriskan.
g)    Adonan yang sudah dingin diiris-iris tipis dan jemur hingga kering. Agar hasil penjemuran merata sebaiknya dibolak-balik. 

6.     Pembuatan Peyek
Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan peyek bisa kita gunakan kacang tanah, udang, atau udang rebon ditambah tepung terigu dicampur tepung kanji, beri garam dan penyedap rasa serta sedikit gula pasir.
Jika kita gunakan ½ kg tepung terigu, tepung kanji yang diperlukan kurang lebih 100 gram. Sedangkan udang rebon yang dimasukkan sekitar 100 gram dan kacang tanah 100 gram diiris halus. Tambahkan santan sekitar 100 ml atau secukupnya. Aduk sedikit-sedikit adonan tepung hingga merata dan agak cair jangan terlalu kental. Masukkan udang rebon setelah dibersihkan dari kotoran yang terbawa.
Goreng adonan dengan cara tempelkan sendok makan berisi adonan pada sisi wajan yang sudah dibasahi minyak panas. Biarkan adonan lepas sindiri ke dalam minyak panas, goreng hingga kecoklatan. Angkat dan tiriskan.
    
7.     Pembuatan Abon Rebon.
Pembuatan abon rebon sangat mudah dan tidak memerlukan banyak bahan. Kita siapkan rebon yang sudah dibersihkan dan ulek atau digiling asal jangan terlalu lembut. Tambahkan gula putih, penyedap rasa, dan irisan cabai merah tanpa biji dan bawang putih. Sangrai hingga matang atau berwarna kekuning-kuningan dan campurkan irisan kentang yang sudah digoreng. Aduk dengan api kecil, angkat dan tiriskan.
 














Cara Pengawetan Ikan dengan Membuat Ikan Asin


Salah satu cara pengawetan ikan adalah dengan cara pengasinan. Atau kita mengenalnya dengan sebutan ikan asin. Dengan cara dibuat ikan asin, ikan akan menjadi tahan lama. Berikut adalah langkah-langkah dalam membuat ikan asin.


a.     Penyiangan
Pada umumnya, ikan berukuran sedang harus disiangi terlebih dahulu. Adapun langkah langkah pembersihan ikan adalah sebagai berikut.

a.     Pembersihan Ikan
Secara berurutan, proses membersihkan ikan berlangsung sebagai berikut.
1)     Letakkan ikan di atas papan kayu yang bersih. Peganglah ikan itu pada bagian kepalanya dengan tangan kiri. Siapkan sikat penggaruk. Dengan menggunakan alat tersebut, kerik sisik ikan dari ekor ke arah kepala. Lakukan penggarukan secara hati-hati agar kulit ikan yang letaknya di bawah sisik tidak rusak.














Gambar Ikan yang sedang dikerik

2)     Setelah pembersihan sisik selesai, cucilah ikan menggunakan air mengalir. Jika air yang demikian tidak ada, tempatkan ikan itu dalam ember yang diisi dengan air bersih. Peganglah ikan dengan tangan kiri. Kemudian, tangan kanan membersihkan semua kotoran dan sisa sisik yang masih tertinggal.













Gambar Ikan dicuci bersih

3)     Setelah dicuci bersih, letakkan ikan tersebut pada papan kayu yang telah dibersihkan. Ikan itu anda letakkan pada sisinya. Dengan pisau yang tajam, buatlah sayatan mengikuti garis tutup (pelindung) insang. Lalukan hal yang sama pada sisi lainnya. Kepala ikan jangan Anda potong.













Gambar sayatan pisau pada pertemuan ujung insang.

4)      Setelah terjadi sayatan, letakkan ujung pisau di bawah insang. Kemudian, insang itu anda potong dan dilepas dari tutup dan kepala ikan. Kepala tetap tidak dipotong.
5)     Langkah selanjutnya, torehlah perut ikan, mulai dari lubang dubur. Torehan itu anda lakukan terus hingga ke kepala ikan. Lakukan penorehan setebal kulitnya. Jangan terlalu dalam agar isi ikan tidak tersayat.
6)     Setelah itu, perut ikan Anda buka. Anda dapat melihat alat-alat pencernaan, isi perut, dan insang. Letakkan jari Anda di bawah insang, tariklah insang itu keluar dan buang. Alat-alat pencernaan dan isi perut berkaitan dengan insang.Jadi, kalau insangnya ditarik ke luar, dengan sendirinya semua isi perut ikan akan terbawa ke luar.












7)     Sepanjang tulang belakang akan mengalir darah. Bersihkan darah itu dengan menggunaakn pisau.
8)     Setelah itu, rongga perut anda bersihkan dengan air dingin bersih.

















B.     PEMBELAHAN
Untuk dapat mengeringkan dengan maksimal berbagai cara perlu dilakukan sehubungan dengan penganan awal terhadap ikan yang akan dikeringkan. Telah kita ketahui bahwa pada daging ikan mengandung air sebesar 80%.
Sementara itu, pengeringan ikan dilakukan dengan penjemuran/pemanasan. Pada ikan kecil pengeringan dapat dengan mudah dilakukan setelah dibersihkan ikan dapat langsung dikeringkan. Suhu panas dapat dengan mudah menguapkan air yang terkandung dalam daging ikan.
Permasalahan akan muncul jika pengeringan dilakukan terhadap ikan yang berukuran besar. Tentunya, akan memakan waktu lama untuk menguapkan kandungan air pada dagingnya. Sementara itu, jika pengeringan berlangsung terlalu lama, proses pembusukan akan segera terjadi.
Untuk itulah perlu dilakukan penanganan pada ikan besar. Caranya dengan membelah ikan tersebut. Pembelahan ikan setidaknya dapat memperlebar permukaan daging ikan sekaligus menipiskannya. Dengan demikian, pada saat dilakukan pengeringan, penguapan akan terjadi dengan cepat. Ikan pun akan mengering dengan cepat.
Banyak cara dilakukan untuk membelah ikan ukuran sedang dan besar. Adapun salah satu caranya adalah sebagai berikut. Setelah dibelah dan dibuang isinya, ikan langsung dibelah pada bagian kepalanya.







BAB VI
PENGGARAMAN

A.    Peranan Garam
Pada dasarnya garam tidak membunuh mikroorganisme (germicidal) dalam konentrasi rendah (1-30%) justru garam membantu pertumbuhan bakteri selain itu terdapat bakteri yang dapat tumbuh pada garam yang berkonsentrasi tinggi, misalnya red ballophlic bacteria yang menyebabkan warna merah pada ikan asin.
Selain mengakibatkan terjadinya proses osmosis dengan sel daging ikan, larutan garam juga menyebabkan proses osmosis pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisi (kadar air dalam sel bakteri berkurang, lama kelamaan bakteri mati).
Faktor kemunian garam sangat berpengaruh terhadap mutu ikan asin. Bila menggunakan garam (NaCl) murni, ikan asin dapat berubah warna yaitu kekuningan dan lunak. Ikan asin ini mudah menyerap air pada waktu direndam dalam air dan bila dimasak rasanya mendekati ikan segar. Namun umumnya garam murni jarang sekali dipakai atau digunakan. Terdapatnya zat-zat lain yang tercampur dalam garam (terutama garam-garam mg, Ca Sulfat, sulfur dan lain-lain), menimbulkan sifat-sifat yang kurang baik pada ikan asin.
Adanya garam magnesium (Mg) dan Calcium (Ca 1%) saja membuat warna ikan berubah menjadi putih keras, rapuh dan pahit rasanya. Selain itu, juga menghambat kecepatan meresapnya garam ke dalam daging ikan asin. Bila hambatan ini terlalu lama, maka segera terjadi proses pembusukan sebelum garam sempat meresap ke dalam daging, karenanya untuk menggarami ikan yang kurang segar hendaknya dipakai garam yang lebih murni supaya meresapnya lebih cepat.
Selain kemurnian garam ukuran kristal (butiran) garam juga mempengaruhi hasil penggaraman, terutama bila cara dry salting. Ukuran kristal garam hendaknya berukuran sedang jangan terlalu halus dan juga jangan terlalu besar, maka pembentukan brine menjadi lambat, sehingga memperlambat peresapan garam ke dalam ikan. Akibatnya ikan sudah busuk sebelum terendam larutan garam. Bila kristalnya terlalu halus pembentukkan larutan garam terjadi telalu cepat dan terlalu cepat pula habis mengalir ke bawah. Hal ini mengakibatkan lapisan ikan bagian atas belum terendam larutan garam sehingga akan membusuk.
    Sebaiknya ukuran garam bergaris 1-5 mm, untuk ikan-ikan kecil, kristal garam yang dipakai lebih halus supaya ikannya tidak rusak dan garam lebih mudah meresap. Disamping sebagai bahan pengawet, garam juga berfungsi sebagai pemberi rasa enak pada ikan asin, bila dimasak atau dimakan.
   
B.    Cara-cara Penggaraman
Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut ini.
1)    Dengan garam kering yang ditaruh dalam wadah atau tempat kedap air (dry salting)
2)    Dengan menggunakan larutan garam (brine), ditempatkan dalam wadah kedap air (brine salting)
3)    Dengan garam kering yaitu ikan yang digarami ditumpuk-tumpuk tanpa wadah kedap air, sehingga brine yang terbentuk tidak tertampung (kench cure atau kench salting)
4)    Penggaraman yang diikuti proses perebusan atau diteruskan dengan pencelupan ke dalam brine panas (pengolahan pindang dan cue)

1.     Dry Salting
Sebelum digarami ikan disiangi dan dicuci lebih dahulu penggaraman kering (untuk ikan-ikan besar maupun ikan-ikan kecil) dilakukan dengan cara melumuri ikan dengan garam. Kemudian ikan disusun berlapis-lapis dengan garam. Lapisan ikan paling atas hendaknya diberi lapisan garam yang agak tebal. Karena garam bersifat menarik air, maka terdapat lapisan air dipermukaan badan ikan, dan akan membentuk larutan garam yang merendam seluruh tumpukan ikan. Agar mudah terendam larutan garam, di atas tumpukan ikan letakkanlah alat pemberat supaya tidak mengangkang, misalnya batu, bata atau kayu. Jumlah pengaturan garam menentukan tingkat keasinan dan daya simpan ikan asin. Akan tetapi supaya garam meresap secara merata dalam daging ikan sebaiknya penggunaan garam disesuaikan dengan keperluan. Biasanya berkisar antara 20-30%. Ukuran ikan juga menentukan jangka penggaraman atau lamanya penggaraman dipengaruhi oleh ukuran ikan yang digarami.

2.    Brine Salting
Pada dasarnya brine salting sama dengan dry salting yaitu ikan ditumpuk dalam sebuah bak atau bejana yang diisi larutan garam. Hanya dalam brine salting larutan garam dibuat lebih dahulu. Konsentrasi larutan dapat dibuat seuai dengan keperluan.Bila perendaman lebih dari 24 jam larutan garam harus jenuh atau sewaktu-waktu tertentu harus ditambahkan garam, supaya konsentrasinya cukup tinggi. Pada umumnya brine salting hanya untuk pengawetan sementara sebelum pengolahan lebih lanjut misalnya pengeringan atau pengalengan.
Pemakaian garam yang kurang bersih akan menimbulkan jamur merah dan hitam pada ikan asin, sehingga mengurangi rasa, daya simpan dan pemasarannya. Ikan yang digarami sebaiknya sejenis dan tak banyak mengandung lemak (lean fish).Larutan garam yang sudah dipakai jangan dipakai lagi, karena akan mengurangi mutu hasil penggaraman atau kadar asin sudah berkurang.
Bila dibandingkan kedua cara penggaraman itu masing-masing mempunyai kebaikan. Namun secara keseluruhan dry salting lebih efektif daripada brine salting. Karena peresapan garam ke dalam daging ikan dry salting lebih cepat, maka proses pembusukan dapat segera dihambat. Brine yang terbentuk selalu mendekati kejenuhan mungkin hal ini disebabkan oleh garam yang cukup banyak dan kristal-kristal merata ke seluruh lapisan ikan. Sedangkan pada brine salting agar konsentrasinya merata, campuran harus diaduk.

3.    Kench Salting
Dalam kench salting ikan yang sudah disiangi dicuci lalu dilumuri garam serta ditumpuk secara berlapis di lantai atau dalam keranjang supaya tidak rebah. Di sini tidak digunakan bak-bak  penggaraman, karena brine yang timbul langsung mengalir ke bawah dan dibuang. Ikan yang telah dibelah disusun berlapis. Lapisan ikan paling bawah diatur dengan bagian kulit (sisik) menghadap ke atas, bagian atas tumpukan ikan diberi pemberat. Untuk mencegah kerumunan lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam.

4.    Penggaraman dengan proses perebusan
Cara penggaraman ini telah lama dilakukan di Indonesia misalnya dalam pembuatan pindang dan cue. Tujuannya untuk memperpanjang masa penyimpanan. Hal ini dijadikan atau dilakukan karena kurangnya sarana untuk mempertahankan kesegaran ikan. Dalam banyak hal, ikan yang direbus dalam larutan garam masih memerlukan pengolahan lanjut, misalnya dikeringkan, diasapi atau dikalengkan. Pengolahan lanjut ini perlu untuk memperpanjang masa penyimpanannya.
Cara umum yang dilakukan dalam penggaramannya ini yaitu dengan merebus ikan dalam larutan garam jenuh atau menggaraminya sebelum dituangi air laut atau air tawar. Kadang-kadang diberi bumbu tambahan seperti kecap atau kunyit. Perebusan akan mengurangi kadar air dalam badan ikan dan mematikan sebagian besar bakteri.
Adanya garam berfungsi menarik air lebih banyak, sehingga ikan lebih awet. Perebusan dalam larutan pekat dapat menghentikan proses pembusukan ikan. Pembuatan pindang dan cue banyak dilakukan orang di Indonesia. Ikan pindang sangat digemari, terutama masayarakat Jawa Barat. Bila pengolahannnya baik, maka daya simpannnya cukup lama dan dapat di angkat ke tempat–tempat jauh. Daya simpan ikan pindang antara lain tergantung pada jumlah garam yang dipakai, lamanya perebusan ikan pada waktu mulai dikerjakan. Jadi makin segar ikannya, dengan garam banyak dan perebusan yang cukup lama serta cara pengepakkan yang baik, maka ikan pindang dapat disimpan sampai 3 bulan.Tentu saja makin banyak garamnya rasa ikan makin asin, sebaiknya dicari keseimbangannya antara rasa asin dan daya awet maksimum.





bab vii
PENGERINGAN

A.    Praktek pengeringan di Indonesia
Pada umumnya pengawetan ikan dengan pengeringan atau penggaraman yang diikuti pengeringan dilakukan bila hasil tangkapan tidak mungkin dimanfaatkan lagi dengan cara pengolahan baru.
Di Indonesia pada umumnya pemanfaatan ikan berasumsi, bahwa ikan harus dijual dalam keadaan segar atau hidup. Ikan dengan mutu nomor dua diolah menjadi pindang atau cue. Sedangkan bagi ikan yang tidak laku dijual atau sisa penjualan ikan segar, diolah menjadi ikan asin kering. Tetapi kenyataannya cara penanganan bahan mentah, cara penggaraman, maupun cara pengeringannya masih dilakukan ala kadarnya. Hal ini mengakibatkan banyak ikan asin kering yang berukuran kecil mutu olahan kurang baik, dan berbagai kekurangan yang masih perlu ditangani atau diperbaiki.

B.    Pengeringan secara tradisional
Pengeringan atau penjemuran ikan secara tradisional biasanya dilakukan dengan cara menebarkannya di atas gelaran tikar di tepi jalan atau pantai yang kotor. Lingkungannya yang kotor ini mengakibatkan mutu ikan kering menurun karena selain dihinggapi lalat yang menghasilkan banyak belatung, juga terkena debu dan kotoran lain.
Khususnya di daerah kepulauan di bagian-bagian tengah laut dan di perkampungan nelayan yang didirikan di atas air, penjemuran biasanya dilakukan di pelataran bambu atau kayu yang relatif bersih dan jauh dari sumber pencemaran.
Untuk jenis-jenis ikan-ikan besar seperti tenggiri, gabus, jambal pengeringannya dilakukan dengan cara yang lebih baik, yaitu digantung sambil dijemur di atas genting. Demikian juga dengan pedagang-pedagang besar, ikan gabus asin yang masih kotor dan setengah basah dari pedagang perantara oleh pedagang besar masih dijemur lagi berjejer-jejer di atas para-para atau anyaman bambu. Bahwa cara pengeringan yang terbaik untuk ikan-ikan besar seharusnya digantung sambil dijemur di atas genting.

C.    Perbaikan pengeringan                                            secara tradisonal
Usaha perbaikan dan pengembangan secara tradisonal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu ikan kering atau asin dan memudahkan dalam pengeringannya. Usaha tersebut antara lain:
·    Dilakukan dengan memindahkan ikan-ikan yang dijemur di pasir atau tikar yang digelar di atas pasir ke atas rak atau para-para.




Melengkapi alat penjemuran dengan lembaran plastik bening sebagai penutup yang dibentangkan di atas ikan yang dijemur di atas para-para. Dari upaya atau perlakuan tersebut dapat diperoleh keuntungan:
·    Mengurangi atau mencegah pencemaran
·    Mengurangi kemungkinan ikan dikerumuni lalat dan belatung
·    Dalam kondisi hujan rintik-rintik dan hembusan angin proses pengeringan dapat berjalan terus.

D.    Cara-cara Pengeringan
Pada umumnya persiapan pengeringan sama dengan penggaraman ikan pada proses pembuatan ikan. Bedanya di sini ikan tidak digarami lebih dahulu, atau disiangi, walaupun dicelupkan dalam larutan garam, tanpa disiangi sedangkan ikan-ikan yang lebih besar isi perut dan insangnya dibuang dan daging yang terlalu tebal ditoreh, kemudian dicuci bersih lalu ditiriskan sepenuhnya baru dikeringkan.
Bila pengeringan dilakukan secara besar-besaran, maka faktor kebersihan dan mutu kurang atau sulit diperhatikan. Karena ikan terlalu banyak maka cara penyiangan, penyucian, penggaraman dan penjemurannya sering kurang baik., hasilnya pun sangat mengecewakan.
Selain perlakuan dalam proses pengeringan, jenis ikan harus diperhatikan karena ada ikan yang banyak mengandung lemak (falty fish) dan yang sedikit atau tidak berlemak (lean fish). Pengeringan ikan yang tidak berlemak biasanya tidak mengalami kesulitan, tetapi bila ikannya berlemak (lemuru, bandeng, tawes) Pada saat pengeringan akan timbul bau tengik, karena terjadi oksidasi lemak. Untuk menghindari oksidasi, maka pengemasan dan penyimpanannya di tempat yang kering sejuk dan gelap.

1.     Pengeringan dengan Sinar Matahari
Pengeringan dengan sinar matahari sudah banyak dilakukan orang, karena sangat sederhana, sehingga setiap orang dapat mengerjakannya bahkan tanpa alat sekalipun.
Melalui pengeringan secara alami ini terdapat berbagai keuntungan yaitu:
·    Tidak diperlukan peralatan yang khusus dan mahal
·    Dapat dikerjakan oleh siapa saja atau dalam keadaan yang paling sederhana sekalipun.

Kelemahannya pengeringan berjalan sangat lambat, sehingga sering terjadi pembusukkan sebelum ikannya cukup kering. Hasil pengeringan tidak merata dan menimbulkan bau yang kurang sedap, karena terjadinya proses pembusukkan. Sebab itu pengeringan secara alami jarang menghasilkan ikan kering kelas satu. Tentu saja keadaan cuaca sangat sering terjadi, ikan yang sudah digarami terpaksa tidak dapat dijemur atau dikeringkan karena hujan terus menerus.

2.     Penggunaan alat pengering surya
Untuk meningkatkan hasil yang membantu proses pengeringan telah dicoba dan diperkenalkan alat pengering surya di lapangan. Dengan penggunaan alat pengeringan ini dapat memberikan beberapa keuntungan seperti berikut:
·    Dibuat dari bahan-bahan yang relatif murah dan mudah didapat, seperti bambu dan kayu sebagai kerangkanya, serta lembaran plastik-plastik bening dan plastik hitam. Plastik warna hitam untuk menyerap pancaran sinar surya, sedangkan yang bening berfungsi sebagai penutup.
·    Dapat memanfaatkan sinar surya yang kurang terik udara atau cuaca dalam keadaan berawan dengan alat pengering ini, suhu di dalam alat ternyata lebih tinggi dari suhu udara luar.
·    Kalau terjadi hujan rintik-rintik atau hujan kecil ikan tidak akan basah karena alat pengering ini diperuntukkan untuk mengantisipasi kondisi cuaca seperti ini.
·    Dapat mencegah pencemaran terutama gangguan lalat, karena suhu cukup tinggi dalam alat pengering ini dapat mematikan lalat atau belatung.
Di samping keuntungan-keuntungan tersebut di atas terdapat beberapa masalah praktis yang perlu diperhatikan seperti dengan memperkenalkan prototipe alat pengering di antaranya sbb:
·    Prototipe alat pengering hendaknya bersifat penerapan teknologi tepat guna artinya dapat dibuat dengan mudah dari bahan-bahan yang relatif gampang diperoleh.
·    Spesifikasi teknisnya harus benar-benar tepat, misalnya suhu di dalam alat pengering tidak melebihi 40°C pada jam-jam pertama proses pengeringan, bila suhu terlalu tinggi yang dihasilkan bukan ikan kering tetapi ikan matang (seperti dipanggang).
·    Selain biaya cukup murah dalam perencanaan harus diperhitungkan kecenderungan pemakai untuk meningkatkan kapasitas alat misalnya pada saat musim ikan tanpa banyak mengubah konstruksinya.

Beberapa contoh ilustrasi prototipe pengering surya yang pernah dicoba kemampuannya di Indonesia.

Cara pengeringan
·    Ikan diatur di atas nampan/baki/para (tray) dari anyaman bambu kemudian disusun dalam alat pengering
·    Pintu angin/ventilasi dibuat untuk mengatur aliran udara yang terlebih dahulu diatur suhunya selama jam-jam pertama proses pengeringan dengan tidak melebihi 40C. Hal ini supaya tidak terjadi pengeringan permukaan (case hardening) atau ikannya menjadi matang.
·    Bila ikan sudah agak kering untuk mempercepat pengeringhan suhunya berangsur-angsur dinaikkan sampai mencapai suhu optimal (70-80°C)
Untuk mendapatkan prototipe alat pengering surya yang cocok digunakan di lapangan perlu pengujian-pengujian kemampuan dan spesifikasi teknis serta bentuknya agar hasil pengeringan benar-benar memenuhi persyaratan teknologi pengolahan ikan, bersifat tepat guna, agar dapat mengatasi semua kendala yang terdapat di lapangan.

3.     Pengeringan Mekanis
Pengeringan dengan sinar matahari sering dijumpai berbagai kendala yaitu hujan. Pada musim hujan umumnya terjadi musim ikan (ikan tertangkap sangat banyak). Begitu banyak ikan sehingga berlebihan untuk konsumsi ikan segar atau pembekuan tetapi fasilitas pembekuan memerlukan investasi sangat besar. Untuk itu perlu dicari jalan supaya tidak terbuang percuma melalui cara pengawetan baik menggunakan penggaraman maupun pengeringan yang tidak tergantung pada kondisi cuaca di lapangan
Salah satunya cara pengeringan mekanis. Meskipun cara ini belum banyak dilakukan di Indonesia namun sudah ada yang mencoba mengeringkan hasil tangkapan sampingan (udang) dengan alat ini.
Usaha-usaha  seperti ini bersifat percobaan untuk mencari dan menciptakan alat pengeringan sederhana, praktis dan mudah dengan hasil yang cukup praktis dan baik. Dengan pengeringan merkanis dapat dilakukan terus menerus tanpa tergantung pada sinar matahari dan iklim. Jika cukup modal kapasitasnya pun dapat diperbesar.

Cara pengeringan
·    Lebih dahulu udara dipanaskan oleh sumber panas melalui kompor atau suber panas lainnya sehingga kering
·    Dengan pertolongan kipas angin uadara panas/kering dialirkan ke dalam ruang yang berisi ikan dalam rak-rak pengering.
·    Setelah cukup kering ikan dikeluarkan dan diganti dengan yang lain secara terus menerus. Suhu dan kelembaban udara dapat dikontrol terus dan waktu keringnya ikan juga ditentukan. Proses pengeringan akan berjalan lebih cepat, bila ikan lebih dahulu dibelah dan direbus, sehingga kadar airnya berkurang.

Mutu ikan hasil pengeringan mekanis biasanya lebih baik daripada sinar matahari. Tetapi walaupun mutunya baik selama penyimpanan masih akan terjadi perubahan-perubahan pada kekerasan daging rasa, dan wujudnya. Hal ini dapat dihindari bila penyimpanan dan pengepakkan baik. Bila kurang teliti ikan akan tengik dan lama kelamaan warnanya menghitam, keras serta aromanya seperti daging hangus.

4.    Jenis-jenis alat pengering mekanis
Alat pengering yang biasa dipakai dan sudah dicoba di Indonesia adalah:
1.    Berbentuk terowongan (tunner dryer)
2.    Berbentuk lemari (cabinet dryer)
Tetapi masih banyak alat-alat pengering lainnya seperti vacum dryer, rotary dryer, namun alat ini belum tentu cocok untuk mengeringkan ikan dan belum tentu sesuai dengan keadaan di           Indonesia.

1)    Bentuk Terowongan (tunner dryer)
Dalam proses pengeringan ini diperlukan beberapa syarat teknis yang terdiri dari kecepatan udara yang dihembuskan 1-2 m/detik. Suhu udara bagian depan alat pengering 25-30°C dengan kelembaban udara 45-55%. Bila kelembaban udara kurang dari 45% permukaan ikan akan mengeras sebaliknya pada kelembaban yang tinggi proses pengeringan berjalan lambat. Pada kelembaban 73%, proses pengeringan akan terhenti, karena tidak terjadi lagi penguapan dari ikan yang dikeringkan. Pada musim hujan terutama pada malam hari kelembaban udara dapat melampaui 90%. Untuk mempercepat pengeingan sebaiknya dilakukan penukaran tempat para-para atau rak ikan dari bagian belakang alat-alat pengering ke bagian depan, sehingga tingkat kekeringan dapat seragam.

Penggunaan alat pengering mekanis ini dapat memberikan beberapa keuntungan yaitu:
1.    Pengeringan dapat dilakukan di dalam ruangan atau gudang secara terus menerus dan tidak tergantung pada cahaya matahari .
2.    Pencemaran oleh lalat dapat dihindari
3.    Waktu pengeringan relatif pendek
4.    Kapasitas alat pengering dapat ditingkatkan sesuai dengan ketersediaan ikan dengan mudah
5.    Mutu ikan yang dihasilkan lebih baik
Untuk menghasilkan produk ikan yang lebih baik, alat pengering tersebut dapat dilengkapi lagi dengan peralatan khusus di antaranya alat pengering dalam ruang hampa dan pengeringan dengan pembekuan.

a)     Pengeringan dalam ruangan hampa (vacum drying)
Produk yang dikeringkan dihamparkan dalam ruangan yang dihampakan, sehingga terjadi pengeringan dengan cepat. Supaya pengerigan berlangsung terus produk harus dipanasi. Bila panasnya tidak mencukupi maka produk akan membeku. Ikan misalnya tanpa penambahan panas dari luar akan membeku, setelah kadar air menguap 15%.

b)         Pengeringan dengan pembekuan (Frezze drying)
    Ikan dibekukan dahulu setelah itu baru dikeringkan dihampakan dalam ruangan yang dihampakan. Produk yang dikeringkan diletakkan dalam atau di antara dua plat yang dapat bergerak secara hidrolis, dan dipanaskan misal, dialiri uap. Dengan demikian produk selalu dipanasi, sehingga penguapan air berlangsung terus dengan cepat. Penggunaan alat pengering mekanis ini menghasilkan ikan kering yang bermutu tinggi, sebab pengeringan berlangsung sangat cepat tanpa dipengaruhi faktor-faktor lingkungan. Hanya saja diperlukan peralatan khusus dengan biaya tinggi sehingga secara komersial penggunaannya masih terbatas untuk produk-produk yang bernilai mahal.

2.    Alat pengering berbentuk lemari (Cabinet dryer)
Prinsipnya lebih sederhana dari pada alat pengering bentuk terowongan. Ruang pengering berbentuk seperti lemari rak-rak ikan disusun dari bawah ke atas dan tidak diperlukan kipas angin. Udara panas kering dari ruangan pemanasan masuk ke ruang pengering dari bawah setelah melewati susunan rak-rak berisi ikan, akhirnya keluar melewati tingkap yang terdapat pada atap.
Sumbu panas dapat diletakkan di luar ruang pengering atau langsung di bawah rak-rak pengering dan dibatasi oleh sekat misal dari seng. Kadang-kadang di bagian atap dilengkapi dengan kipas penyekat udara (Exhaust fan) supaya pengeringan dapat berjalan lebih cepat.

E.    Penggunaan Anti Oksida
Untuk menghindari antioksida atau mengurangi ketengikan, dipakai zat kimia antioksida. Penggunaan antioksida ini untuk mencegah oksidasi lemak pada daging ikan yang diakibatkan oleh udara atau karena antioksidan dengan adanya enzim.
Pemakaian antioksida harus memperhatikan kadarnya, supaya diperoleh hasil yang lebih baik. Jenis antioksidan yang murah dan mudah didapat adalah asam askorbat (Vitamin C). Antioksidan jenis ini terkandung pada buah jeruk, anggur, kunyit, cabai, dan sebagainya. Secara tidak sengaja sebenarnya masyarakat sudah mempergunakan antioksidan ini misalnya pemakaian kunyit pada pengolahan pindang, selain untuk menghilangkan bau amis (anyir) dan memberikan warna kuning, sebenarnya kunyit mengandung antioksidan yang kuat. Sedangkan jenis-jenis yang sering dipakai di luar negeri dan berhasil baik antara lain Catechal, hydroqumon dan pyrogalol. Di Indonesia pemakaian antioksidan jenis ini sering juga dilakukan misalnya pada pembuatan margarine (mentega buatan).
Pemakaian antioksidan dalam pengeringan dapat dicampurkan dengan air garam yang dipakai untuk merendam ikan. Seharusnya pemakaian antioksidan dalam pengolahan terperinci. Hal ini untuk melindungi konsumen dari kemungkinan-kemungkinan yang tak diinginkan (gangguan kesehatan) akibat penggunaan antioksidan sebagai pengawet bahan makanan.














Berbagai Cara Pengawetan Ikan

JENIS-JENIS
PENGAWETAN IKAN


Ikan termasuk jenis pangan yang cepat mengalami kemunduran mutu, dikarenakan adanya proses enzimatis, mikrobiologis, biokimia, dan fisik. Proses-proses itu   mengakibatkan perubahan-perubahan pada ikan, baik warna ikan akan berubah, baunya tidak segar lagi atau bau busuk, dan teksturnya pun sudah berubah. Serta rasa ikan pun akan mengurangi kelezatannya.
Bakteri sangat berperan dalam proses kemunduran ikan. Oleh sebab itu, kita harus mencegah perkembangan atau memusnahkan bakteri-bakteri tersebut dengan cara membersihkan tempat berkembangnya bakteri tersebut. Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya perkembangbiakan  bakteri pada ikan, antara lain;
1.    Mengurangi kandungan air yang dapat menunjang tumbuhnya bakteri, misalnya dengan cara penggaraman atau pengeringan.
2.    Menurunkan suhu, misalnya ikan dibekukan atau didinginkan.
3.    Memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, yakni menerapkan disiplin kebersihan, baik di lingkungan rumah sendiri atau dalam lingkungan pekerjaan seperti pabrik atau pasar.
Jika kita menginginkan ikan dalam keadaan tetap layak dikonsumsi dan enak dimakan, banyak cara pengolahan ikan, misalnya dengan diawetkan.
Bagaimana cara mengawetkan ikan? Banyak cara untuk mengawetkan ikan, yaitu sebagai berikut.

A.     PENGERINGAN/Pengasinan
Secara tradisional pengasinan atau pembuatan ikan asin, adalah cara paling mudah untuk mengawetkan ikan. Mayoritas masyarakat pesisir pantai melakukan proses pengasinan dengan ikan hasil tangkapannya. Proses  pengasinan tidak banyak membutuhkan bahan-bahan dan cara mengerjakannya pun tidak sulit. Selain ikan dari semua jenis dan ukuran sebagai bahan dasar, kita hanya memerlukan garam sebagai pengawet ikan.
    Cara pengolahannya adalah sebagai berikut.
1.    Pertama-tama ikan dibersihkan dengan membuang isi perutnya dan cuci hingga bersih. 2.Ikan-ikan yang sudah dibersihkan, direndam dalam larutan garam berkadar 20-25 persen selama 24 jam.
2.     Ikan yang sudah direndam lalu keringkan/dijemur di bawah terik matahari hingga kering.
3.    Agar hasil pengasinan ikan ini bisa bertahan lama, ikan-ikan tersebut disimpan di tempat kering dan sesering mungkin dijemur.

B.     Pemindangan
Pengawetan cara tradisional lainnya adalah pemindangan, yakni proses pengawetan ikan segar. Jika kita melihat di pasar-pasar, baik pasar tradisional atau super market. Biasanya jenis ikan yang dipindang adalah ikan tongkol, kembung, bandeng, deles, mas, mujair, dan sarden.
Proses pemindangan tidak sulit dan hanya memerlukan ikan sebagai bahan utama serta garam ditambah bumbu rempah seperti kunyit dan asem jawa agar ikan pindang lebih awet, harum baunya dan sebagai citarasa. Kita bisa mencobanya dengan cara-cara sebagai berikut.
1.     Bersihkan ikan dan keluarkan isi perutnya. Cuci sampai bersih.
2.    Ikan yang sudah bersih direndam dalam larutan garam sekitar 5 persen dari berat ikan yang dipindang.
3.    Beri potongan es dan diamkan sekitar 15, kemudian ikan diangkat dan dicuci lalu tiriskan.
4.    Ikan yang sudah ditiriskan disusun dalam besek atau wadah terbuat dari anyaman bambu yang diisi jerami.
5.    Lapisan ikan paling atas dibubuhi garam, kira-kira 25 persen bobot ikan dalam besek.
6.    Besek berisi ikan direbus dalam air garam yang diberi bumbu kunyit dan asem jawa. Diamkan sekitar 20-30 menit. Besek berisi ikan harus terendam penuh, jika perlu diatas besek kita beri pemberat. Kemudian angkat dan tiriskan lalu disimpan di tempat bersih.
Ikan pindang tahan lama jika disimpan di lemari es dengan dibungkus rapat.
Biasanya pengolahan ikan pindang digoreng, dipepes, dll.












Gambar Ikan direbus dalam pendil

C.     Pengasapan
Pengasapan adalah proses penarikan air dengan penyerapan oleh berbagai senyawa kimia pengawetan yang berasal dari asap. Penarikan air ini dilakukan dengan cara penggaraman memakai proses pengasapan. Proses pengasapan ini berdasarkan suhu dan lamanya pengasapan, terdiri dari dua macam pengasapan. Pertama, pengasapan panas adalah pengasapan dengan panas suhu antara 60 sampai 80 C dengan lama pengasapan 3 hingga 4 jam. Sedangkan pengasapan dingin, adalah proses pengasapan dengan suhu sekitar 30-40 C, dengan lama pengasapan 1 hingga 2 minggu.

















Gambar 4.11. Lemari pengasapan panas dan pengasapan dingin

Dalam proses pengasapan kita dapat memakai kayu atau tempurung kelapa sebagai sumber asapnya. Sedangkan ikan yang dapat diasap adalah semua jenis ikan, berukuran besar dan kecil. Bagaimana cara pengolahan pengasapan ikan? Cara pengolahan pengasapan ikan antara lain;
1.    Ikan dibersihkan, keluarkan isi perutnya dan insangnya, kemudian dicuci bersih.
2.    Setelah ikan benar-benar bersih, rendam dalam larutan garam berkadar 5 persen selama 20 menit.
3.    Ikan diangkat dan tiriskan.
4.    Ikan yang sudah kering diatur dalam anyaman kawat.
5.    Gantungkan di langit-langit  tepat diatas perapian dengan jarak jangan terlalu dekat dan jangan terlalu jauh.
6.    Perapian diisi kayu atau tempurung kelapa dan mulai dinyalakan. Usahakan agar nyala api tidak terjadi besar atau sama sekali tidak ada nyala api, jadi hanya asapnya saja.
7.    Selama proses pengasapan berlangsung, sesering mungkin ikan-ikan dibalik-balik dan dipindah-pindahkan tempatnya agar pengasapan merata.
8.    Proses pengasapan berlangsung antara 3 hingga 4 jam sampai ikan berwarna coklat keemasan, kemudian angkat.

D.     Pembuatan Abon
Abon  ikan salah satu panganan yang bisa disimpan dalam jangka waktu lama, jika kita simpan di tempat yang kering dan tertutup. Cara pembuatannya pun tidak sulit dan bahan utamanya adalah daging ikan. Cara pengolahannya antara lain;
1.    Semua jenis ikan dapat diolah  untuk membuat abon. Misalnya ikan tenggiri atau tongkol. Namun pada umumnya daging ikan yang sering dibuat abon adalah ikan tongkol. Kita siapkan daging ikan yang sudah bersih, tanpa tulang dan kulit.
2.    Masukkan bumbu, seperti garam, gula putih, dan bawang putih yang dihaluskan. Aduk hingga merata.
3.    Tambahkan santan secukupnya dan masak hingga matang dan sampai kering.
4.    Selama pengolahan sebaiknya sering diaduk agar daging tidak gosong.
5.    Masak berulang-ulang hingga daging ikan benar-benar kering.

E.     PENGASAMAN
Pengasaman atau sering disebut juga dengan istilah bekasem merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi yang rasanya asam. Olahan ini banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan.

Pada kesempatan ini, akan dibahas mengenai cara pengawetan ikan dengan pengeringan.















Monday 22 August 2016

Udang:Penanganan Pascapanen

A.    PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Saat ini, pemerintah sedang menggalakan ekspor nonmigas untuk meningkatkan devisa negara. Salah satunya diperoleh dengan ekspor komoditi hasil perikanan. Sampai sekarang, udang masih menjadi primadona ekspor yang cukup besar nilainya. Setiap tahun, nilai ekspor udang selalu mengalami peningkatan.
Sekarang, tujuan ekspor udang paling dominan, yaitu ke negara Jepang, sebesar 67,02% dalam volume 78,14% dari nilai total ekspor udang. Di tempat ke dua, negara Singapura, yaitu sebesar 10,30% dalam volume 5,16% dari nilai total ekspor udang, sedangkan di urutan ke tiga adalah negara Hongkong, yaitu 5,67% dalam volume 4,16% dari nilai total ekspor, serta sisanya di ekspor ke negara lain.
Usaha peningkatan produksi dan ekspor udang, harus diikuti dengan sistem pemasaran dan pembinaan mutu yang baik, agar dapat dihasilkan produk yang bermutu tinggi dan dapat bersaing dengan harga tinggi di pasaran internasional. Hal ini mengingat semakin ketatnya pengawasan dan standar mutu yang dipersyaratkan bagi udang ekspor ke negara-negara maju, khususnya Amerika dan Eropa.
Negara tujuan utama udang Indonesia adalah Jepang, Hongkong, Singapura, negara-negara Eropa, Amerika dan lain-lain. Sampai saat ini, Jepang masih tetap menjadi pasar utama udang Indonesia. Sistem kencenderungan pola pasar tunggal (singel market oriented) tersebut, jelas mengandung kelemahan. Kelemahannya, jika terjadi goncangan dari pasar Jepang, akan mengakibatkan goncangan ekspor udang di Indonesia secara keseluruhan.
Kecenderungan pasar tunggal telah dicoba diatasi dengan melakukan perluasan pasar (deversifikasi) melalui berbagai terobosan ke pasar utama udang dunia, seperti Amerika dan Eropa. Untuk dapat melaksanakan perluasan pasar ini, tentunya harus disertai dengan usaha peningkatan mutu udang yang dihasilkan. Alasannya, persyaratan mutu udang ekspor Jepang (sebagai pasar tunggal) relatif lemah dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika.
Udang merupakan komoditi perikanan yang sangat mudah busuk, terutama bila dibiarkan pada suhu dan kelembaban yang tinggi. Suhu tinggi, di samping memacu terjadinya proses autolisis terutama penguraian protein dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana, juga merangsang terbentuknya bercak hitam (black spot) pada kulit udang dan daging udang. Hal ini akan mengakibatkan merosotnya harga udang. Oleh sebab itu, dalam penanganan udang, harus dituntut cara penanganan dan manajemen yang cepat dan tepat.
Masalah mutu udang sebagai komoditi ekspor sangatlah penting. Di samping untuk memenuhi persyaratan yang telah di tentukan oleh negara pengimpor, juga memenangkan persaingan di pasaran internasional. Untuk mencapai  semua itu, perlu ditingkatkan pengawasan dan penilaian mutu udang selama proses pengolahan serta mutu akhir (udang beku), agar dapat dijadikan evaluasi guna tercapainya mutu yang dikehendaki.

B.    TINJAUAN PUSTAKA
1.    Biologi Udang
Anggota tubuh udang terdiri dari 2 bagian, yaitu kepala dan ekor. Bagian kepala 36-49%, daging 24-41% dan kulit 17-23% dari seluruh berat badan. Udang mempunyai ciri khas, yaitu mempunyai kaki jalan (pertama, kedua, dan ketiga), bercapit, serta berkulit chitin pada segmen berikutnya.





Gambar





Gambar 1.1 Bagian dari pada morfologi udang dan
sistem saluran makan udang.

Keterangan: 
1.    Carapace,            a.    Oesophagus,
2.    Rostrum,            b.     Ruang cardiac,
3.    Mata majemuk,        c.     Ruang pylocic,
4.    Antennulus,            d.     Cardiac plate,
5.    Prosartema,            e.     Gigi cardiac,
6.    Antena,                f.     Cardiac ossicle,
7.    Maxilliped,            g.     Hepatopancreas,
8.    Pereopoda,            h.     Usus, dan
9.    Pleopoda,            i.     Anus.
10.    Uropoda,
11.    Telson,
2. Sistematika Udang
Sistematika udang adalah sebagai berikut.
l    Phylum    : Arthropoda,
l    Class       : Crustacea,
l    Subclass  : Malacostraca,
l    Seri             : Enmalacostraca,
l    Superordo: Eucarida,
l    Ordo         : Decapoda,
l    Subordo      : Natautia,
l    Seksi        : Peneidea,
l    Family      : Pepaide,
l    Subfamili      : Penaeidae,
l    Genus      : Panaeus, dan
l    Species    : Panaeus spp.

3.    Komposisi Tubuh Udang
Komposisi kimia daging udang sangat bervariasi, tergantung pada jenis, tingkat umur, musim, habitat, dan kebiasaan makan. Nilai gizi ditentukan oleh kandungan protein. Kadar lemak dan vitamin pada daging udang umumnya rendah seperti terlihat pada tabel 1.
4.     Perubahan Fisik
Perubahan fisik yang utama selama penyimpanan beku, yaitu perubahan pada warna dan berat. Kehilangan berat (pengeringan) selama penyimpanan dan intensitasnya disebabkan oleh perbedaan antara banyaknya kandungan uap air di udara. Selain pengaruh pengeringan (kehilangan berat), besarnya kualitas deteorisasi dalam produk yang sesuai juga mengakibatkan terjadinya pengurangan rasa dan rupa.
Selain itu, kerusakan fisik pada udang akibat penanganan yang kasar setelah udang ditangkap atau dipanen, serta pembuangan kepala atau kaki udang yang kurang bersih dapat mengakibatkan proses penurunan mutu. Jadi, kerusakan pada udang, selain menyebabkan rupa udang kurang menarik, juga secara tidak langsung membantu makin cepatnya proses pembusukan karena kegiatan bakteri dan enzim.
5.    Perubahan Organoleptik
Perubahan organoleptik meliputi rupa, warna, bau, cita rasa, dan tekstur atau konsistensi dari udang beku. Perubahan organoleptik ini, berlangsung terutama selama penyimpanan beku. Jenis perubahan paling penting yang merugikan selama penyimpanan beku adalah perubahan tekstur yang menyebabkan gejala pengerasan zat alir (drip) sewaktu udang dilelehkan atau dicairkan. Perubahan lainnya, yaitu oksidasi pigmen dan minyak dalam jaringan udang yang menyebabkan rusaknya cita rasa, bau, busuk, dan perubahan warna atau pemucatan udang.
Udang dengan penanganan yang kurang baik dan tidak disertai pengetahuan dasar tentang penanganan, akan mengalami penurunan mutu. Mutu dari produk udang beku dapat diukur dengan berbagai cara, seperti keseragaman ukuran, warna, tekstur, berat, dan kriteria lain. Perubahan organoleptik disebabkan oleh reaksi enzimatis dan oksidatif, seperti perkembangan noda hitam dan perkembangan pertumbuhan bakteri yang merupakan salah satu penyebab faktor pembusukan udang.
Untuk mendapatkan produk udang yang baik, perlu perhatian khusus pada penanganan udang, yaitu handling yang baik dari udang sejak ditangkap atau dipanen sampai tiba di unit pengolahan. Selain itu, tersedianya sarana dan bahan pembantu, seperti air bersih, es, dan alat pengangkutan. Agar diperoleh udang segar bermutu tinggi, dalam penanganannya faktor suhu, waktu, dan kebersihan sangat penting selain pengetahuan teknis.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengaruh kerusakan fisik dan penurunan mutu, sejak ditangkap atau dipanen sampai tiba di unit pengolahan adalah sebagai berikut.
a.    Kurang diperhatikannya faktor penting dalam penanganan udang, menyangkut penurunan mutu dan aspek kebersihan, seperti  pencucian dan suhu udang.
b.    Teknik peng-es-an yang kurang sempurna atau kurang tepat selama pengangkutan dan transportasi.
c.    Pemutusan rantai dingin yang terlalu lama menjelang udang diterima oleh penampung atau unit pengolahan.
d.    Pengepakan atau penumpukan udang yang kurang baik selama proses transportasi.
Dari kelalaian yang berlangsung selama penanganan dan transportasi, akan mengakibatkan penurunan mutu dan kerusakan fisik yang terjadi pada udang segar. Selain itu, hilangnya nilai gizi dan nilai ekonomis dari udang tanpa ada yang menikmati. Melalui perbaikan sarana, penyediaan bahan pembantu, dan penanganan yang tepat, akan menyelamatkan sejumlah kerugian, seperti penurunan mutu.
 Akibat kegiatan enzim adalah timbulnya bercak-bercak hitam yang sangat merugikan mutu udang segar. Bercak hitam (black spot) ini pertama-tama akan timbul di bagian kepala (chepalothorax), shell (kulit), segmen ruas-ruas perut, dan kipas ekor. Adapun yang memegang peranan utama dalam proses enzimatis adalah enzim-enzim yang mengoksidasi tirpsin melalui rangkaian reaksi yang menghasilkan pigmen-pigmen hitam.
Tyrosin terdapat dalam darah dan hepatopancreas udang. Walaupun noda hitam tidak menyebabkan kerusakan (unfit) pada udang, tetapi sangat memengaruhi rupa dan warna bagi penilaian konsumen. Udang yang diserang noda hitam akan menimbulkan sugesti bermutu rendah (busuk).
Selama penyimpanan beku, enzim yang ada pada udang, lambat-laun akan menyebabkan protein mengalami denaturasi yang mengakibatkan rupa atau warna udang-beku berubah (merah muda) dan akhirnya timbul rasa pahit pada daging udang.
6.    Pencegahan Kerusakan dan Penurunan Mutu Udang Segar
a.    Mengerjakan penanganan udang secepatnya dengan cermat, disertai penurunan suhu udang yang efektif. Selain itu, pertahankan suhu udang sekitar 0º C sampai tiba di unit pengolahan, selama persiapan, dan selama penanganan.
b.    Menghindari kerusakan atau perlakuan kasar yang akan menyebabkan kerusakan fisik udang, baik ketika mengeluarkan udang dari alat tangkap atau pemanenan maupun dalam penanganan selanjutnya.
c.    Membuang secepatnya bagian udang yang menjadi sumber penurunan mutu.
d.    Menghindari penggunaan alat dan bahan pembantu untuk penanganan yang kotor (air dan es), yang digunakan harus memenuhi persyaratan kesehatan yang telah ditetapkan.
e.    Menggunakan alat dan bahan yang terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat, tidak bereaksi dengan udang, tidak menjadi sumber penularan bakteri, dan mudah dibersihkan.
f.    Ciptakan kebersihan lingkungan dan alat setiap saat. Sebelum dan sesudah digunakan, alat harus dalam keadaan bersih.

c.    Teknik pembekuan udang
1.    Peralatan Unit Pengolahan Udang
a.    Unit refrigerasi
1)    Alat pembeku
    Alat pembeku yang digunakan adalah contac plate freezer, dengan suhu operasi -40ºC dengan lama pembekuan 4-5 jam.
2)    Cold storage
    Adalah kamar yang diinsulasi dan direfrigerasi serta dirancang untuk menyimpan produk beku, dengan suhu operasi -30ºC sampai 35ºC. Di dalam cold storage dilengkapi dengan unit cooler dan fan. Unit cooler berfungsi mendinginkan ruangan, sedangkan fan untuk mensirkulasikan udara dingin hingga merata ke seluruh ruangan cool storage.
3)    Anteroom
    Adalah ruangan bersuhu rendah (-10ºC sampai 20ºC) yang diletakkan di tempat sebelum pintu masuk cool storage. Dengan adanya anteroom, dapat menekan fluktuasi suhu cool storage seminimal mungkin. Anteroom digunakan untuk menyimpan produk yang telah dibekukan tetapi mengalami penundaan pembekuan.
4)    Air curtain
    Adalah tirai udara yang dipasang di depan pintu cool storage, berfungsi meniupkan udara ke bawah, untuk menghambat masuknya udara luar ke dalam cold storage atau pendingin lainnya.
5)    Ice storage
    Adalah ruangan pendingin yang bersuhu rendah (-5ºC sampai -10ºC). Digunakan untuk menyimpan es keping yang dihasilkan oleh ice maker dan es balok agar tidak mencair.

b.    Peralatan di ruang pengolahan
1)    Meja sortasi
    Berukuran 200 cm x 85,5 cm dengan ketinggian 84 cm dan terbuat dari alumunium. Digunakan untuk menyortir udang yang masuk dan diproses menurut  jenis, warna kesegaran, dan ukuran.
2)    Timbangan
    Timbangan besar berkapasitas 100 kg dan berskala kecil 100 gr. Digunakan untuk menimbang bahan baku yang masuk. Timbangan dengan kapasitas 10 kg dan berskala kecil 20 gr, dipakai untuk koreksi terhadap ukuran (size) dan untuk menimbang udang per pan pembeku (freezing pan atau inner pan).
3)    Keranjang plastik
    Digunakan sebagai wadah pengangkut udang dari tiap tahapan pengolahan dan dilengkapi dengan pengait besi untuk menarik keranjang.
4)    Meja penyiangan
    Berukuran 200 cm x 85,5 cm dengan ketinggian 85,5 cm terbuat dari alumunium. Digunakan untuk mengupas, memotong kepala, dan menghilangkan  jengger.
5)    Bak penampung
    Terbuat dari fiber glass, bak besar berukuran 132 cm x 79 cm dengan kedalaman 154 cm. Bak sedang berukuran 79 cm x 79 cm dengan kedalaman 154 cm. Bak kecil berukuran 60 cm x 40 cm dengan kedalaman 42 cm. Masing-masing mempunyai ketebalan 6 cm. Bak tersebut digunakan sebagai wadah penampung sementara.
    a)    Meja susun
        Berukuran 201 cm x 91 cm dengan tinggi 90 cm, terbuat dari alumunium. Digunakan untuk menyusun udang dalam inner pan.
    b)    Pan pembeku (freezing pan)
        Ukuran 30,5 cm x 20 cm dengan kedalaman 7,5 cm. Digunakan sebagai wadah udang dan air- media pembeku, saat pembekuan.
    c)    Ice crusher
        Berfungsi untuk menghancurkan es balok menjadi es curah atau es curai.
    d)    Lorri
        Gerobak yang digunakan mengangkut es balok untuk proses dan mengangkut udang ke alat pembeku. Kemudian, ke tempat pengepakan, dan dilanjutkan ke cool storage.
    e)    Bak pelepas blok
        Terbuat dari fiber glass berukuran 127 cm x 63 cm dengan kedalaman 25,5 cm. Digunakan untuk melepas blok udang yang sudah dibekukan dalam contact plate freezer dari pan pembeku.
    f)    Meja pengepakan
        Terbuat dari alumunium yang digunakan untuk pengemasan dan pengklasifikasian per jenis dan ukuran, kemudian dipak dalam master carton.
    g)    Strapping machine (alat pengikat master carton)
        Digunakan untuk mengikat master carton yang terdiri dari beberapa inner carton.

2.     Bahan Mentah
Bahan mentah adalah bahan makanan yang dipakai atau diperlukan dalam industri pengolahan perikanan. Bahan mentah meliputi ikan (secara umum), bahan pembantu (air dan es), bahan tambahan, dan bahan pengawet.
Adapun yang dimaksud ikan secara umum adalah ikan darat dan diadromus, ikan laut, crustacea, molusca, dan avertebrata lainnya. Selain itu, paus, anjing laut, dan berbagai mamalia perairan, binatang air (penyu, kodok, kura-kura, dan buaya), residu (mutiara, lokan, spon, dan koral), serta tumbuhan air (ganggang air dan rumput laut).
Dalam suatu kegiatan usaha, tersedianya bahan mentah perlu diperhatikan. Mengingat produk ini bersifat musiman, penyediaan bahan mentah harus diatur supaya diperoleh bahan mentah secara teratur dan kontinu agar kegiatan produksi tetap berjalan.

3.    Persyaratan Bahan Mentah
Udang sebagai bahan mentah, pengolahannya harus memenuhi persyaratan agar tidak menimbulkan keracunan atau menyebabkan masalah (penyakit) bagi konsumen.
Adapun persyaratan udang sebagai bahan mentah untuk diproses menjadi produk segar beku (fresh frozen shrimp) adalah sebagai berikut.
a.    Udang harus tidak berasal dari perairan yang tercemar oleh kotoran manusia atau hewan.
b.    Udang harus dalam keadaan bersih, segar, dan bebas dari bau yang tidak spesifik atau busuk.
c.    Mutunya baik.
d.    Bebas dari tanda dekomposisi.
Udang yang bermutu baik dan mempunyai harga ekspor     tinggi, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a.    Utuh, belum ada bagian-bagian yang patah atau lepas, kulit licin, dan mudah meluncur satu sama lainnya.
b.    Warna asli sesuai jenis, belum berubah warna.
c.    Tidak terdapat bercak hitam (black spot) di kepala, sambungan ruas, kaki renang, dan sungut.
d.    Mata bulat, hitam, bening, dan bercahaya.
e.    Daging masih kenyal dan rasanya manis.
f.    Kulit kuat, tidak mudah terkelupas.
g.    Bau segar, sesuai dengan jenisnya.
h.    Ukuran seragam.
Pengolahan udang beku disesuaikan dengan permintaan negara importir dan bahan mentah yang ada. Adapun macam-macam bahan mentah yang ada, yaitu sebagai berikut.
a.    Head on: utuh ada kulit dan kepala (udang windu).
b.    Headless: dengan kulit dan tanpa kepala.
c.    Peeled: bentuk kupasan tanpa kulit dan kepala. Terdiri dari PTO (Peeled Tail On), yaitu udang tanpa kepala dan kulit tapi masih ada ekor. Best meat, yaitu udang tanpa kepala, kulit, dan ekor tetapi masih digolongkan daging baik. Broken, yaitu udang tanpa kepala, kulit dan ekor. Bentuk ini merupakan campuran dari berbagai macam ukuran dan bahan mentah udang yang patah-patah.
d.    IQF (Individual Quick Frozen): dibekukan satu-satu (lobster).
Bahan mentah yang diolah biasanya terdiri dari 9 jenis udang. Semuanya merupakan jenis komoditas ekspor dan mempunyai kriteria tersendiri dari masing-masing jenis bahan mentah. Adapun jenis bahan mentah yang diterima, terdapat pada tabel di bawah ini.
 Tabel 2. Jenis-jenis Udang yang Biasa Di Ekspor

Untuk masing-masing jenis bahan mentah, mempunyai perbandingan kepala dan bahan tersendiri sesuai dengan jenisnya. Besarnya perbandingan kepala dan badan tergantung dari jenis bahan mentahnya.
Tabel 3. Perbandingan Kepala dan Badan Udang
4.    Receiving (Peneriman Bahan Baku)
Udang yang telah tiba, diterima di ruangan pengadaan bahan baku. Setelah dibongkar dari peti, udang dicuci dalam bak fiber glass kemudian dilakukan sortasi berdasarkan ukuran besar, tengah, dan kecil (B, T, K). Pada sortasi juga dilakukan pemisahan udang segar, udang lembek (soft), dan udang BS (Below Standard).
Selanjutnya, dilakukan penimbangan menurut ukurannya masing-masing (B, T, K) untuk menentukan harga. Udang yang diterima, yaitu udang segar dan udang soft atau udang mutu ke-2 untuk processing dalam bentuk headless.
Kriteria mutu kesegaran udang yang biasa digunakan unit pengolahan adalah sebagai berikut.
a.    Fresh, biasanya untuk diolah menjadi produk udang beku dengan kepala (frozen shrimp head on).
    Ciri -ciri udang fresh, yaitu  bentuk masih utuh, warna asli menurut jenis, antarruas masih kokoh, bau segar khas udang, tekstur daging elastis, dan tidak ada black spot di bagian kepala.
b.    Kelas I  ( fisrt grade), untuk diolah menjadi produk udang tanpa kepala (headless). Ciri- cirinya, yaitu bentuk masih utuh, rongga kepala mulai tidak kokoh lagi, antarruas badan masih kokoh, bau segar khas udang, tekstur daging elastis, dan tidak ada black spot di bagian bawah.
c.    Kelas II (second grade atau soft), untuk diolah menjadi produk udang beku tanpa kepala (headless). Ciri-cirinya, yaitu bentuk masih utuh sampai sedikit cacat, rongga kepala tidak kokoh, warna asli agak redup, antarruas kurang kokoh sampai sedikit longgar, bau netral, tekstur daging kurang elastis, warna kulit berubah sedikit kemerahan (maksimal dua ruas), ada sedikit bintik hitam, separuh ekor hilang, badan berlendir, dan kaki hilang separuh.
d.    Kelas III (broken), bentuk tidak utuh, patah, remuk, antar- ruas sudah terlepas, ganti kulit, kemerahan, tidak timbul bau amoniak, tekstur daging sudah lembek, dan under size.
Tabel 4. Chek Size Udang
Keterangan:
B1:     Besar                    K 1: Kecil
B2:  Besar, Besar atau Besar     K 2: Kecil, Kecil atau Kecil     Sekali                        Sekali
B3:     Besar, Besar, Besar         K 3: Kecil, Kecil, Kecil
Tabel 5. Chek Size Udang Headless

5.    Sortasi
Bahan baku yang telah ditimbang terdiri dari dua bentuk, yaitu berbentuk utuh dan bentuk potong kepala. Untuk bahan baku udang bentuk utuh disortir sesuai dengan mutu dan ukurannya. Jika memenuhi syarat akan diteruskan menjadi olahan beku bentuk utuh, sedangkan yang tidak memenuhi syarat akan dijadikan olahan bentuk potong kepala atau kupasan.
Untuk udang yang berasal dari pembelian sudah potong kepala, disortir berdasarkan ukuran dan tingkatan mutunya, sedangkan yang tidak memenuhi persyaratan akan diolah dalam bentuk kupasan. Sortasi di sini, di bagi menjadi 4 kriteria, yaitu sebagai berikut.
a.    Sortasi head on (utuh).
b.    Sortasi first grade (fresh) headless (tanpa kepala).
c.    Sortasi second grade (soft), headless (tanpa kepala).
d.    Sortasi peeled (kupasan).











 Tabel 6. Chek Size Udang Headlees di Bagian Sortasi

 Tabel 7.  Chek Size Udang Head on di Bagian Sortasi





 Meja sortasi didesain sesuai kebutuhan dalam penerapan rantai dingin sehingga udang hasil sortasi tetap terjaga mutunya. Meja didesain sebagai wadah tempat hasil sortasi, diisi dengan air dingin, dan beberapa keranjang sesuai banyaknya size yang ada.
Kegiatan sortasi udang memerlukan kecepatan dan ketelitian. Selain itu, keterampilan dan pengalaman sangat berpengaruh dalam kinerja pada bagian sortasi. Karyawan diwajibkan memerhatikan rantai dingin di dalam kegiatan sortasi. Penerapan rantai dingin akan menjaga mutu udang agar tetap baik.
6.    Penampungan
Bak penampungan menggunakan fiber glass. Penampungan dilakukan apabila bahan baku yang masuk sangat besar atau banyak sehingga tidak dapat diselesaikan penanganannya saat itu. Saat dalam penampungan, udang selalu diberi es yang disusun berlapis-lapis (es-udang-es) dengan perbandingan udang dan es (1:2). Untuk susunan es paling bawah, paling atas diberi es berbentuk bongkahan berukuran 20 cm sampai 30 cm. Kemudian, ditambah air dingin secukupnya sampai bahan mentah terendam dalam air dingin bercampur es.
Selama dalam penampungan, harus selalu diadakan pergantian es dan air dingin setiap hari sehingga udang tetap dalam keadaan dingin dan segar. Udang yang ditampung lebih awal, akan dibongkar atau diproses lebih dahulu untuk diproses selanjutnya.
7.    Pemotongan Kepala
Pemotongan kepala dilakukan untuk udang yang masih ada kepalanya. Tahap pemotongan kepala ini untuk pengecekan karena masih terdapat jengger yang tersisa pada udang potong kepala yang berasal dari pengumpul. Udang yang harus dipotong kepalanya akan mengalami penyusutan berat karena anggota tubuh udang yang tidak diperlukan, yaitu bagian kepala dan kaki. Penyusutan berat pada udang windu 33-35%, lobster  42-44%, dan slipper 53-55%.
Tabel 8. Perubahan Berat Saat Kepala Udang Dipotong

8.    Kupasan (Peleed)
Udang kupasan adalah udang yang telah mengalami pemotongan kepala dan pengelupasan kulit. Kriteria udang kupasan, yaitu udang sudah termasuk lembek, daging sudah tidak elastis lagi, warna (hijau, hitam, putih, dan coklat), antarruas sudah tidak kokoh lagi dan terkelupas. Udang kupasan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu udang kupasan dengan ekor dan kupasan tanpa ekor.
a.    Kupasan dengan ekor
    Adalah udang yang dikupas pada ruas 1-4, ruas ke-5 dan ekornya tidak dikupas.
b.    Kupasan tanpa ekor
    Adalah udang yang dikupas dari ruas 1-5 dan ekornya dikupas. Pada bagian punggung, udang dibelah sampai pada ruas ke-4 dan ususnya dibuang.

Tabel 9. Size Udang untuk Kupasan (Peeled)
9.    Penimbangan Produk
Penimbangan produksi yang ada disesuaikan dengan jenis olahan dan ke mana produk udang beku dipasarkan atau diekspor (Jepang atau negara Eropa). Penimbangan produksi menggunakan alat timbang berkapasitas 5 kg dan 9,9 kg. Untuk jenis olahan berbentuk H/L, ditimbang setiap 4 lbs (1,815 kg). Jenis olahan bentuk H/O ditimbang setiap 1500  kg untuk standar Eropa, dan 1300 Kg untuk standar Jepang. Untuk produk udang olahan beku H/O, harus sesuai antara berat dan jumlah udang yang ada. Jumlah udang bentuk olahan H/O diberi satuan PCS (pisces) sehingga udang ditimbang dengan satuan PCS yang disesuaikan dengan tujuan negara yang akan diekspor.
Tabel 10. Timbangan Produksi Tiger H/O
1,520 kg (Eropa) dan 1,320 kg (Jepang)


Tabel 11. Timbangan Produksi Udang H/L
Pada jenis olahan bentuk kupasan, ditimbang setiap 2 kg untuk setiap pan pembeku. Adapun udang Lobster dan Slipper yang dibekukan satu-satu, ditimbang setelah dibekukan sehingga penimbangan produksi pada olahan beku secara satu-satu tidak dilaksanakan sebelum dibekukan. Penimbangan pada setiap olahan yang ada selalu diberi tambahan berat ekstra, sedangkan setiap jenis dan ukuran penambahannya tidak sama, untuk lebih jelasnya lihat pada tabel 12!
Tabel 12. Tambahan Berat Ekstra pada Udang Sebelum Dibekukan
Ket :    
H/O        :     Head on (udang utuh)       
H/L        :     Headless (udang potong kepala)
T/P/F/R    :     Tiger/ Flower/ Pink/ River
U        :     Under

10.     Penyusunan dalam Pan
Udang yang telah ditimbang sesuai dengan timbangan produksi, langsung dimasukkan ke dalam pan plastik untuk dicuci dengan air chlor. Setelah itu, dicuci lagi dengan air bersih dan diadakan penyusunan dalam pan pembeku sesuai dengan ukuran masing-masing.
Udang disusun dalam inner pan secara berlapis-lapis dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Penyusunan dilakukan dengan rapi sehingga kaki udang tidak terlihat dari sisi luar dan susunan harus teratur berdasarkan size. Untuk size kecil (di atas 41-50), tidak dilakukan penyusunan keseluruhan, tetapi hanya bagian paling atas dan bawah, sedangkan bagian tengah tidak disusun.












 Penyusunan produk semi-Indvidual Quick Freezer (IQF) dilakukan dalam inner carton langsung. Tiap baris dan lapisan teratas ditutup selembar plastik untuk mengurangi terjadinya pengeringan (dehidrasi) pada udang.
Untuk produk Block Quick Freezer (BQF), dilakukan penambahan air ke dalam pan yang telah diatur dalam long pan, sebelum dibekukan. Air yang digunakan adalah air yang telah didinginkan oleh es (± 0ºC). Penambahan air dingin berfungsi untuk membentuk lapisan es pada udang yang dibekukan (sebagai media pembeku) dan sebagai pencegah pengeringan (dehidrasi) sehingga akan terbentuk blok udang yang terbungkus oleh lapisan es.
Tabel 13. Cara Penyusunan Udang dalam Pan Pembeku

11.     Pembekuan
Pembekuan dengan pelat kontak (contact plate freezer) digolongkan sebagai pembekuan cepat karena produk bersentuhan langsung dengan pelat kontak. Pembekuan cepat mempunyai keuntungan, di antaranya sebagai berikut.
a.    Kristal yang terbentuk lebih luas, menghasilkan tekstur dan mutu yang lebih baik serta mengurangi drip.
b.    Perubahan penurunan mutu (dehidrasi, denaturasi protein, dan pertumbuhan bakteri) tidak berlangsung cepat dan dapat ditekan sekecil mungkin.
Pembekuan dilaksanakan setelah udang yang telah disusun dalam pan dimasukkan dalam contact freezer. Sebelum melakukan pembekuan, terlebih dahulu alat pembekuan dioperasikan selama 10 menit sehingga suhu mencapai -10ºC. Pan-pan yang telah diatur dalam long pan, kemudian dimasukkan satu per satu ke dalam contact freezer. Contact freezer yang telah penuh oleh pan-pan, dilanjutkan dengan menggerakkan hidrolik sehingga pan-pan tersebut benar-benar tersentuh rapat oleh pelat beku.
Pembekuan berlangsung selama 4 jam untuk produk semi-IQF dan 5 jam untuk produk BQF. Suhu pembekuan yang dicapai dengan waktu pembekuan 4-5 jam berkisar antara -35ºC sampai -40ºC. Setelah waktu pembekuan tercapai, segera lakukan penggelasan (glazing) langsung dalam contact freezer,  yaitu dengan menambahkan air dalam pan-pan hingga merata pada seluruh permukaan blok yang telah terbentuk. Setelah itu, pan-pan tersebut dimasukkan kembali ke dalam contact freezer dan ditutup selama 10 menit hingga terbentuk  lapisan es yang merata dan transparan.




























Cara penggelasan tersebut dilakukan untuk produk Block Quick Freezer (BQF) saja, sedangkan penggelasan untuk produk semi-Individual Quick Freezer (IQF) dilakukan dengan cara mencelupkan inner carton yang berisi udang beku ke dalam bak yang berisi air dengan suhu awal ± 22ºC selama ½ menit. Hal ini berfungsi sebagai penghilang frost (bunga es) yang terbentuk pada permukaan udang selama pembekuan. Fungsi penggelasan sebagai pembentuk film yang transparan pada permukaan udang dan mempercantik penampilan.









             Gambar 1.15 Penggelasan.

12.     Pengepakan
a.    Produk Block Quick Freezer (BQF)
    Semua produk yang telah dilakukan penggelasan, tahap selanjutnya adalah pelepasan blok dari pan pembeku, yaitu dengan cara mencelupkan pan ke dalam bak yang berisi air, kemudian diangkat dan dilepaskan dari pan. Setelah blok udang beku lepas dari pan, blok udang tersebut dibungkus dengan kantong plastik polyethylene (poly bag),  kemudian dimasukkan ke dalam inner carton yang sesuai dengan mutu penyajian dan merek yang telah ditentukan. Inner carton yang digunakan adalah inner carton yang telah dilapisi lilin pada ke dua permukaan (double wax).
    Fungsi lilin pada carton adalah sebagai penghambat laju panas dari luar dan mencegah carton tidak basah. Udang beku yang telah dikemas dalam inner carton, akhirnya dipak dalam master carton yang terbuat dari carton bergelombang (corrugated paper board) yang dilapisi lilin pada permukaan dalam saja. Ukuran master carton adalah 6 inner carton. Enam inner carton yang telah dikemas dalam master carton, kemudian di klem (dijepit) dengan strapping band.










            Gambar 1.16 Pembekuan sistem block
b.    Produk semi-Individual Quick Freezer (IQF)
    Setelah dilakukan penggelasan, udang beku yang dalam inner carton dibungkus dengan plastik polyethylene dan ujungnya di-seal (dirapatkan dengan listrik). Setelah itu, ditutup dengan inner carton dan diberi kode label yang ada. Udang beku yang telah dikemas dalam inner carton, dikemas menjadi satu dalam master carton. Terakhir, master carton diklem. (1 master carton terdiri dari 10 inner carton).










Tabel 14. Macam Merek dan Bentuk Kemasan Produk Udang Beku
13.     Penyimpanan Beku
Penyimpanan produk beku di dalam gudang beku (cold storage) disusun dengan rapi sehingga udara dingin dapat bersirkulasi dengan baik dan berkontak langsung dengan master carton. Penyusunan master carton dalam gudang beku ini dilakukan secara terpisah sesuai dengan jenis penyajian produk akhir. Suhu penyimpanan yang digunakan adalah -30ºC sampai -35ºC dengan fluktuasi suhu  ±  2ºC.

Hukum Laut dan Pelayaran Perikanan Indonesia

 Hukum Laut dan Pelayaran Perikanan Indonesia
Sekarang, telah dikeluarkan berbagai peraturan kelautan dan perikanan secara nasional maupun internasional. Salah-satunya adalah pengaturan pemetaan wilayah laut. Contohnya, untuk mengukur jarak laut dari wilayah darat yang diberlakukan secara universal dan secara yuridis telah memberikan kepastian hukum yang dianut oleh hukum internasional dan secara faktual merupakan perluasan wilayah kekuasaannya.
Mengapa demikian? Karena negara pantai yang semula yang hanya menganut batas laut teritorial sejauh 3 mil laut, kemudian berkembang melalui konvensi hukum laut internasional, diperpanjang menjadi 4-6 mil laut, namun belum dapat diberlakukan secara langsung. Pada tahun 1982, barulah dihasilkan kesepakatan, baik oleh negara pantai maupun tidak berpantai bahwa lebar laut teritorial, maksimal 12 mil laut dari garis pantai terluar pulau yang dimiliki suatu negara.

Perkembangan batas wilayah laut tersebut sekaligus merupakan perluasan wilayah negara pantai atau minimal memberikan peluang untuk memperluas kepentingan dan pengawasannya di laut. Apabila dikaji lebih jauh, pada saat ini, kesempatan untuk memperluas wilayah kekuasaan tidaklah seperti pada waktu-waktu sebelumnya yang masih memungkinkan untuk mengadu kekuatan guna pemekaran wilayahnya.  Saat ini, dapat dilakukan perluasan dengan pertimbangan sepanjang yang dimungkinkan dan tidak melanggar hukum internasional, yaitu adanya perluasan wilayah kelautan secara legal.
Menilik sejarahnya, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan kumpulan pulau-pulau besar dan kecil. Dalam praktek ketatanegaraannya, Indonesia telah memberlakukan ketentuan selebar 12 mil laut.
Pada tanggal 13 Desember 1957, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan Deklarasi H. Djuanda, yang isinya antara lain sebagai berikut.
“Bahwa segala perairan di sekitar, di antara yang meng-hubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari negara Republik Indonesia”.
Dikeluarkannya deklarasi ini, dimaksudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan.
 Pertimbangan lain yang mendorong pemerintah mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia adalah sebagai berikut.
1.    Bentuk geografi Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau, mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan tersendiri.
2.    Penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi pemerintah kolonial sebagaimana termaktub dalam “Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie 1939” pasal 1 ayat (1), tidak sesuai lagi dengan kepentingan keselamatan dan keamanan negara Republik Indonesia.
3.    Setiap negara yang berdaulat, berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandang perlu untuk melindungi kebutuhan dan keselamatan negaranya.
Dengan dikeluarkannya pernyataan tersebut, bukan berarti tidak ada pelayaran asing pada jalur lintas di laut kepulauan Indonesia. Namun, dulunya merupakan jalur pelayaran bebas yang masih dimungkinkan untuk dilakukan pelayaran internasional dengan maksud damai.
Pada wilayah perairan inilah, kegiatan pelayaran berlangsung,  baik untuk kapal penumpang, muatan barang, penangkapan ikan maupun untuk pelayaran komersial lainnya. Bangsa Indonesia diberikan kelelusaan untuk mengeksploitasi laut Indonesia terutama sumber daya ikannya. Saat ini, hanya baru dinikmati oleh segelintir orang dari bangsa kita, dan yang terbesar justru oleh bangsa asing yang ditengarai banyak melakukan pencurian ikan di laut Indonesia.
Peningkatan kompetensi bangsa kita dalam kegiatan pelayaran penangkapan ikan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau unit pendidikan kepelautan yang dikelola oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan pendidikan kepelautan tersebut, wajib mendapat izin dari Menteri Pendidikan Nasional, setelah mendengar pendapat dari menteri terkait, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Perhubungan.
Kurikulum pendidikan kepelautan disusun dengan memerhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.    Aspek keselamatan pelayaran.
2.    Tingkat kemampuan dan kecakapan pelaut, sesuai standar kompetensi yang ditetapkan.
3.    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta manajemen di bidang pelayaran.
Pendidikan kepelautan dilaksanakan melalui jalur sekolah, yang terdiri dari pendidikan profesional kelautan dan pendidikan teknis fungsional kelautan.

Thursday 18 August 2016

budidaya belut

BUDIDAYA BELUT

Pembudidayaan belut mula-mula diteliti di Cina sebelum perang
Dunia II, dan di Taiwan sesudah perang. Kini budidaya belut telah mulai di lakukan di Indonesia. Budidaya belut tidaklah sulit. Dengan sedikit pengetahuan, semua orang pasti dapat langung mempraktekkannya. Selain itu budidaya belut tidak butuh banyak biaya, tempat luas, serta perhatian intensif, karena belut dari alam tidak rewel.  Bila akan menternakan tempat pemeliharaan tinggal disesuaikan dengan keadaan alam asalnya. Sebenarnya semua tempat dapat digunakan untuk pemeliharaan. Namun saat ini ada  dua jenis  cara beternak belut, yaitu beternak belut di kolam dan di dalam bak pelester semen.
Pada dasarnya berternak belut terdiri dari dua langkah pemeliharaan. Yaitu langkah pertama adalah pembenihan dan langkah kedua adalah pembesaran.

A. Pembenihan
Belut dapat dibenihkan sendiri dengan cara yang mudah dan murah.  Yang harus dilakukan pertama kali adalah memilih induk jantan dan betina yang baik. Cara membedakan induk jantan dan betina dapat dilihat ari ciri-ciri belut jantan dan betina.
Pembenihan perlu memperhatikan musim kawin belut, karena  perkawinan belut hanya terjadi sekali dalam satu tahun. Perkawinannya terjadi pada musim hujan. Dan pemijahannya terjadi pada malam hari  dengan temperatur air berkisar antara 28 – 31 derajat celcius.
Banyaknya belut yang dimasukan ke dalam kolam pemijahan berukuran 1 meter persegi adalah satu ekor belut jantan dan dua ekor belut betina.  Setelah induk belut dimasukan ke dalam kolam pembibitan, kolam perlu diperiksa setiap hari. Perhatikan permukaan air, jika sudah terbentuk gelembung-gelembung busa, itu tandanya belut  sudah membuat lubang perkawinan.
Gelembung–gelembung busa biasanya terjadi selama sepuluh hari. Setelah itu akan menghilang. Menghilangnya gelembung busa menandakan bahwa perkawinan belut sudah berakhir. Terjadinya gelembung busa juga menandakan bahwa pekawinan belut berhasil dilakukan, dan kita tinggal menunggu  menetasnya telur.
Setelah telur menetas, anak belut bisa ditangkap pada usia 5-8 hari. Benih ini kemudian  dimasukan  ke dalam kolam pembesaran benih, sedangkan induknya dipindahkan ke dalam kolam penampungan  bibit.

B. Penampungan Induk Belut
Induk belut betina harus dipisahkan dengan anak belut. Biasanya ditampung dalam kolam tersendiri. Konstruksi kolam untuk penampungan induk belut telah dibicarakan di atas. Dalam penampungan induk belut tiap 1 meter persegi hanya dapat disimpan 6 ekor induk saja. Jadi banyaknya induk belut yang dismpan dalam kolam penampungan harus disesuaikan dengan besarnya kolam penampungan.  Penyimpanan induk belut hanya dilakukan untuk induk betina saja, karena induk jantan pada umumnya sudah tidak produktif lagi. Diharapkan induk betina yang disimpan, akan menjadi  induk jantan di masa  perkawinan yang akan datang.
C. Pembesaran Bibit Belut (Pendederan)
Pada dasarnya, pembesaran bibit belut terdiri dari dua bagian, yaitu pembesaran dan penjarangan.

1. Pembesaran
Anak-anak belut yang telah berumur 5-8 hari sebaiknya segera diambil dan dipisahkan pada kolam tersendiri. Konstrusi kolam untuk pendederan anak belut telah dibicarakan sebelumnya. Banyaknya benih belut yang dapat ditampung di kolam adalah 500 ekor setiap 1 meter persegi.
Belut yang dibesarkan di kolam pembesaran harus di angkat setiap 2 bulan sekali. Karena setiap dua bulan sekali, bahan organik yang ditumpuk di kolam harus diganti. Biasanya pada dua bulan pertama, anak belut yang dibesarkan dapat mencapai ukuran 5-8 sentimeter. Anak belut berukuran 5-8 sentimeter ini cocok untuk dijadikan benih bagi petani ikan yang tidak melakukan pembibitan. Jadi jika kita bermaksud menjual bibit belut, maka dua bulan pertama pembesaran dapat dipanen.
Namun jika kita bermaksud untuk memanen belut untuk ukuran konsumsi, maka anak belut harus tetap dipelihara lagi. Caranya adalah, kolam pembesaran diganti dahulu bahan-bahan organiknya.  Hal ini dilakukan sama pada saat membuat kolam pembesaran yang pertama, yaitu dengan  menumpuk sekam padi, dedak kasar, pupuk kandang, dan jerami.
Setelah hal itu dilakukan, belut dimasukan kembali ke dalam kolam, tetapi  banyaknya belut yang dimasukan dikurangi. Kalau pada pendederan pertama sebanyak 500 ekor tiap satu meter persegi, maka pada pembesaran  kedua sebanyak seratus  ekor tiap meter persegi.
Selama dua bulan ke dua, belut akan bertambah  panjang menjadi 15  sentimeter.  Belut dengan ukuran itu dapat dipanen dan dijual.
Namun, ada juga yang memerlukan belut dalam ukuran yang lebih besar. Belut ini dapat dipelihara kembali hingga berukuran 25-30 cm. Pada tahap ini, kembali dilakukan penjarangan. Adapun kepadatannya berkisar antara 25 ekor tiap meter persegi.















Gambar belut yang siap dipanen




















Budidaya Belut

BUDIDAYA BELUT

Pembudidayaan belut mula-mula diteliti di Cina sebelum perang
Dunia II, dan di Taiwan sesudah perang. Kini budidaya belut telah mulai di lakukan di Indonesia. Budidaya belut tidaklah sulit. Dengan sedikit pengetahuan, semua orang pasti dapat langung mempraktekkannya. Selain itu budidaya belut tidak butuh banyak biaya, tempat luas, serta perhatian intensif, karena belut dari alam tidak rewel.  Bila akan menternakan tempat pemeliharaan tinggal disesuaikan dengan keadaan alam asalnya. Sebenarnya semua tempat dapat digunakan untuk pemeliharaan. Namun saat ini ada  dua jenis  cara beternak belut, yaitu beternak belut di kolam dan di dalam bak pelester semen.
Pada dasarnya berternak belut terdiri dari dua langkah pemeliharaan. Yaitu langkah pertama adalah pembenihan dan langkah kedua adalah pembesaran.

A. Pembenihan
Belut dapat dibenihkan sendiri dengan cara yang mudah dan murah.  Yang harus dilakukan pertama kali adalah memilih induk jantan dan betina yang baik. Cara membedakan induk jantan dan betina dapat dilihat ari ciri-ciri belut jantan dan betina.
Pembenihan perlu memperhatikan musim kawin belut, karena  perkawinan belut hanya terjadi sekali dalam satu tahun. Perkawinannya terjadi pada musim hujan. Dan pemijahannya terjadi pada malam hari  dengan temperatur air berkisar antara 28 – 31 derajat celcius.
Banyaknya belut yang dimasukan ke dalam kolam pemijahan berukuran 1 meter persegi adalah satu ekor belut jantan dan dua ekor belut betina.  Setelah induk belut dimasukan ke dalam kolam pembibitan, kolam perlu diperiksa setiap hari. Perhatikan permukaan air, jika sudah terbentuk gelembung-gelembung busa, itu tandanya belut  sudah membuat lubang perkawinan.
Gelembung–gelembung busa biasanya terjadi selama sepuluh hari. Setelah itu akan menghilang. Menghilangnya gelembung busa menandakan bahwa perkawinan belut sudah berakhir. Terjadinya gelembung busa juga menandakan bahwa pekawinan belut berhasil dilakukan, dan kita tinggal menunggu  menetasnya telur.
Setelah telur menetas, anak belut bisa ditangkap pada usia 5-8 hari. Benih ini kemudian  dimasukan  ke dalam kolam pembesaran benih, sedangkan induknya dipindahkan ke dalam kolam penampungan  bibit.

B. Penampungan Induk Belut
Induk belut betina harus dipisahkan dengan anak belut. Biasanya ditampung dalam kolam tersendiri. Konstruksi kolam untuk penampungan induk belut telah dibicarakan di atas. Dalam penampungan induk belut tiap 1 meter persegi hanya dapat disimpan 6 ekor induk saja. Jadi banyaknya induk belut yang dismpan dalam kolam penampungan harus disesuaikan dengan besarnya kolam penampungan.  Penyimpanan induk belut hanya dilakukan untuk induk betina saja, karena induk jantan pada umumnya sudah tidak produktif lagi. Diharapkan induk betina yang disimpan, akan menjadi  induk jantan di masa  perkawinan yang akan datang.
C. Pembesaran Bibit Belut (Pendederan)
Pada dasarnya, pembesaran bibit belut terdiri dari dua bagian, yaitu pembesaran dan penjarangan.

1. Pembesaran
Anak-anak belut yang telah berumur 5-8 hari sebaiknya segera diambil dan dipisahkan pada kolam tersendiri. Konstrusi kolam untuk pendederan anak belut telah dibicarakan sebelumnya. Banyaknya benih belut yang dapat ditampung di kolam adalah 500 ekor setiap 1 meter persegi.
Belut yang dibesarkan di kolam pembesaran harus di angkat setiap 2 bulan sekali. Karena setiap dua bulan sekali, bahan organik yang ditumpuk di kolam harus diganti. Biasanya pada dua bulan pertama, anak belut yang dibesarkan dapat mencapai ukuran 5-8 sentimeter. Anak belut berukuran 5-8 sentimeter ini cocok untuk dijadikan benih bagi petani ikan yang tidak melakukan pembibitan. Jadi jika kita bermaksud menjual bibit belut, maka dua bulan pertama pembesaran dapat dipanen.
Namun jika kita bermaksud untuk memanen belut untuk ukuran konsumsi, maka anak belut harus tetap dipelihara lagi. Caranya adalah, kolam pembesaran diganti dahulu bahan-bahan organiknya.  Hal ini dilakukan sama pada saat membuat kolam pembesaran yang pertama, yaitu dengan  menumpuk sekam padi, dedak kasar, pupuk kandang, dan jerami.
Setelah hal itu dilakukan, belut dimasukan kembali ke dalam kolam, tetapi  banyaknya belut yang dimasukan dikurangi. Kalau pada pendederan pertama sebanyak 500 ekor tiap satu meter persegi, maka pada pembesaran  kedua sebanyak seratus  ekor tiap meter persegi.
Selama dua bulan ke dua, belut akan bertambah  panjang menjadi 15  sentimeter.  Belut dengan ukuran itu dapat dipanen dan dijual.
Namun, ada juga yang memerlukan belut dalam ukuran yang lebih besar. Belut ini dapat dipelihara kembali hingga berukuran 25-30 cm. Pada tahap ini, kembali dilakukan penjarangan. Adapun kepadatannya berkisar antara 25 ekor tiap meter persegi.















Gambar belut yang siap dipanen