Tuesday 18 October 2016

KASCING (BEKAS CACING) HASIL SAMPINGAN DARI BUDIDAYA CACING

KASCING HASIL SAMPINGAN DARI BUDIDAYA CACING
A.     PENGERTIAN
Kascing adalah kependekan dari bekas cacing. Kascing  adalah media yang memang tidak akan dipergunakan lagi oleh pembudidaya cacing. Warna media yang sudah menjadi kascing adalah gelap. Lingkungannya sudah tidak cocok untuk sang cacing. Volume kotoran cacing sudah terlalu banyak dan ini menjadi racun bagi cacing itu sendiri. Itulah sebabnya media seperti ini dijadikan kascing.

B.     SIFAT DAN MANFAAT
Kascing mempunyai sifat dan manfaat yang baik bagi pertanian. Adapun sifat dan manfaat itu adalah sebagai berikut.

1.     Sifat-sifat:
a.     tidak mengandung telur cacing
b.     mengandung hormon pertumbuhan
c.    kaya akan unsur hara makro dan mikro
d.     tidak beracun
e.     alami (bukan sintesis)
f.     menggemburkan tanah yang kering dan miskin hara
g.     mudah digunakan
h.     ramah lingkungan.

2.     Manfaat
a.     meningkatkan produktivitas
b.     mempercepat waktu panen
c.     merangsang pertumbuhan akar, batang, dan daun
d.     merangsang pertumbuhan bunga
e.     menggemburkan/menyuburkan tanah
f.     baik untuk media tanam pembenihan.

C.     PENGGUNAAN KASCING PADA TANAMAN SAYURAN DAN TANAMAN LAINNYA
Media bekas cacing memiliki unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman. Perkebunan belum banyak menggunakannya karena masih diliputi keraguan akan hasil yang dicapai. Di samping ketersediaan kascing itu sendiri terbatas.
Tabel Kandungan unsur hara kascing
    Makro    Mikro

    C    20,2%    Fe    13,5mg/kg
    N    1,58%    Mn    661,5 mg/kg
    C/N    13    Al    5 mg/kg
    P    703 mg/kg    Na    154 mg/kg
    K    218 mg/kg    Cu    1,7mg/kg
    Ca    350 mg/kg    Zn    33,55 mg/kg
    Mg    214,3 MG/KG    Bo    34,37 mg/kg
    S    153,7 mg/kg
D.     PENGGUNAAN KASCING OLEH PETANI BUAH-BUAHAN DAN SAYURAN
Di Bali pada tahun 1997 sebenarnya sudah ada yang menerapkan kascing pada tanaman melon. Tanaman melon yang semula mati saat berbunga, kemudian tumbuh subur setelah diberi pupuk dasar kascing. Bahkan, produksinya meningkat hingga 1,5 kali lipat.
Kemudian, di Bandung, Kascing digunakan untuk bertanam strawberi. Hasilnya, strawberi mereka tumbuh dengan subur dan berbuah cukup besar.
Lain halnya dengan di Yogyakarta. Media kascing digunakan untuk bertanam cabai dan tomat. Hasilnya, batangnya menjadi kokoh, berakar lebat, dan kemungkinan hasil produksinya tinggi.
Hal yang sama dialami oleh petani sayuran. Dengan menggunakan media kascing, sawi tumbuh besar dan regas. Pertumbuhannya jauh lebih pesat jika ditaman di tanah biasa.
















Gambar Sawi tumbuh subur dengan media kascing

Seperti yang terlihat pada tabel di atas, kascing mengandung nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, sulfur, dan magnesium. Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium, kascing mengandung CaO 2,84%, MgO 1,16%, K2O 2,21%, N 4,44%, P2O5 1,22%, dan SO3 0,37%.
Namun, persentase unsur hara tersebut berbeda pada setiap kascing. Hal ini bergantung pada jenis pakan yang diberikan kepada cacing bersangkutan. Tentu saja demikian, karena apa yang dimakan, itulah yang dikeluarkan. Cacing yang diberi pakan kotoran sapi dan sayur, komposisi haranya akan lebih baik dibandingkan cacing yang hanya diberi kotoran sapi saja.
Selain itu ada pula cacing dengan media serbuk gergaji. Kascing yang dihasilkan banyak mengandung kadar nitrogen tinggi.
Lain halnya dengan kascing yang menggunakan jerami. Unsur hara yang dominan adalah kalium.Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran memberikan hasil laboratorium kascing yang berasal dari media campuran 70% jerami dan 30% kotoran sapi; kandungan N 2,47%, P 2,08%, K 44, 24%, C/N rasio 18,28 dan moester 3,32%.
Dengan demikian, pemakaian kascing tertentu disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman. Tanaman pada fase vegetatif lebih banyak membutuhkan nitrogen; generatif, kalium lebih banyak.











PEMANENAN BUDIDAYA CACING TANAH

PANEN


Panen cacing dilakukan setelah populasi melimpah. Teknik
    memanen sama dengan memindahkan cacing dewasa dan induk ke wadah baru. Adapun cara memanen cacing tanah adalah sebagai berikut.

A.     PENYINARAN
Penyinaran adalah cara yang efektif untuk mengumpulkan cacing. Cara ini dilakukan sesuai sifat cacing. Walaupun cacing tidak memiliki mata, sensor cahaya di kulit tubuhnya sangat sensitif. Ketika terkena sinar, tubuh cacing akan terasa panas. Mereka tidak terbiasa dengan suhu yang tinggi. Secara otomatis, cacing berusaha mencari tempat yang lebih gelap. Tentunya, tempat itu memiliki suhu yang sesuai dengan sifat hidupnya.
Kebiasaan inilah yang dijadikan alat panen. Sejumlah media diambil dan ditumpuk berbentuk kerucut. Cacing yang ada di bagian atas secara otomatis bergerak ke dasar tumpukan mencari tempat yang lebih gelap. Sementara itu, secara perlahan-lahan media di bagian atas diambil sambil dipilah oleh tangan. Demikian seterusnya sehingga akhirnya terlihatlah kumpulan cacing di dasar tumpukan.











Gambar Kotak cacing yang diberi sinar dan cacing akan menjauh dari sinar

B.     PEMANCINGAN
Cara lain dengan memancing kedatangan sang cacing. Tumpukkan sejumlah pakan di tempat terpisah yang jauh dari gerombolan cacing. Hewan ini akan menyerbu ke sana. Di perjalanan, mereka ditangkap dan dimasukkan ke wadah panen.












Gambar Cacing yang diberi pakan
C.     PEMISAHAN CACING DARI MEDIA
Panen dengan cara ini adalah cacing dipisahkan langsung dari media. Caranya adalah sebagai berikut.
1.     Siapkan alas di lantai untuk menebar media kascing.
2.     Ambillah Peti kayu yang berisi cacing yang akan dipanen.
3.     Tumpahkan media kascing terebut di alas.
4.     Gemburkan media tersebut.
5.     Buatlah gundukan sehingga menggunung.
6.     Cacing yang terdapat dari media akan berpindah ke bagian yang paling bawah.
7.     Masukkan media kascing pada bagian atas gundukan sedikit demi sedikit ke wadah. Usahakan agar cacing tidak terbawa.
8.     Hingga pada akhirnya, media kascing telah terangkat. Cacing berkumpul di bagian dasar dan siap diambil.














Gambar Gundukan Kascing

PEMELIHARAAN SELAMA BUDIDAYA CACING TANAH

PEMELIHARAAN
Selain memberikan pakan, hal lain yang harus diperhatikan dalam membudidayakan cacing tanah adalah pemeliharaan. Pemeliharaan meliputi berbagai hal pada media. Perawatan media dilakukan guna mempertahankan kualitas media sehingga media tetap menjadi tempat yang layak bagi cacing yang dipelihara. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan media adalah sebagai berikut.

1.     Penyiraman
Penyiraman dilakukan guna mempertahankan agar media tetap lembap. Namun, kita harus memperhatikan air yang diberikan. Pemberian air yang terlalu banyak dapat menyebabkan kematian pada cacing. Mengapa? Karena cacing akan kehabisan oksigen. Akibatnya, cacing akan keluar dari media dan berusaha keluar. Adapun kelebapan yang dibutuhkan media hanyalah berkisar antara 15-30 % saja.

















Gambar wadah cacing disiram
2.     Pengadukan
Pengadukan media perlu dilakukan untuk menghindari pemadatan media. Selain itu, pengadukan media dilakukan guna mencukupi kadar oksigen dalam media yang sangat dibutuhkan oleh cacing. Lakukanlah pengadukan dengan hati-hati. Bahkan, pengadukan sebaiknya digunakan dengan tangan. Hal ini guna menghindari agar cacing tidak terluka. Jika pengadukan dilakukan dengan benda tajam, kemungkinan akan banyak cacing yang terpotong.

















Gambar Media cacing diaduk

3.     Pengukuran Suhu dan pH
Suhu yang dikehendaki cacing berkisar antara 15-25 oC. Perubahan suhu yang berlebihan dapat menyebabkan kematian pada cacing. Jika suhu meninggi, segeralah perhatikan faktor-faktor penyebabnya. Kemudian, segeralah ditanggulangi.
Selain suhu, pH media juga harus tetap diperhatikan Adapun pH ideal meida berkisar antara 6-7,2. Jika pH menurun, pencegahannya dapat dilakukan dengan memberikan kapur pada media. Cara pemberiannya adalah dengan dilarutkan dalam air. Berikan saat penyiraman.

4.     Pergantian Media
Pergantian media perlu dilakukan bila terjadi pemadatan pada media. Pemadatan terjadi karena partikel media telah mengecil.
Adapun ciri-ciri media yang telah harus diganti adalah sebagai berikut.
a.     Warna media hitam
b.     Lengket
c.     Mudah memadat bila basah
d.     Media telah digunakan selama 2,5 bulan.

Namun, media tersebut bukanlah tidak bermanfaat. Media bekas cacing dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik bagi tanaman. Begitu bermanfaatnya media ini hingga dapat diperjualbelikan.

PEMBERIAN PAKAN BUDIDAYA CACING TANAH


Seperti halnya pemeliharaan hewan lainnya, dalam pemeliharaan cacing pun perlu adanya pemberian pakan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan pakan yang diberikan.
1.     Pakan harus berupa bubur dengan kandungan bahan padat 20% dan air 75%
2.     Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga saat pemberikan pakan, harus diberi penutup.
3.     Cacing tanah dapat mengkonsumsi makanannya selama waktu 24 jam.
4.     Bahan makanan yang dapat mengeluarkan gas harus dibusukkan terlebih dahulu.

Adapun cara pemberian pakan adalah sebagai berikut.

1.     Pada hari pertama, siapkan pakan sebanyak dua kali berat cacing yang dipelihara. Adapun pakan yang diberikan adalah berupa kotoran hewan dan  kompos sayuran. Aduklah kotoran hewan dan kompos sayuran itu hingga merata.
2.      Kemudian masukkan separuh pakan yang telah disiapkan itu ke dalam media pembesaran cacing. Lalu, aduklah pakan itu hingga bercampur rata dengan media. Lakukan dengan hati-hati. Kemudian, ratakanlah kembali.
3.     Pakan yang tersisa ditaburkan di atas permukaan media. Kemudian tutuplah pakan tersebut dengan bahan yang tidak tembus cahaya. Hal ini dilakukan karena cacing sensitif terhadap cahaya.
4.     Pada hari kedua, siapkan pakan dengan campuran bahan yang sama dengan hari pertama. Namun, jumlah yang diberikan adalah sebanyak pakan yang habis pada hari pertama. Pemberian pakan hanya ditaburkan pada permukaan media saja.
5.     Pada hari ketiga perlu diberi pakan tambahan yang mengandung protein, tetapi tetap dalam bentuk bubur. Pakan tambahan ini dapat berupa dedak jagung, ampas kedele, dedak padi, dan ampas tahu.
6.     Cara pemberian pakannya adalah diberikan sebanyak pakan yang habis pada hari kedua. Tebarkan di atas permukaan media secara merata. Jangan lupa tutup dengan bahan yang tidak tembus cahaya.

MEDIA PEMBESARAN CACING TANAH


Untuk pembesaran ada yang memakai perbandingan 50% kompos dan 50% pupuk kandang. Setelah disediakan media pembesaran, media itu tidak dapat langsung digunakan, tetapi kita harus menunggu agar media itu mengalami pelapukan terlebih dahulu. Penyimpanan dilakuan hingga 7-30 hari. Lama waktu pelapukan tersebut bergantung pada jenis media yang digunakan. Adapun Proses pembuatan media pembesaran adalah sebagai berikut.

1.     Alat
a.     Wadah, tempat meletakkan media hidup cacing. Wadah ini dapat terbuat dari bak semen, drum, atau karung.
b.     Pisau digunakan untuk memotong bahan media cacing.
c.     Pengaduk. Jenis pengaduk yang digunakan terbuat dari bahan kayu.
d.     Sarung tangan. Sarung tangan digunakan untuk pengambilan pupuk kandang atau kompos.
e.     Masker. Masker digunakan untuk menutup hidung agar tidak tercium bau pupuk kandang atau kompos.

2.      Bahan
a.     Pupuk kandang yang terdiri dari kotoran hewan.
b.     Pupuk kompos yang terdiri dari  tumbuh-tumbuhan yang telah membusuk.

2.     Cara Membuat Media Tersebut adalah sebagai berikut
a.     Siapkan bahan-bahan organik yang akan digunakan sebagai media. Bahan organik tersebut berupa 50% pupuk kandang dan 50% pupuk kompos.
b.     Kemudian, campurkan bahan organik tersebut dan aduk hingga rata. Sambil diaduk, berilah air sedikit demi sedikit hingga bahan tampak lembap.






















Gambar Pupuk kandang dan pupuk kompos diaduk sambil diberi air















Gambar bahan media dimasukkan ke dalam bak karung, atau drum

c.     Tahap selanjutnya, masukkan bahan yang telah dibasahi tersebut ke dalam wadah. Wadah pembesaran cacing dapat berupa bak semen, karung goni, dan drum. Lalu, tutuplah wadah tersebut. Sisakan sedikit celah agar udara dapat masuk
d.     Letakkan wadah tersebut di tempat yang agak jauh dari pemukiman penduduk karena pelapukan bahan tesbut akan mengeluarkan gas yang berbau. Dengan demikian, baunya tidak mengganggu penduduk.




















Gambar media dimasukkan ke dalam wadah plastik/besek/peti kayu

e.     Proses pelapukan akan memakan waktu sekitar beberapa minggu. Setiap seminggu sekali,  aduklah bahan tersebut hingga merata. Ini bertujuan agar udara merata dan pembusukan akan merata pula.
f.     Setelah lapuk, keluarkan bahan media dari wadah. Lakukanlah penyeleksian. Penyelesain dilakukan jika ada media yang belum lapuk. Kini, media sudah dapat digunakan.
g.     Masukkan media ke dalam wadah plastik, atau besek, atau peti kayu. Campurlah media itu dengan pakan tambahan. Usahakan campuran media dan pakan hanya setinggi 25 cm. Jika media kurang tebal akan membuat media cepat kering. Kemudian, jika media terlalu tebal, akan terjadi pemadatan.

SYARAT LOKASI DAN TEMPAT PEMELIHARAAN CACING TANAH


Agar pembudidayaan berjalan dengan lancar, terlebih dahulu kita harus mempersiapkan lokasi untuk membudidayakan cacing. Adapun lokasi tersebut dapat di sembarang tempat asalkan tidak langsung terkena curahan air hujan, tidak terkena sinar matahari langsung, dan mudah terjangkau.

1.     Wadah Pemeliharaan
Berdasarkan pengalaman, peletakan wadah tempat budidaya bervariasi antara satu peternak dengan peternak lainnya. Cara-cara tersebut adalah sebagai berikut.

a.     Bak semen
Ada beberapa petani yang meletakkan tempat pemeliharaan di bak semen. Mereka membuat bak tersebut dengan menggali tanah berbentuk segi empat. Kemudian, sisi-sisi bak tersebut disemen agar cacing tidak kabur ke mana-mana.  Ke dalam lubang itu dimasukkan media untuk memelihara cacing. Model pemeliharaan ini memerlukan lahan relatip luas dan tidak bisa dilakukan di sembarang tempat.












Gambar Bak semen di dalam tanah

b.     Kotak pemeliharaan yang disusun di rak












Gambar Kotak-kotak yang diletakkan di rak

Pemeliharaan cacing tanah dalam kotak yang disusun pada rak bertingkat adalah cara yang sangat praktis dan hemat tempat. Selain menghemat tempat, pemeliharaan dalam kotak yang diletakkan di rak-rak mudah dipantau. Kemudian, pemanenannyapun mudah dilakukan.
Untuk memelihara cacing berbagai wadah dapat digunakan. Tempat pemeliharaan beragam: kotak kayu, besek,  dan wadah plastik.

1)     Kotak kayu
Kotak kayu dapat dibuat sendiri atau dapat pula memanfaatkan peti kemasan buah. Peti kayu bekas kemasan buah atau sayuran yang sering dijumpai di pasarpun bisa dipakai. Peti dibuka bagian atasnya, kemudian diberi alas karung goni. Alas ini tidak hanya menutupi dasar, tetapi juga keempat sisinya. Tidak ada standar untuk ukuran kotak. Yang penting kotak itu tidak mengandung bahan beracun, murah, mudah diperoleh,  dan kapasitas tampungnya memadai. Sebagai acuan, kotak 90 cm x 90 cm x 30 cm x 15 cm menampung 250 gram bibit.












Gambar Kotak kayu bekas buah
2)     Besek
Besek adalah sebuah wadah yang terbuat dari anyaman bambu. Biasanya, besek digunakan untuk mengemas makanan. Besek dapat digunakan mengingat wadah tersebut memenuhi syarat untuk digunakan.








Gambar Besek

3)     wadah plastik
Wadah plastik juga baik digunakan sebagai wadah untuk membudidayakan cacing tanah. Selain memenuhi syarat, wadah plastik bisa kita dapatkan dengan  berbagai ukuran. Bahkan, wadah plastik tahan lama. Banyak peternak cacing yang menggunakan wadah ini.









Gambar Wadah plastik

2.     Syarat Media tempat hidup cacing
Di alam, cacing hidup di tanah. Selain tempat hidup tanah tersebut juga merupakan pakan cacing. Namun, dalam membudidayakan cacing, media yang diberikan semakin baik semakin pesat pertumbuhan dan perkembangbiakannya.
Dalam membudidayakan cacing tanah, jenis media sebagai tempat hidup sekaligus pakan cacing tergantung bahan yang tersedia. Contoh media cacing itu adalah sebagai berikut.
Serbuk gergaji, sampah organik, daun-daunan, dan rumput, serutan kayu, sekam, dedak padi, eceng gondok, ampas singkong, buah-buahan busuk, sisa-sisa sayuran, daun pisang kering adalah beberapa contoh bahan media untuk beternak cacing.
Media yang dipakai dapat pula berasal dari kompos hasil pertanian. Terbuka pula kemungkinan mencampur kompos dengan pupuk kandang dengan perbandingan 70% : 30% untuk produksi kokon: perbandingan 50% : 50% untuk pembesaran. Jarang sekali peternak yang memelihara cacing dengan media 100% kompos atau 100% pupuk kandang. Umumnya, mereka mencampur kedua jenis itu, mengomposkannya bersama-sama, dan langsung memakainnya setelah memenuhi syarat.
 Pada prinsipnya, media itu harus mengandung bahan organik tinggi. Selain itu, bahan tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

a.     Mampu menahan air
Media hidup cacing harus mampu menahan air. Ini sangat berguna saat pemeliharaan. Dengan demikian, saat memeliharanya kita tidak perlu sering menyiramnya. Kita tahu bahwa cacing sangat suka tinggal di tempat yang lembap. Jika tinggal di tempat yang kering, cacing tersebut akan mengeluarkan lendir dari kulitnya. Dengan demikian, tubuhnya akan selalu lembap.
Selain untuk mempertahankan kelembapan tubuhnya, kelembapan media sangat dibutuhkan agar cacing tanah dapat melakukan proses pernapasannya dengan baik.

b.     Tidak beracun
Media yang digunakan untuk setiap pengembangbiakan makhluk hidup tentunya diharapkan tidak beracun. Gejala media yang beracun pada pembudidayaan cacing tanah terlihat apabila cacing tersebut resah, yaitu, mereka bergelinjang-gelinjang berlomba-lomba untuk keluar dari media itu.
Salah satu contoh penyebab terjadinya tercemarnya racun pada media adalah dari penyiraman air. Mungkin saja air tersebut mengandung sabun. Air sabun merupakan racun bagi cacing tanah.

c.     Mudah terurai
Cacing memang pemakan bahan organik, tetapi mereka tidak akan menyantap makanan yang masih keras atau yang terlalu besar ukurannya. Mereka hanya mengkonsumsi pakan yang sudah lunak melalui proses pembusukan alami.  Dengan persyaratan itu, media atau pakan untuk cacing perlu diberi perlakuan sebelum dipakai.
Untuk media dari kotoran ternak, simpan kotoran tersebut selama 2 hingga 3 minggu di tong tertutup. Segala macam kotoran ternak bisa dipakai, kecuali kotoran anjing, kucing, dan kuda. Para peternak di sini banyak memakai kotoran kuda lantaran memiliki efek bagus bagi cacing. Namun, di luar negeri, kotoran kuda dihindari sebab ia mungkin saja mengandung cacing lain atau antibiotik yang berbahaya bagi cacing. Kotoran ketiga hewan itu bisa saja mengandung bakteri staphylococcus dan steptococcus.
Perlakuan lebih rumit  diperlukan bila bahan baku media sayuran atau sisa-sisa hasil pertanian. Ukuran bahan harus kecil. Karena itu, sayuran bersosok besar perlu dicacah. Sisa-sisa hasil pertanian mungkin saja tercemar residu pestisida. Supaya aman, sebaiknya bahan-bahan tersebut dicuci di air mengalir dahulu sebelum dicacah dan dicampur dengan yang lain. Pencucian sekaligus menaikkan kelembapan mikro. Kelembapan ini dibutuhkan dalam proses dekomposisi menjadi bahan yang mudah disantap cacing.
Setelah seluruh bahan terkumpul, dicacah, dan dicuci, campur dan tumpukkan di suatu tempat. Tinggi tumpukan 1 meter. Tutup bagian atas dengan karung basah, tetapi biarkan keempat sisi terbuka. Seandainya tidak mencapai 1 meter, sebaikya masukkan saja bahan ke karung. Pilih bahan yang masing memungkinkan udara keluar masuk, misalnya karung goni atau karung plastik. Dekomposisi berlangusng selama 2 minggu. Selama itu,yang perlu dilakukan  ialah membalik- balik tumpukan sehingga, proses pematangan lebih cepat.

d.     Mengandung Oksigen
Cacing termasuk hewan yang membutuhkan oksigen cukup untuk kehidupannya. Kulit tubuh menjadi tempat masuknya oksigen dan keluarnya karbonmonoksida.

e.     Suhu media
Mereka aktif sekali pada suhu ruangan, sekitar 220C hingga 28 0C. Suhu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kekeringan, sehingga dapat mengganggu aktivitas dan pertumbuhan cacing. Bahkan, kemungkinan cacing akan mati.

f.     Keasaman
Keasaman adalah banyaknya ion hidrogen dalam media. Kadar ion hidrogen yang terlalu tinggi dapat menyebabkan media menjadi asam.Sebaliknya, jika konsentrasi hidrogen terlalu rendah, media akan menjadi basa.
Setelah terurai, bahan siap dipakai untuk memelihara cacing. Keasaman bahan ideal untuk media cacing, antara lain: pH 6,5 hingga 7,5. Dengan kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing dapat bekerja dengan baik dalam melakukan proses pembusukan.

g.     Kelembapan
Kelembapan/Kadar air yang disarankan untuk media hidup cacing berkisar antara 40% - 60%. Jika kadar air, terlalu tinggi, hal ini akan menimbulkan bau yang tidak sedap.

PEMILIHAN INDUK BUDIDAYA CACING TANAH


Bagi Anda yang baru memulai dalam membudidayakan cacing tanah, Induk sebaiknya diperoleh dari peternak lainnya.

1.     Membeli dari Peternak
Cacing tanah (Lubricus rubellus) bukanlah cacing lokal. Cacing ini merupakan cacing impor. Jadi, akan sulit bagi kita untuk menemukannya di alam.
Oleh karena itu, untuk memperoleh bibit/calon induk, sebaiknya kita dapat kan dari peternak lain yang telah terlebih dahulu membudidayakannya. Dengan demikian, selain mendapatkan kepastian akan jenis yang dimaksud, kita dapat memilih benih yang baik.
Dalam membeli cacing dari perternak, ada hal lain yang harus diperhatikan. Hal tersebut adalah wadah pengangkutan. Ini mengigat kemungkinan petenak tersebut letaknya jauh dari rumah kita. Wadah harus benar-benar dipersiapkan guna menghindari kerugian. Jangan sampai, cacing yang kita bawa mati diperjalanan
Pada prinsifnya, wadah yang digunakan untuk membawa bibit, sama dengan wadah yang digunakan untuk membudidayakannya. Namun, wadah yang digunakan untuk membawa cacing hendaklah mudah untuk dibawa. Untuk itu,  ada wadah yang mudah digunakan, yaitu karung. Karung digunakan jika kita hendak membawa bibit dalam jumlah yang banyak.
Sebelum digunakan, karung sebaiknya dibasahi terlebih dahulu. Karung yang lembap ini untuk menjaga agar suhu dalam karung tetap terjaga.
Adapun cara mempersiapkan wadah untuk membawa bibit itu adalah sebagai berikut.
a.     Siapkan wadah untuk membawa cacing.
b.     Berilah sedikit media ke dalam wadah tersebut. Media yang dimaksud adalah tempat hidup cacing.
c.     Sebelum cacing dimasukkan, timbanglah wadah yang telah diisi media tersebut. Catatlah. Penimbangan wadah dilakukan untuk menentukan berat bersih cacing yang akan dibeli.
d.     Masukkan cacing ke dalam media tersebut dengan berat yang telah ditentukan.
Para peternak biasanya menjual bibit perkilogram. Untuk itu, dalam menentukan jumlah  bibit yang akan dibeli sebaiknya ditentukan berdasarkan kebutuhan dalam pemeliharaan.

2.     Pemilihan Induk
Untuk membudidayakan cacing tanah, pemilihan induk perlu dilakukan guna kelancaran dalam proses budidaya. Adapun syarat-syarat induk yang baik adalah sebagai berikut.
a.     Induk cacing harus berumur minimal 3 bulan, tertua 10 bulan. Saat itu, cacing dalam tahap roduktif. Tolak cacing berumur lebih dari 10 bulan lantaran ia sudah tidak terpakai lagi. Di bawah 3 bulan asih bisa dipakai, asal dibesarkan dahulu.
b.     Ciri cacing produktif ialah adanya klitelium. Bagian ini ini mudah terlihat lantaran pada Eisenia foetida, warnannya putih kekuningan, sangat mencolok di tengah-tengah warna merah maron. Apalagi bentuk klitelium ini menonjol, agak benjol dibandingkan bagian tubuh lain.

PENGEMBANGBIAKAN CACING TANAH



A.     PENEBARAN INDUK
Tebarkan induk cacing yang berperan sebagai bibit  ke media siap pakai. Kesesuaian media dengan cacing bisa dicek melalui cara sederhana. Tebarkan beberapa ekor cacing. Perhatikan, apakah mereka masuk ke dalam media dan tidak keluar lagi. Jika ya, berarti media sudah aman bagi sang cacing. Kalu tidak, proses lagi media tersebut sampai cacing betah hidup di dalamnya. Jumlah cacing yang ditebarkan tergantung volume media. Satu kilo cacing membutuhkan 20 hingga 40 liter media.

B.     PEMELIHARAAN
Selama pemeliharaan sedikit sekali yang harus dilakukan peternak. perawatan rutin ialah mengaduk-aduk media. Cacing membutuhkan banyak oksigen untuk hidup. Oksegen masuk melalui kulit dan keluar dari jalan yang sama dalam bentuk karbon dioksida. Seandainya kandungan oksigen di media kurang, cacing berusaha mencari ke permukaan. Suatu hal yang dihindari oleh mereka karena cacing tidak suka tempat terang. Itulah sebabnya penggarukan media secara rutin perlu dilakukan. Frekuensi penggaruan tergantung situasi. Tidak perlu setiap hari, tetapi minimal 2 hari sekali.

C.     PEMBERIAN PAKAN
Memberi pakan suatu kewajiban. Jumlahnya tergantung populasi cacing. Sebagai patokan, seekor cacing mengkonsumsi pakan setengah dari bobot tubuhnya. Ini jumlah maksimal. Jumlah konsumsinya turun jika suhu ruangan tidak ideal bagi cacing. Terlalu banyak memberikan pakan menimbulkan bau tidak sedap terhadap lingkungan sekitar. Biarkan cacing menghabiskan pakan itu dahulu, kemudian tambah lagi jika populasinya bertambah.
Jenis pakan bervariasi,tergantung pengalaman peternak.  produksi kokon, pupuk kandang 30%, dan kompos 70%.
Ada dua cara pemberian. Pertama dengan sistem tugal. Lubangi salah satu bagian media, kemudian masukkan pakan ke dalamnya. Tutup lagi pakan dengan media. Cacing akan menyerbu tempat itu, sehingga cukup tidaknya jumlah pakan dapat dilihat dari satu tempat. Cara kedua dengan menebarkannya tipis-tipis di permukaan media. Tebaran pakan kemudian ditutup bahan tidak tembus cahaya supaya cacing mau merayap ke permukaan media yang sudah gelap gulita.

C.     perkembangbiakan
Cacing bersifat hermaprodit, yaitu pada tubuhnya terdapat dua alat kelamin.Alat kelamin jantan dan betina. Walaupun begitu, seekor cacing tidak dapat membuahi dirinya sendiri. Tetapi hal ini tetap harus dilakukan dua individu.  Dua individu yang sedang melakukan perkawinan akan terlihat saling melekatkan diri. Dengan bantuan seta, sepasang cacing tanah akan semakin kuat melekat. Lalu, kedua cacing itu akan mengeluarkan kelenjar. Kelenjar itu digunakan melindungi sel-sel sperma yang dikeluarkan oleh alat kelamin jantan masing-masing cacing. Setelah itu, sel sperma akan bergerak ke arah belakang dan masuk ke kantung penerima sperma (ovarium). Kantung ini banyak mengandung telur. Akhirnya, telur terbuahi. Setelah kedua cacing itu menerima sperma dan telur-telurnya terbuahi, cacing akan berpisah kembali.












Gambar Perkawinan cacing tanah.

Kemudian, Klitelium pada cacing akan membentuk selubung kokon dan bergerak ke arah mulut. Saat itulah selubung kokon akan bertemu sel telur yang telah dibuahi sel sperma pada lubang saluran sel telur. Akhirnya sel telur akan terselubungi oleh kokon. Lalu, kokon akan bergerak he arah mulut dan keluar dari tubuh cacing tanah. Dari perkawinan tersebut dihasilkan sebuah kokon. Dalam kokon itu terdapat kurang lebih 4 calon cacing.
Reproduksi hewan melata ini demikian pesat. Dalam seminggu seekor cacing memproduksi 2-4 kokon (telur cacing). Dalam waktu 2-3 minggu kokon menetas menjadi calon cacing.

CARA MEMBUAT TEPUNG CACING TANAH UNTUK PAKAN TERNAK

CARA MEMBUAT TEPUNG CACING TANAH

Tepung cacing dapat digunakan sebagai pencampur pakan ternak menggantikan tepung ikan. Hal ini karena tepung cacing pun memiliki kadar protein yang tinggi. Bahkan, kandungan protein tepung cacing lebih besar. Tepung cacing memiliki kandungan protein sebesar 64-76%,sedangkan tepung ikan hanya sebesar 58% saja.
Kelebihan lainnya tepung cacing dari tepung ikan adalah tepung cacing memilii kandungan asam amino yang lengkap, mudah dicerna, tidak mengandung racun, dan berkadar lemak rendah.
Adapun proses pembuatan tepung cacing adalah sebagai berikut.

1.     Alat yang dibutuhkan
1)     tungku perebusan
2)     drum perebusan
3)     alat pengepresan
4)     alat pengeringan
5)    alat pengaduk dari kayu
6)     alat pengilingan tepung
7)     alat pencacah atau golok yang digunakan untuk menghancurkan ikan
8)     ember plastik
9)     kantong plastik untuk mengemas tepung ikan.

2.     Cara membuat tepung cacing
1.     Cacing sebagai bahan baku pembuatan tepung cacing dibersihkan dan dicuci. Kemudian, setelah bersih, dilakukan pencincangan hingga lembut.
2.     Setelah dicincang, bahan baku direbus. Perebusan dilakukan untuk pengikatan daging cacing, sehingga kandungan airnya mudah dilepaskan.
3.     Setelah direbus, bahan baku diangkat dan ditiriskan. Penirisan dilakukan untuk menurunkan kandungan air yang berasal dari air rebusan.
4.     Lalu, setelah ditiriskan, dilakukanlah pengepresan. Pengepresan tidak dilakukan secara maksimal. Maksudnya, kandungan air dalam daging masih tersisa sebanyak 45%. Ini bertujuan agar  air dari ikan yang mengandung vitamin tidak banyak terbuang.
















Gambar Tungku pengasapan dingin dan panas

5.     Penurunan kadar air dari cacing selanjutnya dilakukan dengan pengeringan. Jenis pengeringannyapun dilakukan dengan penjemuran menggunakan panas sinar matahari. Dengan demikian, kandungan air akan menguap dan kandungan vitaminnya tidak terbuang.
6.     Namun, jika tidak ada panas matahari atau cuaca mendung, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengasapan dingin. Dengan metode ini digunakan tungku pengasapan.
7.     Jika kandungan air pada hancuran cacing tersebut tinggal 10%, hancuran cacing tersebut dapat digiling.
8.     Setelah digiling, dihasilkan tepung cacing. Tepung cacing yang berkualitas tinggi adalah tepung yang butirannya sangat kecil. Oleh karena itu, jika pengilingan tidak maksimal, dapat dilakukan penyaringan dengan mata jaring yang sangat kecil.













Gambar tepung cacing disaring

    Sisanya, berupa hasil gilingan dengan ukuran besar dapat digiling kembali sehingga semua bahan berubah menjadi tepung cacing yang benar-benar halus.
9.     Kini jadilah tepung cacing. Langkah selanjutnya adalah pengemasan. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan pembungkus dari bahan plastik. Bahan plastik dipilih agar tepung cacing tidak terkena cairan dan udara yang lembap. Oleh karena itu, pengemasan diharapkan benar-benar rapi tanpa ada bagian yang bocor. Jika ada bagian yang bocor, udara lembap dapat memasuki tepung cacing. Akibatnya, kualitas tepung cacing akan menurun. Terjadilah ketengikan dan penggumpalan tepung. Untuk itu dalam mengemas tepung cacing menggunakan plastik. perapatan mulut kantong plastik itu sebaiknya digunakan alat perekat plastik.
















Gambar Tepung cacing dimasukkan dalam plastik dan direkat menggunakan alat perekat plastik.


10.     Kini tepung cacing dapat dipasarkan atau aman disimpan dalam waktu yang cukup lama.
           

JENIS-JENIS CACING TANAH

Jenis Cacing
Ada sekitar 3000 spesies cacing tanah, tetapi yang cocok untuk dipeliharanya hanya setengahnya saja. setiap jenis memilliki fungsi berbeda. Sebagai contoh, kita ingin mengomposkan sampah, pakailah cacing tiger (Eisenia foetida). Cacing ini terkenal rakus sekali, sehingga kemampuan mengomposkan sampah lebih besar dari pada yang lain. Ia jarang ditemukan di tanah yang miskin unsur hara. Sebab, makanan cacing tiger justru bahan-bahan organik yang banyak tersedia di sampah.

1.     Berdasarkan Tempat Hidupnya
Ada tiga golongan besar cacing berdasarkan tempat hidupnya.

a.     Cacing yang hidup di permukaan tanah.
Spesies ini hidup di atas tanah tidak menggali lubang masuk ke kedalaman. Itu sebuah sifat berdasarkan naluri mencari makan. Cacing kelompok ini menyantap bahan-bahan dengan kandungan organik tinggi. Contohnya ialah Lubricus rubbelus dan Eisenia foetida.

b.     Cacing yang hidup di lapisan top soil, 20 cm hingga 30 cm dari permukaan tanah.
Mereka membuat lubang ditanah. Dalam proses pelubangan itu, mereka sekaligus memperbaiki struktur tanah. Peredaran udara di dalam tanah juga meningkat lantaran terbentuknya saluran cacing di dalamnya. Setelah tanah dilewati cacing, beberapa unsur hara yang sebelumnya sulit diserap akan berubah menjadi bentuk lain yang lebih terserap. Karena itu, kehadiran cacing umumnya membuat kondisi tanah menjadi lebih baik.

c.     Cacing yang hidup jauh di dalam tanah.
Spesies ini tinggal di lubang-lubang permanen di kedalaman 3 meter atau lebih. Kadang-kadang mereka merayap ke permukaan tanah untuk mencari makanan, seperti daun. Makanan itu dibawanya ke dalam tanah untuk dikonsumsi. Mereka bermanfaat saat kondisi kebun dipenuhi oleh daun-daun yang gugur. Lubrus terrestris, Aporrectodea longa, dan Octolasion cyaneum contoh cacing yang termasuk golongan ini.
Cacing untuk diternakkan termasuk golongan pertama.  Para peternak menyebutnya Lubricus rubbelus. Sebenarnya ini penamaan yang salah kaprah. Sebab, para peternak itu memelihara cacing berwarna merah maron dengan warna kuning di ekornya. Literatur menyebutkan, cacing berwarna merah maron dan berekor kuning ialah Eisenia Foetida. Kesalahan terjadi lantaran sosok kedua mirip sekali Tubuh Eisenia foetida merah maron, tetapi ekornya tidak kuning.
Untuk mempertahankan hidupnya, kedua spesies ini membutuhkan media berkadar organik tinggi. Sampah, serbuk gergaji, dan jerami ialah beberapa media yang cocok untuk memeliharanya. Mereka tidak akan hidup jika dilepas ke tanah, kecuali tanah tersebut benar-benar kaya akan bahan organik. Jadi, kalau Anda membiarkan cacing-cacing itu bertebaran di tanah, berarti Anda sedang memupuk tanaman dengan tubuh cacing mati.

SIFAT CACING TANAH

Sifat Cacing Tanah
Cacing tanah adalah cacing darat yang tubuhnya bersegmen, tidak berkepala, tidak bermata, dan juga tidak bertelinga. Cacing yang hidupnya di lubang-lubang dalam tanah ini peka terhadap panas, cahaya, dan sentuhan. Makanannya berupa bahan organik yang ada dalam tanah. Habitatnya lingkungan yang lembap dan tersebar di seluruh permukaan bumi, kecuali di daerah yang sangat dingin dan kering.
Tubuh cacing tanah berwarna merah kecoklatan dan tampak seperti terdiri atas dua tabung. Tabung pertama berupa dinding tubuh yang tersusun dari sekitar 50-500 ruas yang hampir sama besar. Tabung ke dua yang dibalut tabung pertama merupakan saluran pencernaan yang dipisahkan dari dinding tubuh oleh sebuah rongga yang disebut coelom. Coelom ini terbagi menjadi kamar-kamar, bernama septa, yang terletak pada setiap segmen.























Struktur tubuh cacing

Pergerakan cacing tanah terjadi karena adanya dua otot-otot khusus, yakni otot sirkuler dan otot longitudinal. Otot sirkuler berfungsi untuk menyusun dan melebarkan badan, sedangkan otot longitudinal untuk memanjang dan memendekkan tubuh. Pergerakan ini diperlancar dengan adanya seta, sejenis rambut dari kitin yang ada di setiap segmen, kecuali segmen pertama dan terakhir.
Cacing tanah bernafas melalui kulit. Hewan ini mengambil oksigen yang ada di antara partikel tanah dan mengeluarkan karbon dioksida melalui kapiler darah pada kulitnya. Pada waktu hujan biasanya cacing tanah berkeliaran di permukaan tanah, karena tempat tinggalnya dipenuhi oleh air. Cacing ini juga memiliki sepasang tabung dengan fungsi sebagai organ ekskresi yang disebut reprida.
Cacing tanah bersifat hermaprodit. Artinya memiliki organ reproduksi jantan (testis) dan betina (ovarium). Meskipun demikian, telur hanya dapat dibuahi oleh sperma dari cacing lain.
Sejak zaman dulu, cacing tanah dikenal sebagai pembajak tanah. Tanah-tanah ini menjadi gembur dan sangat subur. Keadaan dini dimungkinkan karena ketika mencari makan, cacing tanah membuat lubang dalam tanah dan berusaha menembus tanah. Selanjutnya, kotorancacing tanah dikeluarkan ke permukaan tanah. Berkat lubang-lubang dan kegiatan cacing tanah tersebut, tanah menjadi gembur, terjadi pembalikan tanah dan terjadi pertukaran udara di dalam tanah. Diperkirakan dalam waktu 50 tahun, batu-batuan yang menutupi suatu ladang akan tertimbun sampai tidak kelihatan sama sekali oleh kotoran yang dikeluarkan  oleh hewan ini.







Gambar Cacing mengeluarkan kotoran

PELUANG USAHA BUDIDAYA CACING

Pada awal tahun 1999, usaha cacing tanah mulai gencar dilakukan di daerah Jawa Barat, Bali, dan Jakarta. Kemudian, Usaha itu juga diikuti di berbagai daerah lainnya seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Di Indonesia, cacing tergolong komoditas usaha baru. Wajar saja bila segmentasi pasarnya masih terbatas. Sasaran akhir seperti pordusen kosmetika, farmasi, pabrik pakan, atau pusat pengolahan sampah organik belum terpenuhi.
Dengan demikian, cacing mempunyai prospek yang cerah. Dasarnya, cacing memiliki banyak manfaat. Kadar proteinnya tinggi, yaitu sekitar 72%, sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan pakan. Misalnya, pakan ikan, ayam, itik, burung, atau kucing serta anjing. Kemudian, kascing yang merupakan media untuk mengembangbiakkan cacing bisa digunakan untuk mengatasi ketergantungan para petani terhadap pupuk pabrik.
Pemanfaatan cacing belum maksimal.Hal ini karena harganya masih terlalu tinggi. Dengan harga yang tinggi tentu saja tidak dapat menyentuh pengusaha pakan ternak. Kemudian, untuk bahan baku obat-obatan masih jauh dari standar harga yang diinginkan. Begitu pula dengan produsen kosmetik atau farmasi yang diperkirakan bisa menyerap produksi cacing dalam jumlah besar, tak sanggup membeli dengan harga tinggi.
Selain itu, beberapa produsen seperti kosmetik dan farmasi tidak mau terang-terangan membuka pasar. Pasalnya, masyarakat kita belum daat menerima cacing sepenuh hati. Cacing masih dianggap hewan yang menggelikan dan menjijikkan.

Thursday 6 October 2016

Jenis-Jenis Bubu Penangkap Lobster


    Terdapat berbagai macam bubu yang sering dipakai untuk melakukan penangkapan lobster. Berikut akan dijelaskan masing-masing

1.     Bubu Bali
Bubu bali ini terbuat dari anyaman bambu yang terbagi menjadi 2 bagian. bagian luar berupa silinder yang mirip pagar atau galar, sedangkan bagian dalamnya berbentuk dua kerucut yang saling bertemu pada ujungnya yang lancip, seperti diperlihatkan pada gambar 2.







    Gbr Bubu Bali

2.     Bubu beehive pot
    Alat perangkap lobster ini dikenal dengan nama lain bubu laba-laba, karena bentuknya menyerupai sarang laba-laba. alat ini biasa dioperasikan di daerah yang berkarang, sehingga disebut juga rock lobster pot. Kontruksinya dari kerangka besi yang dibalut dengan anyaman rotan sedangkan bagian mulut atau injap terbuat dari anyaman rotan seperti diperlihatkan pada gambar berikut.





   











Gbr Bubu Beehive Pot

3.     Batten Crayfish
Alat perangkap ini banyak dipergunakan di daerah-daerah di Australia Barat. Sebagian besar terbuat dari bahan kayu dengan kombinasi bagian bawah dan atas dari plat besi agar mudah dan cepat tenggelam. Sedangkan bagian mulutnya terbuat dari bahan kayu atau plastik cetakan dan berbentuk lingkaran yang memanjang, atau bentuk-bentuk silinder yang dilengkapi pintu pembuka untuk mengambil hasil tangkapan atau memangsa umpan.




   






Gbr. Batten Crayfish pot
4.     Krendet
Alat yang bernama krendet ini merupakan alat tangkap tradisional nelayan daerah pantai selatan Yogyakarta, khususnya Gunung Kidul, misalnya Pantai Baron, Krakal, dan Kukub. Alat ini tergolong perangkap yang tidak memiliki ruang seperti halnya bubu. Hasil tangkapan mempergunakan alat ini masih dalam keadaan hidup walaupun dalam posisi terpuntal. Bahan dasarnya dari besi cor yang berbentuk melingkar. Pada bagian tengah dipasang jaring bekas dan umpan yang berupa kelapa bakar. Krendet diletakkan di sela-sela terumbu karang saat air laut pasang dan diambil saat laut surut. Biasanya lobster mencari makan saat laut pasang apabila menghampiri krendet ia akan terpuntal di dalamnya, seperti diperlihatkan pada gambar berikut.



   






Gbr Batten Crayfish pot