Tuesday 23 August 2016

Cara Pengawetan Ikan dengan Membuat Ikan Asin


Salah satu cara pengawetan ikan adalah dengan cara pengasinan. Atau kita mengenalnya dengan sebutan ikan asin. Dengan cara dibuat ikan asin, ikan akan menjadi tahan lama. Berikut adalah langkah-langkah dalam membuat ikan asin.


a.     Penyiangan
Pada umumnya, ikan berukuran sedang harus disiangi terlebih dahulu. Adapun langkah langkah pembersihan ikan adalah sebagai berikut.

a.     Pembersihan Ikan
Secara berurutan, proses membersihkan ikan berlangsung sebagai berikut.
1)     Letakkan ikan di atas papan kayu yang bersih. Peganglah ikan itu pada bagian kepalanya dengan tangan kiri. Siapkan sikat penggaruk. Dengan menggunakan alat tersebut, kerik sisik ikan dari ekor ke arah kepala. Lakukan penggarukan secara hati-hati agar kulit ikan yang letaknya di bawah sisik tidak rusak.














Gambar Ikan yang sedang dikerik

2)     Setelah pembersihan sisik selesai, cucilah ikan menggunakan air mengalir. Jika air yang demikian tidak ada, tempatkan ikan itu dalam ember yang diisi dengan air bersih. Peganglah ikan dengan tangan kiri. Kemudian, tangan kanan membersihkan semua kotoran dan sisa sisik yang masih tertinggal.













Gambar Ikan dicuci bersih

3)     Setelah dicuci bersih, letakkan ikan tersebut pada papan kayu yang telah dibersihkan. Ikan itu anda letakkan pada sisinya. Dengan pisau yang tajam, buatlah sayatan mengikuti garis tutup (pelindung) insang. Lalukan hal yang sama pada sisi lainnya. Kepala ikan jangan Anda potong.













Gambar sayatan pisau pada pertemuan ujung insang.

4)      Setelah terjadi sayatan, letakkan ujung pisau di bawah insang. Kemudian, insang itu anda potong dan dilepas dari tutup dan kepala ikan. Kepala tetap tidak dipotong.
5)     Langkah selanjutnya, torehlah perut ikan, mulai dari lubang dubur. Torehan itu anda lakukan terus hingga ke kepala ikan. Lakukan penorehan setebal kulitnya. Jangan terlalu dalam agar isi ikan tidak tersayat.
6)     Setelah itu, perut ikan Anda buka. Anda dapat melihat alat-alat pencernaan, isi perut, dan insang. Letakkan jari Anda di bawah insang, tariklah insang itu keluar dan buang. Alat-alat pencernaan dan isi perut berkaitan dengan insang.Jadi, kalau insangnya ditarik ke luar, dengan sendirinya semua isi perut ikan akan terbawa ke luar.












7)     Sepanjang tulang belakang akan mengalir darah. Bersihkan darah itu dengan menggunaakn pisau.
8)     Setelah itu, rongga perut anda bersihkan dengan air dingin bersih.

















B.     PEMBELAHAN
Untuk dapat mengeringkan dengan maksimal berbagai cara perlu dilakukan sehubungan dengan penganan awal terhadap ikan yang akan dikeringkan. Telah kita ketahui bahwa pada daging ikan mengandung air sebesar 80%.
Sementara itu, pengeringan ikan dilakukan dengan penjemuran/pemanasan. Pada ikan kecil pengeringan dapat dengan mudah dilakukan setelah dibersihkan ikan dapat langsung dikeringkan. Suhu panas dapat dengan mudah menguapkan air yang terkandung dalam daging ikan.
Permasalahan akan muncul jika pengeringan dilakukan terhadap ikan yang berukuran besar. Tentunya, akan memakan waktu lama untuk menguapkan kandungan air pada dagingnya. Sementara itu, jika pengeringan berlangsung terlalu lama, proses pembusukan akan segera terjadi.
Untuk itulah perlu dilakukan penanganan pada ikan besar. Caranya dengan membelah ikan tersebut. Pembelahan ikan setidaknya dapat memperlebar permukaan daging ikan sekaligus menipiskannya. Dengan demikian, pada saat dilakukan pengeringan, penguapan akan terjadi dengan cepat. Ikan pun akan mengering dengan cepat.
Banyak cara dilakukan untuk membelah ikan ukuran sedang dan besar. Adapun salah satu caranya adalah sebagai berikut. Setelah dibelah dan dibuang isinya, ikan langsung dibelah pada bagian kepalanya.







BAB VI
PENGGARAMAN

A.    Peranan Garam
Pada dasarnya garam tidak membunuh mikroorganisme (germicidal) dalam konentrasi rendah (1-30%) justru garam membantu pertumbuhan bakteri selain itu terdapat bakteri yang dapat tumbuh pada garam yang berkonsentrasi tinggi, misalnya red ballophlic bacteria yang menyebabkan warna merah pada ikan asin.
Selain mengakibatkan terjadinya proses osmosis dengan sel daging ikan, larutan garam juga menyebabkan proses osmosis pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisi (kadar air dalam sel bakteri berkurang, lama kelamaan bakteri mati).
Faktor kemunian garam sangat berpengaruh terhadap mutu ikan asin. Bila menggunakan garam (NaCl) murni, ikan asin dapat berubah warna yaitu kekuningan dan lunak. Ikan asin ini mudah menyerap air pada waktu direndam dalam air dan bila dimasak rasanya mendekati ikan segar. Namun umumnya garam murni jarang sekali dipakai atau digunakan. Terdapatnya zat-zat lain yang tercampur dalam garam (terutama garam-garam mg, Ca Sulfat, sulfur dan lain-lain), menimbulkan sifat-sifat yang kurang baik pada ikan asin.
Adanya garam magnesium (Mg) dan Calcium (Ca 1%) saja membuat warna ikan berubah menjadi putih keras, rapuh dan pahit rasanya. Selain itu, juga menghambat kecepatan meresapnya garam ke dalam daging ikan asin. Bila hambatan ini terlalu lama, maka segera terjadi proses pembusukan sebelum garam sempat meresap ke dalam daging, karenanya untuk menggarami ikan yang kurang segar hendaknya dipakai garam yang lebih murni supaya meresapnya lebih cepat.
Selain kemurnian garam ukuran kristal (butiran) garam juga mempengaruhi hasil penggaraman, terutama bila cara dry salting. Ukuran kristal garam hendaknya berukuran sedang jangan terlalu halus dan juga jangan terlalu besar, maka pembentukan brine menjadi lambat, sehingga memperlambat peresapan garam ke dalam ikan. Akibatnya ikan sudah busuk sebelum terendam larutan garam. Bila kristalnya terlalu halus pembentukkan larutan garam terjadi telalu cepat dan terlalu cepat pula habis mengalir ke bawah. Hal ini mengakibatkan lapisan ikan bagian atas belum terendam larutan garam sehingga akan membusuk.
    Sebaiknya ukuran garam bergaris 1-5 mm, untuk ikan-ikan kecil, kristal garam yang dipakai lebih halus supaya ikannya tidak rusak dan garam lebih mudah meresap. Disamping sebagai bahan pengawet, garam juga berfungsi sebagai pemberi rasa enak pada ikan asin, bila dimasak atau dimakan.
   
B.    Cara-cara Penggaraman
Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut ini.
1)    Dengan garam kering yang ditaruh dalam wadah atau tempat kedap air (dry salting)
2)    Dengan menggunakan larutan garam (brine), ditempatkan dalam wadah kedap air (brine salting)
3)    Dengan garam kering yaitu ikan yang digarami ditumpuk-tumpuk tanpa wadah kedap air, sehingga brine yang terbentuk tidak tertampung (kench cure atau kench salting)
4)    Penggaraman yang diikuti proses perebusan atau diteruskan dengan pencelupan ke dalam brine panas (pengolahan pindang dan cue)

1.     Dry Salting
Sebelum digarami ikan disiangi dan dicuci lebih dahulu penggaraman kering (untuk ikan-ikan besar maupun ikan-ikan kecil) dilakukan dengan cara melumuri ikan dengan garam. Kemudian ikan disusun berlapis-lapis dengan garam. Lapisan ikan paling atas hendaknya diberi lapisan garam yang agak tebal. Karena garam bersifat menarik air, maka terdapat lapisan air dipermukaan badan ikan, dan akan membentuk larutan garam yang merendam seluruh tumpukan ikan. Agar mudah terendam larutan garam, di atas tumpukan ikan letakkanlah alat pemberat supaya tidak mengangkang, misalnya batu, bata atau kayu. Jumlah pengaturan garam menentukan tingkat keasinan dan daya simpan ikan asin. Akan tetapi supaya garam meresap secara merata dalam daging ikan sebaiknya penggunaan garam disesuaikan dengan keperluan. Biasanya berkisar antara 20-30%. Ukuran ikan juga menentukan jangka penggaraman atau lamanya penggaraman dipengaruhi oleh ukuran ikan yang digarami.

2.    Brine Salting
Pada dasarnya brine salting sama dengan dry salting yaitu ikan ditumpuk dalam sebuah bak atau bejana yang diisi larutan garam. Hanya dalam brine salting larutan garam dibuat lebih dahulu. Konsentrasi larutan dapat dibuat seuai dengan keperluan.Bila perendaman lebih dari 24 jam larutan garam harus jenuh atau sewaktu-waktu tertentu harus ditambahkan garam, supaya konsentrasinya cukup tinggi. Pada umumnya brine salting hanya untuk pengawetan sementara sebelum pengolahan lebih lanjut misalnya pengeringan atau pengalengan.
Pemakaian garam yang kurang bersih akan menimbulkan jamur merah dan hitam pada ikan asin, sehingga mengurangi rasa, daya simpan dan pemasarannya. Ikan yang digarami sebaiknya sejenis dan tak banyak mengandung lemak (lean fish).Larutan garam yang sudah dipakai jangan dipakai lagi, karena akan mengurangi mutu hasil penggaraman atau kadar asin sudah berkurang.
Bila dibandingkan kedua cara penggaraman itu masing-masing mempunyai kebaikan. Namun secara keseluruhan dry salting lebih efektif daripada brine salting. Karena peresapan garam ke dalam daging ikan dry salting lebih cepat, maka proses pembusukan dapat segera dihambat. Brine yang terbentuk selalu mendekati kejenuhan mungkin hal ini disebabkan oleh garam yang cukup banyak dan kristal-kristal merata ke seluruh lapisan ikan. Sedangkan pada brine salting agar konsentrasinya merata, campuran harus diaduk.

3.    Kench Salting
Dalam kench salting ikan yang sudah disiangi dicuci lalu dilumuri garam serta ditumpuk secara berlapis di lantai atau dalam keranjang supaya tidak rebah. Di sini tidak digunakan bak-bak  penggaraman, karena brine yang timbul langsung mengalir ke bawah dan dibuang. Ikan yang telah dibelah disusun berlapis. Lapisan ikan paling bawah diatur dengan bagian kulit (sisik) menghadap ke atas, bagian atas tumpukan ikan diberi pemberat. Untuk mencegah kerumunan lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam.

4.    Penggaraman dengan proses perebusan
Cara penggaraman ini telah lama dilakukan di Indonesia misalnya dalam pembuatan pindang dan cue. Tujuannya untuk memperpanjang masa penyimpanan. Hal ini dijadikan atau dilakukan karena kurangnya sarana untuk mempertahankan kesegaran ikan. Dalam banyak hal, ikan yang direbus dalam larutan garam masih memerlukan pengolahan lanjut, misalnya dikeringkan, diasapi atau dikalengkan. Pengolahan lanjut ini perlu untuk memperpanjang masa penyimpanannya.
Cara umum yang dilakukan dalam penggaramannya ini yaitu dengan merebus ikan dalam larutan garam jenuh atau menggaraminya sebelum dituangi air laut atau air tawar. Kadang-kadang diberi bumbu tambahan seperti kecap atau kunyit. Perebusan akan mengurangi kadar air dalam badan ikan dan mematikan sebagian besar bakteri.
Adanya garam berfungsi menarik air lebih banyak, sehingga ikan lebih awet. Perebusan dalam larutan pekat dapat menghentikan proses pembusukan ikan. Pembuatan pindang dan cue banyak dilakukan orang di Indonesia. Ikan pindang sangat digemari, terutama masayarakat Jawa Barat. Bila pengolahannnya baik, maka daya simpannnya cukup lama dan dapat di angkat ke tempat–tempat jauh. Daya simpan ikan pindang antara lain tergantung pada jumlah garam yang dipakai, lamanya perebusan ikan pada waktu mulai dikerjakan. Jadi makin segar ikannya, dengan garam banyak dan perebusan yang cukup lama serta cara pengepakkan yang baik, maka ikan pindang dapat disimpan sampai 3 bulan.Tentu saja makin banyak garamnya rasa ikan makin asin, sebaiknya dicari keseimbangannya antara rasa asin dan daya awet maksimum.





bab vii
PENGERINGAN

A.    Praktek pengeringan di Indonesia
Pada umumnya pengawetan ikan dengan pengeringan atau penggaraman yang diikuti pengeringan dilakukan bila hasil tangkapan tidak mungkin dimanfaatkan lagi dengan cara pengolahan baru.
Di Indonesia pada umumnya pemanfaatan ikan berasumsi, bahwa ikan harus dijual dalam keadaan segar atau hidup. Ikan dengan mutu nomor dua diolah menjadi pindang atau cue. Sedangkan bagi ikan yang tidak laku dijual atau sisa penjualan ikan segar, diolah menjadi ikan asin kering. Tetapi kenyataannya cara penanganan bahan mentah, cara penggaraman, maupun cara pengeringannya masih dilakukan ala kadarnya. Hal ini mengakibatkan banyak ikan asin kering yang berukuran kecil mutu olahan kurang baik, dan berbagai kekurangan yang masih perlu ditangani atau diperbaiki.

B.    Pengeringan secara tradisional
Pengeringan atau penjemuran ikan secara tradisional biasanya dilakukan dengan cara menebarkannya di atas gelaran tikar di tepi jalan atau pantai yang kotor. Lingkungannya yang kotor ini mengakibatkan mutu ikan kering menurun karena selain dihinggapi lalat yang menghasilkan banyak belatung, juga terkena debu dan kotoran lain.
Khususnya di daerah kepulauan di bagian-bagian tengah laut dan di perkampungan nelayan yang didirikan di atas air, penjemuran biasanya dilakukan di pelataran bambu atau kayu yang relatif bersih dan jauh dari sumber pencemaran.
Untuk jenis-jenis ikan-ikan besar seperti tenggiri, gabus, jambal pengeringannya dilakukan dengan cara yang lebih baik, yaitu digantung sambil dijemur di atas genting. Demikian juga dengan pedagang-pedagang besar, ikan gabus asin yang masih kotor dan setengah basah dari pedagang perantara oleh pedagang besar masih dijemur lagi berjejer-jejer di atas para-para atau anyaman bambu. Bahwa cara pengeringan yang terbaik untuk ikan-ikan besar seharusnya digantung sambil dijemur di atas genting.

C.    Perbaikan pengeringan                                            secara tradisonal
Usaha perbaikan dan pengembangan secara tradisonal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu ikan kering atau asin dan memudahkan dalam pengeringannya. Usaha tersebut antara lain:
·    Dilakukan dengan memindahkan ikan-ikan yang dijemur di pasir atau tikar yang digelar di atas pasir ke atas rak atau para-para.




Melengkapi alat penjemuran dengan lembaran plastik bening sebagai penutup yang dibentangkan di atas ikan yang dijemur di atas para-para. Dari upaya atau perlakuan tersebut dapat diperoleh keuntungan:
·    Mengurangi atau mencegah pencemaran
·    Mengurangi kemungkinan ikan dikerumuni lalat dan belatung
·    Dalam kondisi hujan rintik-rintik dan hembusan angin proses pengeringan dapat berjalan terus.

D.    Cara-cara Pengeringan
Pada umumnya persiapan pengeringan sama dengan penggaraman ikan pada proses pembuatan ikan. Bedanya di sini ikan tidak digarami lebih dahulu, atau disiangi, walaupun dicelupkan dalam larutan garam, tanpa disiangi sedangkan ikan-ikan yang lebih besar isi perut dan insangnya dibuang dan daging yang terlalu tebal ditoreh, kemudian dicuci bersih lalu ditiriskan sepenuhnya baru dikeringkan.
Bila pengeringan dilakukan secara besar-besaran, maka faktor kebersihan dan mutu kurang atau sulit diperhatikan. Karena ikan terlalu banyak maka cara penyiangan, penyucian, penggaraman dan penjemurannya sering kurang baik., hasilnya pun sangat mengecewakan.
Selain perlakuan dalam proses pengeringan, jenis ikan harus diperhatikan karena ada ikan yang banyak mengandung lemak (falty fish) dan yang sedikit atau tidak berlemak (lean fish). Pengeringan ikan yang tidak berlemak biasanya tidak mengalami kesulitan, tetapi bila ikannya berlemak (lemuru, bandeng, tawes) Pada saat pengeringan akan timbul bau tengik, karena terjadi oksidasi lemak. Untuk menghindari oksidasi, maka pengemasan dan penyimpanannya di tempat yang kering sejuk dan gelap.

1.     Pengeringan dengan Sinar Matahari
Pengeringan dengan sinar matahari sudah banyak dilakukan orang, karena sangat sederhana, sehingga setiap orang dapat mengerjakannya bahkan tanpa alat sekalipun.
Melalui pengeringan secara alami ini terdapat berbagai keuntungan yaitu:
·    Tidak diperlukan peralatan yang khusus dan mahal
·    Dapat dikerjakan oleh siapa saja atau dalam keadaan yang paling sederhana sekalipun.

Kelemahannya pengeringan berjalan sangat lambat, sehingga sering terjadi pembusukkan sebelum ikannya cukup kering. Hasil pengeringan tidak merata dan menimbulkan bau yang kurang sedap, karena terjadinya proses pembusukkan. Sebab itu pengeringan secara alami jarang menghasilkan ikan kering kelas satu. Tentu saja keadaan cuaca sangat sering terjadi, ikan yang sudah digarami terpaksa tidak dapat dijemur atau dikeringkan karena hujan terus menerus.

2.     Penggunaan alat pengering surya
Untuk meningkatkan hasil yang membantu proses pengeringan telah dicoba dan diperkenalkan alat pengering surya di lapangan. Dengan penggunaan alat pengeringan ini dapat memberikan beberapa keuntungan seperti berikut:
·    Dibuat dari bahan-bahan yang relatif murah dan mudah didapat, seperti bambu dan kayu sebagai kerangkanya, serta lembaran plastik-plastik bening dan plastik hitam. Plastik warna hitam untuk menyerap pancaran sinar surya, sedangkan yang bening berfungsi sebagai penutup.
·    Dapat memanfaatkan sinar surya yang kurang terik udara atau cuaca dalam keadaan berawan dengan alat pengering ini, suhu di dalam alat ternyata lebih tinggi dari suhu udara luar.
·    Kalau terjadi hujan rintik-rintik atau hujan kecil ikan tidak akan basah karena alat pengering ini diperuntukkan untuk mengantisipasi kondisi cuaca seperti ini.
·    Dapat mencegah pencemaran terutama gangguan lalat, karena suhu cukup tinggi dalam alat pengering ini dapat mematikan lalat atau belatung.
Di samping keuntungan-keuntungan tersebut di atas terdapat beberapa masalah praktis yang perlu diperhatikan seperti dengan memperkenalkan prototipe alat pengering di antaranya sbb:
·    Prototipe alat pengering hendaknya bersifat penerapan teknologi tepat guna artinya dapat dibuat dengan mudah dari bahan-bahan yang relatif gampang diperoleh.
·    Spesifikasi teknisnya harus benar-benar tepat, misalnya suhu di dalam alat pengering tidak melebihi 40°C pada jam-jam pertama proses pengeringan, bila suhu terlalu tinggi yang dihasilkan bukan ikan kering tetapi ikan matang (seperti dipanggang).
·    Selain biaya cukup murah dalam perencanaan harus diperhitungkan kecenderungan pemakai untuk meningkatkan kapasitas alat misalnya pada saat musim ikan tanpa banyak mengubah konstruksinya.

Beberapa contoh ilustrasi prototipe pengering surya yang pernah dicoba kemampuannya di Indonesia.

Cara pengeringan
·    Ikan diatur di atas nampan/baki/para (tray) dari anyaman bambu kemudian disusun dalam alat pengering
·    Pintu angin/ventilasi dibuat untuk mengatur aliran udara yang terlebih dahulu diatur suhunya selama jam-jam pertama proses pengeringan dengan tidak melebihi 40C. Hal ini supaya tidak terjadi pengeringan permukaan (case hardening) atau ikannya menjadi matang.
·    Bila ikan sudah agak kering untuk mempercepat pengeringhan suhunya berangsur-angsur dinaikkan sampai mencapai suhu optimal (70-80°C)
Untuk mendapatkan prototipe alat pengering surya yang cocok digunakan di lapangan perlu pengujian-pengujian kemampuan dan spesifikasi teknis serta bentuknya agar hasil pengeringan benar-benar memenuhi persyaratan teknologi pengolahan ikan, bersifat tepat guna, agar dapat mengatasi semua kendala yang terdapat di lapangan.

3.     Pengeringan Mekanis
Pengeringan dengan sinar matahari sering dijumpai berbagai kendala yaitu hujan. Pada musim hujan umumnya terjadi musim ikan (ikan tertangkap sangat banyak). Begitu banyak ikan sehingga berlebihan untuk konsumsi ikan segar atau pembekuan tetapi fasilitas pembekuan memerlukan investasi sangat besar. Untuk itu perlu dicari jalan supaya tidak terbuang percuma melalui cara pengawetan baik menggunakan penggaraman maupun pengeringan yang tidak tergantung pada kondisi cuaca di lapangan
Salah satunya cara pengeringan mekanis. Meskipun cara ini belum banyak dilakukan di Indonesia namun sudah ada yang mencoba mengeringkan hasil tangkapan sampingan (udang) dengan alat ini.
Usaha-usaha  seperti ini bersifat percobaan untuk mencari dan menciptakan alat pengeringan sederhana, praktis dan mudah dengan hasil yang cukup praktis dan baik. Dengan pengeringan merkanis dapat dilakukan terus menerus tanpa tergantung pada sinar matahari dan iklim. Jika cukup modal kapasitasnya pun dapat diperbesar.

Cara pengeringan
·    Lebih dahulu udara dipanaskan oleh sumber panas melalui kompor atau suber panas lainnya sehingga kering
·    Dengan pertolongan kipas angin uadara panas/kering dialirkan ke dalam ruang yang berisi ikan dalam rak-rak pengering.
·    Setelah cukup kering ikan dikeluarkan dan diganti dengan yang lain secara terus menerus. Suhu dan kelembaban udara dapat dikontrol terus dan waktu keringnya ikan juga ditentukan. Proses pengeringan akan berjalan lebih cepat, bila ikan lebih dahulu dibelah dan direbus, sehingga kadar airnya berkurang.

Mutu ikan hasil pengeringan mekanis biasanya lebih baik daripada sinar matahari. Tetapi walaupun mutunya baik selama penyimpanan masih akan terjadi perubahan-perubahan pada kekerasan daging rasa, dan wujudnya. Hal ini dapat dihindari bila penyimpanan dan pengepakkan baik. Bila kurang teliti ikan akan tengik dan lama kelamaan warnanya menghitam, keras serta aromanya seperti daging hangus.

4.    Jenis-jenis alat pengering mekanis
Alat pengering yang biasa dipakai dan sudah dicoba di Indonesia adalah:
1.    Berbentuk terowongan (tunner dryer)
2.    Berbentuk lemari (cabinet dryer)
Tetapi masih banyak alat-alat pengering lainnya seperti vacum dryer, rotary dryer, namun alat ini belum tentu cocok untuk mengeringkan ikan dan belum tentu sesuai dengan keadaan di           Indonesia.

1)    Bentuk Terowongan (tunner dryer)
Dalam proses pengeringan ini diperlukan beberapa syarat teknis yang terdiri dari kecepatan udara yang dihembuskan 1-2 m/detik. Suhu udara bagian depan alat pengering 25-30°C dengan kelembaban udara 45-55%. Bila kelembaban udara kurang dari 45% permukaan ikan akan mengeras sebaliknya pada kelembaban yang tinggi proses pengeringan berjalan lambat. Pada kelembaban 73%, proses pengeringan akan terhenti, karena tidak terjadi lagi penguapan dari ikan yang dikeringkan. Pada musim hujan terutama pada malam hari kelembaban udara dapat melampaui 90%. Untuk mempercepat pengeingan sebaiknya dilakukan penukaran tempat para-para atau rak ikan dari bagian belakang alat-alat pengering ke bagian depan, sehingga tingkat kekeringan dapat seragam.

Penggunaan alat pengering mekanis ini dapat memberikan beberapa keuntungan yaitu:
1.    Pengeringan dapat dilakukan di dalam ruangan atau gudang secara terus menerus dan tidak tergantung pada cahaya matahari .
2.    Pencemaran oleh lalat dapat dihindari
3.    Waktu pengeringan relatif pendek
4.    Kapasitas alat pengering dapat ditingkatkan sesuai dengan ketersediaan ikan dengan mudah
5.    Mutu ikan yang dihasilkan lebih baik
Untuk menghasilkan produk ikan yang lebih baik, alat pengering tersebut dapat dilengkapi lagi dengan peralatan khusus di antaranya alat pengering dalam ruang hampa dan pengeringan dengan pembekuan.

a)     Pengeringan dalam ruangan hampa (vacum drying)
Produk yang dikeringkan dihamparkan dalam ruangan yang dihampakan, sehingga terjadi pengeringan dengan cepat. Supaya pengerigan berlangsung terus produk harus dipanasi. Bila panasnya tidak mencukupi maka produk akan membeku. Ikan misalnya tanpa penambahan panas dari luar akan membeku, setelah kadar air menguap 15%.

b)         Pengeringan dengan pembekuan (Frezze drying)
    Ikan dibekukan dahulu setelah itu baru dikeringkan dihampakan dalam ruangan yang dihampakan. Produk yang dikeringkan diletakkan dalam atau di antara dua plat yang dapat bergerak secara hidrolis, dan dipanaskan misal, dialiri uap. Dengan demikian produk selalu dipanasi, sehingga penguapan air berlangsung terus dengan cepat. Penggunaan alat pengering mekanis ini menghasilkan ikan kering yang bermutu tinggi, sebab pengeringan berlangsung sangat cepat tanpa dipengaruhi faktor-faktor lingkungan. Hanya saja diperlukan peralatan khusus dengan biaya tinggi sehingga secara komersial penggunaannya masih terbatas untuk produk-produk yang bernilai mahal.

2.    Alat pengering berbentuk lemari (Cabinet dryer)
Prinsipnya lebih sederhana dari pada alat pengering bentuk terowongan. Ruang pengering berbentuk seperti lemari rak-rak ikan disusun dari bawah ke atas dan tidak diperlukan kipas angin. Udara panas kering dari ruangan pemanasan masuk ke ruang pengering dari bawah setelah melewati susunan rak-rak berisi ikan, akhirnya keluar melewati tingkap yang terdapat pada atap.
Sumbu panas dapat diletakkan di luar ruang pengering atau langsung di bawah rak-rak pengering dan dibatasi oleh sekat misal dari seng. Kadang-kadang di bagian atap dilengkapi dengan kipas penyekat udara (Exhaust fan) supaya pengeringan dapat berjalan lebih cepat.

E.    Penggunaan Anti Oksida
Untuk menghindari antioksida atau mengurangi ketengikan, dipakai zat kimia antioksida. Penggunaan antioksida ini untuk mencegah oksidasi lemak pada daging ikan yang diakibatkan oleh udara atau karena antioksidan dengan adanya enzim.
Pemakaian antioksida harus memperhatikan kadarnya, supaya diperoleh hasil yang lebih baik. Jenis antioksidan yang murah dan mudah didapat adalah asam askorbat (Vitamin C). Antioksidan jenis ini terkandung pada buah jeruk, anggur, kunyit, cabai, dan sebagainya. Secara tidak sengaja sebenarnya masyarakat sudah mempergunakan antioksidan ini misalnya pemakaian kunyit pada pengolahan pindang, selain untuk menghilangkan bau amis (anyir) dan memberikan warna kuning, sebenarnya kunyit mengandung antioksidan yang kuat. Sedangkan jenis-jenis yang sering dipakai di luar negeri dan berhasil baik antara lain Catechal, hydroqumon dan pyrogalol. Di Indonesia pemakaian antioksidan jenis ini sering juga dilakukan misalnya pada pembuatan margarine (mentega buatan).
Pemakaian antioksidan dalam pengeringan dapat dicampurkan dengan air garam yang dipakai untuk merendam ikan. Seharusnya pemakaian antioksidan dalam pengolahan terperinci. Hal ini untuk melindungi konsumen dari kemungkinan-kemungkinan yang tak diinginkan (gangguan kesehatan) akibat penggunaan antioksidan sebagai pengawet bahan makanan.














No comments:

Post a Comment