Monday 22 August 2016

Hukum Laut dan Pelayaran Perikanan Indonesia

 Hukum Laut dan Pelayaran Perikanan Indonesia
Sekarang, telah dikeluarkan berbagai peraturan kelautan dan perikanan secara nasional maupun internasional. Salah-satunya adalah pengaturan pemetaan wilayah laut. Contohnya, untuk mengukur jarak laut dari wilayah darat yang diberlakukan secara universal dan secara yuridis telah memberikan kepastian hukum yang dianut oleh hukum internasional dan secara faktual merupakan perluasan wilayah kekuasaannya.
Mengapa demikian? Karena negara pantai yang semula yang hanya menganut batas laut teritorial sejauh 3 mil laut, kemudian berkembang melalui konvensi hukum laut internasional, diperpanjang menjadi 4-6 mil laut, namun belum dapat diberlakukan secara langsung. Pada tahun 1982, barulah dihasilkan kesepakatan, baik oleh negara pantai maupun tidak berpantai bahwa lebar laut teritorial, maksimal 12 mil laut dari garis pantai terluar pulau yang dimiliki suatu negara.

Perkembangan batas wilayah laut tersebut sekaligus merupakan perluasan wilayah negara pantai atau minimal memberikan peluang untuk memperluas kepentingan dan pengawasannya di laut. Apabila dikaji lebih jauh, pada saat ini, kesempatan untuk memperluas wilayah kekuasaan tidaklah seperti pada waktu-waktu sebelumnya yang masih memungkinkan untuk mengadu kekuatan guna pemekaran wilayahnya.  Saat ini, dapat dilakukan perluasan dengan pertimbangan sepanjang yang dimungkinkan dan tidak melanggar hukum internasional, yaitu adanya perluasan wilayah kelautan secara legal.
Menilik sejarahnya, negara Indonesia yang cukup dikenal wilayahnya merupakan kumpulan pulau-pulau besar dan kecil. Dalam praktek ketatanegaraannya, Indonesia telah memberlakukan ketentuan selebar 12 mil laut.
Pada tanggal 13 Desember 1957, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan Deklarasi H. Djuanda, yang isinya antara lain sebagai berikut.
“Bahwa segala perairan di sekitar, di antara yang meng-hubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari negara Republik Indonesia”.
Dikeluarkannya deklarasi ini, dimaksudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah sehingga deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan.
 Pertimbangan lain yang mendorong pemerintah mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia adalah sebagai berikut.
1.    Bentuk geografi Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau, mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan tersendiri.
2.    Penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi pemerintah kolonial sebagaimana termaktub dalam “Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie 1939” pasal 1 ayat (1), tidak sesuai lagi dengan kepentingan keselamatan dan keamanan negara Republik Indonesia.
3.    Setiap negara yang berdaulat, berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandang perlu untuk melindungi kebutuhan dan keselamatan negaranya.
Dengan dikeluarkannya pernyataan tersebut, bukan berarti tidak ada pelayaran asing pada jalur lintas di laut kepulauan Indonesia. Namun, dulunya merupakan jalur pelayaran bebas yang masih dimungkinkan untuk dilakukan pelayaran internasional dengan maksud damai.
Pada wilayah perairan inilah, kegiatan pelayaran berlangsung,  baik untuk kapal penumpang, muatan barang, penangkapan ikan maupun untuk pelayaran komersial lainnya. Bangsa Indonesia diberikan kelelusaan untuk mengeksploitasi laut Indonesia terutama sumber daya ikannya. Saat ini, hanya baru dinikmati oleh segelintir orang dari bangsa kita, dan yang terbesar justru oleh bangsa asing yang ditengarai banyak melakukan pencurian ikan di laut Indonesia.
Peningkatan kompetensi bangsa kita dalam kegiatan pelayaran penangkapan ikan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau unit pendidikan kepelautan yang dikelola oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan pendidikan kepelautan tersebut, wajib mendapat izin dari Menteri Pendidikan Nasional, setelah mendengar pendapat dari menteri terkait, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Perhubungan.
Kurikulum pendidikan kepelautan disusun dengan memerhatikan hal-hal sebagai berikut.
1.    Aspek keselamatan pelayaran.
2.    Tingkat kemampuan dan kecakapan pelaut, sesuai standar kompetensi yang ditetapkan.
3.    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta manajemen di bidang pelayaran.
Pendidikan kepelautan dilaksanakan melalui jalur sekolah, yang terdiri dari pendidikan profesional kelautan dan pendidikan teknis fungsional kelautan.

No comments:

Post a Comment